Ten - Aku Takut

2K 249 20
                                    


       Seiring kejadian itu (Namakamu) menjadi seorang yang suka mengurung diri di kamar dan menjadi pribadi yang lebih tertutup. Ia sangat trauma mengingat kejadian demi kejadian yang hampir saja merenggut hartanya yang paling berharga. Ia juga sempat banyak-banyak berterimakasih kepada Iqbaal karena menjadi penyelamatnya, andai saja Iqbaal tak datang kala itu, (Namakamu) sudah menjadi sampah yang tiada harganya lagi. Bahkan, mungkin ia lebih memilih bunuh diri daripada melanjutkan hidupnya yang tak lagi ada gunanya.

       Hari ini adalah hari ketiga setelah kejadian tak diinginkan itu melanda (Namakamu). Dan sudah tiga hari pula ia tidak masuk sekolah, ia tidak mau bertemu dengan siapapun kecuali ibunya tercinta. Kejadian itu membuatnya sangat terpukul dan takut bertemu orang awam. Ia takut apabila kejadian itu kembali menimpanya dengan pelaku yang sama atau bahkan berbeda, karena sejatinya ia tidak tahu mana orang baik, mana orang jahat, dan mana orang jahat yang pura-pura baik.

       Sudah tiga hari ini pula Iqbaal dan bundanya selalu berkunjung untuk menjenguk (Namakamu), namun lagi dan lagi, gadis itu tidak mau bertemu dengan orang lain selain ibunya, ia terlalu trauma dan takut. Kejadian ini membuat Rike, bunda Iqbaal semakin iba dengan nasib gadis manis yang tak kunjung mendapatkan kebahagiaan, yang didapatinya setelah kehilangan ayahnya malah kesengsaraan ya tiada ujung.

       "Saya sangat prihatin dengan keadaan (Namakamu), bagaimana kalau kita bawa dia terapi, agar psikologinya kembali membaik seperti semula." Rike meneguk teh manis hangat yang dibuat Anita, belakangan ini mereka terlihat sangat akrab.

       Anita diam sejenak, mengingat kehidupannya yang tengah di ambang kesusahan ini, dengan keadaan (Namakamu) yang memprihatinkan itu, mustahil baginya untuk meminta atau mengambil uang dari tabungan (Namakamu) untuk membawa gadis itu berobat. Kejadian ini juga belum terdengar sampai ke orang tua maupun mertuanya, kalau sampai mereka tahu, pasti akan terjadi bencana yang lebih besar.

       Orang tua dan mertuanya yang fanatik dengan keadaan cucunya itu tentunya akan sangat mengamankan (Namakamu) apabila sudah mendengar kabar itu. Semua akan dikerahkan untuk menjaga gadis itu, kalau perlu, mereka akan menarik paksa Anita dan anaknya itu untuk pindah dan mengasingkan diri agar tidak berurusan lagi dengan musuh bebuyutan mereka itu. Sebenarnya Anita bisa saja meminta orang tua atau mertuanya mengerahkan bodyguard segala macam, namun ia tidak mau merepotkan orang menyangkut kehidupan rumah tangganya.

       "Aku sudah memikirkan hal itu." ucap Anita kemudian.

       "Kalau begitu, berbicaralah pada anak gadismu itu. Kita akan pergi ke psikiater untuk mengobatinya. Aku tidak mau melihatnya trauma terus-menerus." celoteh Rike. Bagaimanapun juga, ia sudah menganggap (Namakamu) seperti anaknya sendiri.

       "Baiklah, aku akan berbicara dengannya." Anita bangkit dari perapiannya dan berjalan pelan menuju kamar anak gadisnya.

       Sepeninggal Anita, Rike dan anak bungsunya saling pandang dengan tatapan iba. Lagi-lagi kejadian yang tak diinginkan menimpa keluarga malang ini. Iqbaal juga sempat tak enak hati dan mengutuk dirinya sendiri karena belum seutuhnya bisa menjaga gadis pujaan hatinya itu dari marabahaya. Dirinya terlalu teledor, sampai-sampai kubu musuh bisa memanfaatkan waktu luang untuk membawa (Namakamu) pergi dan melakukan hal tidak senonoh di luar pengetahuannya.

       "Bunda, maafin Iqbaal.." ucap Iqbaal pelan. Sudah kesekian kalinya Iqbaal meminta maaf.

       Rike mengusap puncak kepala anaknya. "Sudah terjadi semuanya. Kita tidak bisa berkehendak. Seharusnya kita bersyukur, kamu tidak telat datang dan kejadian tak diinginkan lain tidak menimpa (Namakamu)."

       "Tapi Bunda aku gagal—"

       Rike menempelkan telunjuknya tepat di bibir anaknya. "Bahkan kamu adalah pahlawan terhebat yang Bunda miliki."

3. Teman Semeja • IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang