Setiap kata yang kamu ucapkan tak lebih dari sebuah kebohongan. Entah aku harus bagaimana menyikapinya. Aku hilang sabar, aku ingin menghilang, ah bukan aku ingin kamu menghilang, atau lebih baik aku yang menghilang. Entahlah aku hanya ingin jauh darimu, aku tak ingin dekat denganmu, melihatmu saja aku enggan. Dulu aku berpikir akulah satu- satunya, tapi ternyata tidak. Aku entah yang keberapa. Dirimu seperti magnet yang mampu menarik setiap wanita. Aku berpikir saat kamu mengenalkan keluargamu, aku menjadi satu- satunya wanita yang mengisi hatimu. Tapi saat aku tahu semuanya, aku tak tahu lagi hatiku, ekspresiku, sikapku untuk menghadapimu.
“karena wanita lain ya? Aku tahu semuanya selama dua bulan ini. Kalau itu yang kamu mau, oke kita putus” aku meninggalkan Rian di cafe tempat kami biasanya menghabiskan waktu. Beruntungnya aku tadi membawa mobil sendiri kalau gak aku yakin uang sakuku habis untuk naik taksi.
Aku sudah tahu Rian selingkuh, entah dia sudah selingkuh berapa bulan lamanya. Tapi aku mengetahuinya selama dua bulan. Aku memilih biasa saja, meskipun hatiku remuk saat itu. Aku memilih menjalaninya seperti sebelum aku tahu semua perbuatannya. Aku berpikir saat itu, apakah hubungan kami yang sudah jalan dua tahun membuatnya bosan, sehingga dia memilih jalan lain yang dianggapnya lebih menyenangkan. Dan kini hari- hariku akan tanpanya, aku belum tahu akan seperti apa. Yang aku tahu aku harus tetap melanjutkan hidupku, mungkin Tuhan menyediakan orang yang lebih baik dari Rian.
“jadi lu udah tau kalau dia selingkuh? Kenapa gak cerita sama gua sih. Biar gue hajar si brengsek” aku hanya tersenyum melihat ekspresi Eca, dia marah tapi terlihat menggemaskan.
“udahlah lagipula aku udah putus juga. Kamu mau hajar dia, yang ada kamu ditangkep polisi” aku memutuskan untuk menginap di rumah Eca, aku bukan Tuhan yang mampu menyimpan dan menyelesaikan semua masalah. Aku membutuh seseorang untuk mengurangi bebanku dan saat itu yang terpikir hanya Eca, karena dia sahabatku. Gak mungkin kan aku cerita ke kakaknya Rian ya meskipun dia sudah menganggapku adiknya sendiri. Aku gak mau menghancurkan hubungan kakak adik dalam keluarganya.“terus hubungan lu sama kak Dania gimana? Apalagi gue tau banget anaknya suka banget sama lu” benar juga aku jadi kepikiran sama Dika anak kak Dania, alias ponakannya Rian. Anak berumur hampir 5 tahun itu sangat dekat denganku. Aku dan Rian sering jalan- jalan sama Dika saat kak Dania dan suaminya ada kerjaan bersamaan. Apalagi bulan depan Dika ulang tahun yang ke 5, dan dia sudah memberitahukan jika ulang tahunnya yang ke 5 akan dirayakan bersama teman- temannya di taman kanak- kanak, tetangganya serta saudara- saudaranya dan Dika sudah memintaku untuk memberinya kado mobil- mobilan keluaran terbaru, dan tentu saja di Indonesia belum ada. Aku harus memesannya ke negara orang, dan baru datang beberapa hari lagi.
“aku bingung, bulan depan Dika ulang tahun, aku datang gak menurutmu Ca?” Udah buntu otakku, ini perkara putus aja lho ya.
“lu dateng ajalah, elah lu kan putus sama Riannya bukan sama keluarganya. Gue yakin Dika bakal ngarepin lu dateng. Lu mau nyakitin hatinya Dika” ya benar aku Cuma putus sama Rian, bukan berarti aku harus putus hubungan dengan keluarganya.
Waktu berjalan begitu cepat, rasa sakit hati masih ada, tentu saja. Tapi aku tidak bisa membiarkan sakit hati ini selalu ada di hatiku. Kenapa aku was- was untuk datang di ulang tahun Dika, takut semuanya tak sesuai rencanaku. Aku takut bertemu dengan Rian dan tentu saja pacar barunya. Aku takut bertatap muka dengan keluarga Rian, belum terlambat untuk tidak datang bukan, aku masih bisa memutar badan dan masuk ke mobil lalu pergi. Mungkin itu pilihanku.
“Alena ngapain lu berdiri aja disitu” baru juga putar badan, dari suaranya ini bukan Rian. Aku segera melihat ke arah pintu masuk. Tapi gak ada siapa- siapa. Mungkin perasaanku aja, mungkin akunya terlalu percaya diri sampai merasa dipanggil. Aku kembali membalikkan badan, dan melangkah ke mobilku.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
Teen Fictionsakit hati tapi rindu juga. mencoba mengikhlaskan tapi aku belum mampu -Alena Clara Ananta- merindukanmu adalah hal paling menyakitkan dalam hidupku. salahkah aku? -Petra Damar Perwira