Sepasang manusia itu memasuki salah satu booth foto sesudah membeli satu cup es krim berukuran besar untuk berdua. Gilang menggesekan kartu bermain dan memilih layout 6 kotak untuk foto mereka.
Mesin foto menghitung mundur dari angka tiga. Di hitungan kesatu, dengan jahilnya Gilang mencolek es krim dan mengusapkannya di hidung Gatari yang sudah siap difoto.
Melihat hasil foto pertama mereka di layar, Gatari membulatkan matanya. Gilang sontak tertawa menunjuk wajah Gatari di foto.
Cekrek.
Sadar mereka sudah difoto untuk kedua kalinya, Gatari memukul bahu Gilang kesal sementara yang dipukul mencoba menghindar dari pukulan-pukulan kecil dari pacarnya itu.
Cekrek.
Lagi.
"Ta! Muka gue konyol abis elah," gerutu Gilang.
"Heh, muka gu-"
Suara kamera kembali terdengar memotong ucapan Gatari. Keduanya terbahak melihat telunjuk Gatari di depan wajah Gilang dan mulutnya maju.
Tersisa satu kali foto lagi. Gatari merangkul Gilang dan tersenyum ke arah kamera. Tepat saat kamera menangkap gambar mereka, Gilang mencium pipi Gatari.
Setelah melihat hasil foto mereka, Gilang dan Gatari memilih untuk mencetak foto yang tadi.
Dari tempat bermain, mereka berjalan menuju kedai kopi.
Ketika Gatari sibuk memotret hasil foto tadi untuk diunggahnya di instagram, Gilang menceletuk, "Ta, nikah, yuk."
Kepala Gatari langsung terangkat, "Apa?"
"Nikah, yuk?" ulang Gilang.
"Ih, ngelamarnya sweet banget, ya," sarkas Gatari.
"I know that's not what you wanna say. Pasti soal Fea lagi, 'kan?" Gilang menarik napas dan membuangnya perlahan, "Ta, yang mau nikah itu lo, bukan dia."
"Tapi Fea kan sahabat deket gue, pake banget. Jadi, persetujuan dia juga penting banget. Jadi, ya... gitu," jelas Gatari kesekian kalinya pada Gilang.
"Gue tahu," jawab Gilang, "Tapi serius, alasan dia itu gak make sense banget, Ta."
"Ya tapi tetap aja dia sahabat gue, Lang. Gue tetap butuh pendapat dia," jelas Gatari.
"Ya udah, lah. Kita omongin ini kapan-kapan aja."
Gatari mengangguk. Sisa hari itu mereka jalani dengan bahagia. Tak ada yang tahu kalau sebenarnya Gatari memikirkan hal yang mengganjal dalam hubungannya itu.
***
"Ta, kalo diomongin itu jangan bebel. Nyesel belakangan," kata Fea mengakhiri ocehannya untuk Gatari.
"Fe, dia itu baik. Dia beneran sayang sama gue. Fe, lo gak suka lihat sahabat lo bahagia?" bantah Gatari.
"Udahlah, Fe. Mungkin dulu dia cuma khilaf," tambah Adel.
"Ta–"
"Lafea, tuh, lihat, yang lo jadiin alasan aja gak keberatan sama sekali. Kenapa jadi lo yang ribet, sih?" potong Gatari sebelum Fea selesai bicara.
"Del, gak bisa gitu. Enak aja khilaf-khilaf. Nanti kalau dia nyakitin Tata tersayang kita juga lo mau bilang dia khilaf lagi?" protes Fea.
Seorang yang lain di ruangan itu menghela napas lelah. Kata pacarnya, dia ikut untuk membantu mematahkan argumen Fea. Tapi, tiga orang itu berbicara tanpa jeda sedari tadi.
"Jadi, haruskah gue dililit pake talinya Wonder Woman terus teriak 'Gue sayang Gatari Anastasya!'? Fe, lo jadi makhluk ribet amat, sih."
Gatari, Fea, dan Adel seketika menoleh ke arah Gilang yang baru saja berbicara. Tampaknya mereka baru menyadari kalau Gilang dilupakan sejak tadi.
"Meskipun begitu tetap aja gue gak bakal setujuin lo nikah sama Tata!" seru Fea galak.
"Udah, Fe. Itu juga udah lima tahun lalu. Kita semua masih labil dulu." Seperti biasa, Adel yang menengahi.
"Tapi dia udah bikin lo sakit hati sampe mewek tujuh jam gak berhenti, Del. Gak menutup kemungkinan dia ngelakuin hal yang sama ke Tata," kekeuh Fea.
"Fe, dia sayang sama gue, Fe," Gatari menoleh ke Gilang, "Iya, kan, Lang?"
Gilang hanya mengangguk.
"Dulu pertamanya juga dia bilang sayang sama Adel, Ta." Kepala Fea sepertinya memang terbuat dari batu.
"Terserah lo, ah, Fe. Lang, kalo kalian nikah sama Tata pastiin anak satu ini gak tau tentang itu. Nanti dia ngerusuh gara-gara masih gak setuju. Gue sama Tata udah capek bilanginnya."
"Del, Fea tetap sahabat gue. Gue butuh persetujuan dia juga," bela Gatari.
"Aaa..! That's my girl. Lo butuh persetujuan gue, kan, buat kawin sama cecunguk itu? NAH! Makanya, gue gak setuju. Jadi lo gak bisa nikah sama dia," sorak Fea senang.
"Kalo lo gak setuju ya udah. Gue gak nikah sampe tua. Mau lo lihat teman lo jadi perawan tua, ha?!"
"Gak bakal, Ta. Emak lo pasti nikahin lo sama anak temannya or something like that," ujar Fea sambil tersenyum miring.
"Gak bisa gitu, Fe. Gue bakal bilang ke nyokap kalau gue gak nikah karena gak dibolehin sama Fea," Gatari menjulurkan lidahnya.
"Gue, kan, gak bolehinnya lo nikah sama Gilang, bukan gak bolehin lo nikah."
"Serah lo, Fe, serah! Hayati lelah! Bodo ya, gue bilang ke nyokap gue kalo Fea gak bolehin gue nikah. Biar digorok sekalian lo!" Gatari melotot sambil berteriak sebal.
"Argh! Kok lo batu banget sih dibilangin?! Okay! Fine! Gue setuju! Ta-"
Gatari langsung melompat memeluk Fea seperti panda memeluk pohon bambu meskipun ucapannya belum selesai,"Yeeeyyy!! Makasii Lafea ku sayang! Muah, muah!" Dia melempar kiss bye pada udara.
"WOY! GUE GAK BISA NAPAS, TA!" Fea meronta-ronta dalam pelukan Gatari.
Gatari menunjukan deretan gigi putihnya lalu kembali duduk.
"Tapi, ada syaratnya," Fea tersenyum misterius.
"Apa?" Gilang dan Gatari menjawab bersamaan.
"Bantuin gue deket sama Evan, ya, Lang?" pinta Fea sambil menyengir.
Semua orang sontak menghela napas lelah.