"Eh! Lo tuh ya, gak abis-abisnya buat gue emosi! Ngapain juga lo ngikutin gue ke toilet cewek, hah?!" Cewek itu berkata marah sambil mendengus kesal pada laki-laki dihadapannya yang menahan sakit akibat jewerannya, di mana lagi kalau bukan di kuping.
Cowok itu meringis, mengusap-usap telinga yang memerah sambil berkata, "Gile sakit banget coy!" Dia menatap cewek dihadapannya yang sudah dendam kesumat dengannya sejak awal kali bertemu. "Kenceng banget jeweran lo Na, bikin gue dimabuk kepayang." Cowok itu berkata, setelahnya ia kabur dari hadapan seorang Denira Agatha.
Ya, namanya Denira Agatha, tapi orang-orang memanggilnya Nina. Entah panggilan itu sejak kapan, yang jelas Nina merasa enak dipanggil 'Nina' saja.
Teringat lagi kejadian yang baru saja ia alami bersama cowok super menyebalkan yang pernah Nina kenal. Rafa Austin. Cowok yang menguntitnya saat ke toilet pada jam pelajaran berlangsung. Setahu Nina--teman sekelasnya sendiri, Rafa itu dikeluarin sama bu Yana gara-gara kelakuannya di kelas, bukan memperhatikan guru yang sedang menjelaskan, Rafa malah asik-asiknya mengobrol sambil tertawa di belakang, bersama kedua sahabatnya, Rizky dan Vino. Akibatnya mereka bertiga dilarang masuk pelajaran bu Yana.
Tapi Nina gak habis pikir karena bisa-bisanya cowok itu mengusilinya yang jelas sudah harus melaksanakan hukuman.
Namun, gadis berambut sebahu itu cuek dan memilih masuk kembali ke kelas setelah emosinya meredam.
***
Jam pelajaran hari ini telah selesai. Seluruh siswa maupun siswi yang berada di kelas XI IPS 1 itu bergegas keluar dan pulang ke rumah masing-masing, terkecuali Nina.
Cewek itu sedang membereskan barang-barangnya ke dalam tas ketika sebuah kepala menyembul dari pintu kelas. "Oi, Na, jangan kelamaan di dalem kelas, ntar kesambet!" Sahut orang itu. Nina gak peduli dan gak mau ambil pusing, dia mengabaikan perkataan cowok yang tidak lain adalah Rafa.
Lagi dan lagi, cewek itu cuma mendengus dan berjalan keluar kelas dengan tentram dan tenang jika tidak digagalkan oleh Rafa yang dengan entengnya menarik ransel Nina, membuat cewek itu tertarik kebelakang dengan posisi masih memunggungi Rafa.
Nina berbalik, hendak menghajar Rafa saja kalau cowok itu tidak dengan cepat menyangkal tangan Nina dua-duanya. Cewek itu meringis dan memberontak.
"Sakit tangan gue pea!" Nina memaki saat Rafa melonggarkan pegangan tangannya.
"Mau apa lagi sih lo?" Nina berkata setengah berteriak, membuat kuping Rafa seketika menjadi berdengung.
Rada refleks menutup kedua kupingnya dengan tangan, "Anzer, suara lo ngalahin adzan Na! Santai dikit aja bisa nggak sih?" Bukannya pertanyaan Nina dijawab, Rafa malah balik bertanya.
Nina menggeleng, "Udah, gue mau pulang." Cewek itu kembali berbalik badan namun yang terjadi selanjutnya adalah tangannya malah ditarik oleh Rafa. Nina yang sudah geram akhirnya berteriak mengulang pertanyaannya tadi.
Rafa masih memegang pergelangan tangan Nina lalu berkata, "Jangan kayak gini dong, Na, gue cuma pengen nanya sama lo doang susah amat sih," Cowok itu tampaknya menghembuskan nafas kasar.
Nina melirik Rafa sekilas, "Nanya ya nanya aja ga usah narik sana narik sini. Mau nanya apaan sih?" Nina mulai tidak sabaran dengan berusaha melepaskan tangannya yang ditahan itu.
Sebelum melanjutkan perkataannya, Rafa cengengesan sebentar diselingi bercandaan, "Ga usah natap gue kayak gitu Na, gue gak mau nanya lo mau jadi pacar gue apa nggak kok," detik selanjutnya cowok itu tertawa.
