Satu

39 3 1
                                    

"Shit!"

Wanita berambut pirang itu terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu. Beberapa tetes keringat mulai mengalir di lehernya.

Lagi-lagi ia menemui mimpi buruk yang telah menghantuinya beberapa tahun terakhir ini.

Wanita itu menghela napas panjang.

Ia tak mengerti, mimpi tadi seakan ingin menjelaskan sesuatu padanya.

Tapi apa?

Entahlah, ia hanya melangkahkan kakinya menuju bar kecilnya tuk meminum air putih, berharap segera hilang dahaga di kerongkongannya yang terasa mencekik.

Ia nampak berpikir sesekali mengernyitkan keningnya. Sudah berkali-kali ia mencari cara untuk membuang jauh-jauh mimpi itu. Alhasil ia tak menemukan cara apapun dan ia pun akhirnya kembali ke kasur empuknya dan terlelap lagi.

Hari menjelang pagi.

Seusai mandi, seperti biasa ia bersiap-siap memakai baju formalnya setelah mendapat puluhan telepon tak terjawab dari ayahnya.

Ia sudah paham betul maksud ayahnya itu menelepon dirinya, apalagi kalau bukan karena ia harus mengontrol perkembangan usaha ayahnya di kantor.

Tak lupa ia selipkan pistol kecil dan alat suntik bius di saku bagian dalam blezernya untuk jaga-jaga. Make up tebal pun telah menutupi wajahnya yang cantik.

Lalu berangkatlah ia ke markas besarnya.

"Selamat pagi, Mrs Avena!" Sapa ramah salah seorang karyawan.

Jassie hanya mengangkat sebelah alisnya dan tak menoleh sedikitpun.

Dia hanya terlalu malas menjawab sapaan dari karyawan-karyawannya yang sok ramah itu padahal ia tahu semua karyawannya brengsek. Buktinya mereka mau saja bekerja di perusahaan ayahnya yang jelas-jelas ilegal dan tentunya berjalan tidak secara public.

Jassie masuk ke ruangannya yang berada di tingkatan paling atas. Sejenak ia pandangi tempat duduknya yang terlihat menunggu tuk di huni.

Baru beberapa menit ia duduk, tiba-tiba masuk seorang pria dengan membawa beberapa berkas tuk diperlihatkan dan ditandatangani oleh atasannya itu.

"Kalau mau masuk, biasakan ketuk pintu dulu!" Jassie memperingatkan tanpa menoleh.

Seketika pria itu gugup dan tubuhnya sedikit bergetar. Dia benar-benar takut akan membangunkan singa yang sedang kelaparan itu.

"M mm ma ma-afkan saya, Mrs!"
Ucapnya seraya menyodorkan berkas-berkas itu dengan gugup.

Jassie tak menjawab. Pertanda ia mau memberi kesempatan pada pria itu sehingga membuatnya mendesah lega.

Dengan lihai, Jassie memeriksa berkas-berkas yang tak lain mengenai perkembangan perusahaannya.

Dia tersenyum kecut. Ia tak menyangka usaha ayahnya benar-benar meningkat tajam.

Yah, hanya saja ia tak mengerti banyak sekali orang yang berminat membeli obat dan peralatan narkoba itu kepada perusahaannya walaupun dengan cara sembunyi-sembunyi.

Padahal dia sendiri tak tertarik sedikitpun untuk menggunakannya. Bahkan ia jijik walau hanya sekedar memegangnya.

Jangan kaget, dari dulu dia memang tidak menyukainya, padahal dia sendiri yang membuat perusahaan ilegal itu semakin berkembang karena menjalankan perintah mutlak ayahnya.

Kalau bukan demi ayahnya yang sangat ia sayangi itu, dia tak akan mau menjalankan usaha bodoh itu.

"Good, tingkatkan lagi!" Jassie mengangguk pelan seraya mengembalikan berkas-berkas tadi ke tangan pria itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Disguise AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang