"M. Alfi, Bu"
Nama yang sudah 3 hari ini aku ucapkan ketika guru mengabsen siswa yang tidak masuk. Aku menghela nafas dengan berat. Lagi-lagi, ia tidak masuk sekolah.
Kemana dia? Apa ia sakit? Atau pergi ke suatu tempat?
"Ra, lo tau Alfi kemana?" Tanya Ana, sahabatku.
"Nggak. Setiap gue chat dia, dia cuma bilang males sekolah" jawabku jujur.
Ana menggelengkan-gelengkan kepalanya. "Kelakuan kayak bocah banget. Orang tuanya enak ya, ngebolehin dia bolos sekolah mulu. Udah hampir seminggu nih dia gak masuk sekolah"
Aku hanya menaikan kedua bahuku tanda tidak tahu.
Alfi namanya.
Aku menyukainya sejak sebulan yang lalu. Kalau ditanya kenapa, aku juga nggak tahu. Dia bukan prince charming seperti cowok di novel-novel kebanyakan. Dia cuma cowok biasa, yang suka bolos sekolah dan nggak pernah ngerjain pr. Tapi dia juga bukan bad boy yang sekarang ini jadi dambaan banyak cewek. Dia nggak ngerokok bahkan nggak punya tongkrongan. Dia Alfi, cowok rata-rata.
Akhir-akhir ini aku sering berhubungan dengannya melalui aplikasi chat LINE. Tapi nggak ada yang spesial, nggak ada modus-modusan. Bahkan, dia terbilang jutek padaku.
Dan entah kenapa aku selalu bersikap baik padanya walaupun ia hanya membalas chatku dengan singkat. Bahkan kalau di kelas, ia bersikap biasa saja padaku, mungkin kalau bukan aku yang mengajaknya ngobrol duluan, maka kami tidak akan ngobrol sehari-harinya.
Ini yang dinamakan 'ditolak' secara tidak langsung.
---
"Eh kelompok kita 2 orang lagi siapa nih?" Kataku sambil memperhatikan sekeliling kelas. Semua murid sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, yaitu menentukan kelompok.
"Tuh, Alfred sama Alfi aja. Pasti mau mereka berdua" sahut Ana.
Dan semenjak itulah, hampir setiap tugas kelompok kami selalu berada dalam satu kelompok.
Nyatanya, semua murid dikelasku seperti selalu mengirimkan sinyal-sinyal padaku dan Alfi. Kasarnya, mereka seperti 'menjodohkan'ku dengan Alfi. Bukannya aku tidak suka, tapi hal itulah yang membuat aku tidak nyaman. Hmm.. seperti menumbuhkan harapan kosong pada diriku.
---
Pada hari itu, Alfi masuk sekolah. Ia selalu telat setiap datang kesekolah. Entah ia sudah menyimpan berapa banyak poin pelanggaran.
Alfi datang dengan mengenakan tas hitam-birunya dan dengan wajah yang lesu. Sontak, aku bertanya kepadanya ketika ia melewati mejaku.
"Lo kenapa, Fi? Baru banget bangun?"
Ia mengangguk. "Masih ngantuk gue" lalu ia kembali berjalan menuju bangkunya.
Pernah beberapa kali saat jam pelajaran kosong, kami duduk berdua sambil mendengarkan musik. Satu earphone berdua. Sesekali kami juga bernyanyi bersama tak mempedulikan sekitar. Mungkin Alfi dan beberapa anak lainnya tidak peduli, tetapi ketahuilah, jantungku berdebar dan ada rasa senang dalam diriku. Ya, siapa juga yang tidak bahagia jika bisa duduk berdua bersama orang yang disukainya?
Namun Alfi sama sekali tak tahu akan hal itu.
---
Ada satu malam dimana Alfi tiba-tiba datang menjemputku saat ada acara closing cup di sekolah. Waktu itu, malam Minggu bulan Desember.
Alfi tiba-tiba mengirimku sebuah pesan di LINE.
"Ra, lo dimana?"
"Rumah, kenapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ALFI (One Shot Story)
Teen FictionMenyukai dalam diam.. Apakah akan terbayarkan, atau semakin memperparah rasa sakitnya? (Based on true story)