Langsung saja Nina menghujani cowok itu pukulan di bahu dengan tangan kanannya yang bebas. "Lo emang gak bisa serius ya sama orang, udah berapa banyak waktu yang gue buang buat ngeladenin lo! Ish, gue mau pulang Rafa!" Nina meronta-ronta minta dilepaskan, saat itu juga Rafa melepas pegangan tangannya sambil tertawa pelan, "Maaf deh maaf, sebagai permohonan maaf, gue anter lo pulang deh."
Nina terbelalak, cepat-cepat dia bertkata, "Huh, bilang aja lo cuma mau modusin gue 'kan, makanya hadang-hadang gue pulang. Gak, gue gak bakal sudi duduk di jok motor lo!"
Sebelum berkata apa-apa, Nina sudah melesat jauh dari pandangan Rafa yang tak henti-hentinya tertawa melihat Nina. "Dasar cewek gengsian."
Nina bernafas lega ketika dilihatnya sebuah taksi, cewek itu buru-buru masuk ke dalam sana dan menyebutkan alamatnya. Namun yang terjadi, Nina malah mendapat pelototan dari supir taksi. "Mbak, saya lagi nunggu orang yang tadi di taksi saya, mbak ngapain masuk?" Saat itu juga Nina merasakan malu luar biasa. Ia segera meminta maaf dan keluar dari taksi tersebut.
Kesialan keduanya hari ini setelah berhadapan dengan Rafa.
Tanpa disadarinya, dari luar terlihat jelas Rafa sedang tertawa terbahak-bahak di atas motornya melihat Nina yang malu-maluin. Menyadari itu, Nina langsung kabur dari pandangan Rafa.
Sialan tuh orang.
Nina memutuskan untuk menunggu bus yang lewat saja di halte, mumpun masih jam 2 siang, masih banyak bus yang akan singgah nantinya.
5 menit hingga 10 menit kemudian, Nina masih setia berdiri menunggu bus yang lewat tapi satu pun tidak ada. Bertambahlah kekesalan dalam wajah Nina.
Suara klakson terdengar nyaring, membuat Nina menoleh dan mendapati Rafa bersama motor andalannya itu.
Gak ada pilihan lain. Dia membatin.
Rafa melepas helm yang melindungi kepalanya, "Gimana, masih mau nolak ajakan gue?" Rupanya cowok itu masih saja ingin menggoda Nina dengan turun dari motornya untuk berhadapan dengan cewek paling gengsi yang ia kenal.
"Udah siang banget nih, Na, gue takut aja nyokap bokap lo khawatir anaknya belom pulang-pulang," Rafa menambahi beserta senyum mengejek yang tak lepas dari wajahnya.
Nina menyerah, daripada ia harus menunggu bus atau taksi yang lewat, mendingan Nina ikut si curut. "Yaudah deh." Dan ucapan itu membuat Rafa lagi-lagi melempar senyum.
"Lo pegangan ya, gue mau ngebut soalnya," Rafa berkata seperti itu ketika Nina sudah duduk manis di jok belakang motornya.
"Modus mulu kerjaan lo deh!" Nina berdecak sebal, tak urung ia juga akhirnya mencengkram kedua bahu Rafa untuk berpegangan ketika motor cowok itu melaju dengan cepat.
"Lo sinting banget bawa motor gini, lo mau buat gue celaka Rafa!" Nina menjerit-jerit sepanjang perjalanan pulang yang menegangkan seperti sedang menunggu pengumuman pemenang audisi iklan shampo yang pernah diikutinya.
Tiba di depan rumah Nina, cewek itu langsung saja berlari, masuk ke dalam rumahnya tanpa ucapan 'terima kasih' untuk Rafa
Namun tipikal cowok macam Rafa, cowok itu tidak memikirkan dan tersenyum saja saat membayangkan ekspresi Nina tadi saat diboncengnya.
Di sisi lain, Nina yang masih deg-deg-an langsung melesat ke dapur setelah membuka sepatu dan kaos kakinya serta melempar tasnya ke sofa. Cakep.
Ia menghampiri Bundanya yang sedang masak di dapur, "Bunda!" Nina merengek manja.
Bunda Nina yang melihat wajah anaknya kayak abis dibegal langsung menghujani Nina berbagai pertanyaan seperti 'kok telat pulang sih' atau 'kenapa mukanya kusut gitu kayak benang aja' dan Nina memilih untuk diam saja.
**