Prolog

9 1 0
                                    




Setetes air embun mengalir jatuh dari dedaunan, membuat riak mungil di permukaan danau. Di sana terdapat bayangan Ito yang tertunduk menatap bayangannya sendiri. Ia mengenakan jaket parka, sarung tangan dan sepatu boots. Suasana fajar yang dingin membuat bibirnya sedikit bergetar. Ia mulai mengangkat wajahnya ke atas mengamati langit yang perlahan-lahan mulai mengubah warnanya.

Di sekitarnya hanya ia seorang yang berdiri menunggu matahari terbit seutuhnya. Keindahan ketika matahari terbit adalah hal yang terakhir yang ingin ia lihat sebelum ia pergi ke asramanya yang berada di luar kota. Hal itu juga merupakan kenangan terakhirnya bersama Allen, adik perempuan angkatnya yang telah lama meninggalkannya dan keluarganya.

"Ito!" panggil seseorang dari belakang.

Ito menoleh. Pria bertubuh tegap layaknya tentara yang merupakan sahabatnya, Ray, memegang bahunya. Wajahnya yang tegas memperlihatkan rasa kasihan kepada Ito. Jauh di belakangnya, wanita berwajah cantik yang merupakan teman masa kecilnya yang kini akan menjadi istri Ray, Rena, hanya diam berdiri di sana. Ekspresi wajahnya sama dengan Ray hanya saja ia terus memalingkan wajahnya dari Ito.

"Sebaiknya kamu berhenti mengenangnya terus. Itu akan menyakiti dirimu sendiri," ucap Ray pelan.

"Aku tahu," 

Ito menepis tangan Ray. Matanya masih tertuju pada bayangannya di air danau. 

"Seandainya aku bisa bersama Allen lebih lama lagi dan... sebenarnya banyak hal yang kusesali," Ito mengepalkan tangannya lebih keras. "Andai saja aku diberi kesempatan kedua untuk menghabiskan waktu bersamanya."

"Ito..." Ray memandangi Ito dengan wajah penyesalan yang terdalam.

"Ini yang terakhir kalinya. Aku akan pergi sekarang. Semoga kalian bahagia dengan pernikahan kalian."

Ito menepuk bahu Ray dan tersenyum pada Rena yang masih memandangnya dari kejauhan, lalu pergi meninggalkan mereka berdua yang masih memandanginya dengan rasa kasihan.


WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang