"Kalau sampai tiga hari Kara Noona tidak pulang juga, aku akan menjemputnya ke panti. Kau mau ikut?"
Jongin bertanya tanpa menoleh, dia duduk tenang sebagai penumpang di dalam maserati grancabrio yang dikendarai Sehun. Pagi ini Jongin kembali menumpang mobil Sehun, dia terlalu malas nyetir mobil sendiri. Lebih tepatnya, mengendari mobil sendirian bukan lagi hobi Jongin, sejak Kara memutuskan dia dan Sehun menggunakan mobil yang sama ke sekolah.
"Dua minggu."
"Ah, ya baiklah, dua minggu. Ya ampun, kenapa harus jadi selama itu sih? Katanya cuma beberapa hari, terus jadi seminggu, sekarang malah molor jadi dua minggu."
"Kara butuh refreshing," Sehun melirik Jongin sebentar, "siapa yang tahan pada sikapmu di rumah selain Kara. Kalau dibiarkan, Kara mungkin akan jadi pasien Dokter Wolfgang selanjutnya."
Jongin tergelak, dia manggut-manggut.
"Pertama kali melihatnya, aku merasa seperti sudah mengenal Kara sejak lama," kata Jongin. "Mungkin di kehidupanku yang dulu, kami pernah jadi saudara."
"Memangnya kau sudah hidup berapa kali, Jongin?"
"Baru satu kali sih."
"Cih!"
"Kara seperti kakak perempuan yang sudah lama pergi dan baru aku temukan kembali. Kau paham maksudku?"
Sehun menggeleng.
"Seingatku, sebelum kita pindah ke Amerika, aku punya kakak perempuan, tapi dia tidak ikut pindah. Dulu aku sempat bertanya pada ibu, tapi ibu bilang sekarang saudaraku cuma empat, semua laki-laki, tidak ada yang perempuan. Entahlah, aku lupa-lupa ingat. Hey! Siapa yang berani memakai tempat parkirmu?" Jongin berseru, mereka baru saja masuk pelataran parkir sekolah khusus mobil. Sehun diam saja, dia hanya memandang mobil lokal merah seri lama yang terparkir beberapa meter di depan mereka, di tempat yang biasanya dihuni oleh mobil mewah Sehun.
Jongin keluar dari mobil sambil berkacak pinggang, menatap jengah mobil merah yang bodi belakangnya baru saja dia tendang. Seorang siswa menghampiri Jongin, tertulis Huang Zitao di papan nama yang tersemat di dada kirinya. Dia setinggi Jongin, menutupi kelopak sipitnya dengan kaca mata. Zitao memberi tahu Jongin; siswa baru yang berdiri di ujung parkiran sebagai pemilik mobil merah. Dengan nada menjilat, dia menambahkan:
"Aku sudah berusaha memperingatkan, tapi si pemilik mobil merah hanya tertawa remeh," tukasnya.
Sekelompok siswi baru saja tiba, mereka menatap tertarik sekaligus takut pada wajah Jongin yang mengeras. Jongin memanggil si pemilik mobil merah, sementara pria berkaca mata menepi. Dia kurus, tidak terlalu tinggi, struktur wajahnya keras tapi dia lumayan tampan.
"By the way aku punya nama, Kim Jongin." Pria itu menyeringai, memandang tanpa minat. "Namaku Zhang Yixing." Yixing kembali menyeringai, mata hitamnya menajam, tak mau kalah dengan aura membunuh Jongin saat ini.
"Aku tidak peduli siapa namamu. Ini tempat parkir saudaraku, jadi cepat singkirkan mobilmu sebelum dia murka dan menghabisi mobil bututmu ini." Jongin melirik Sehun yang geming di balik kemudi, Yixing ikut memandang ke arah Sehun.
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Apa kau bilang?"
Wajah Jongin kian mengeras, Yixing tertawa, terdengar merendahkan dan memuakkan di telinganya. Jongin menarik sudut bibirnya, berdecak, lalu mundur lima langkah. Kemudian, tanpa Yixing sangka-sangka, maserati yang dikendarai Sehun meluncur tanpa ampun, menghantam mobilnya, dua kali, hingga alarmnya berbunyi, nyaring. Jongin tertawa puas ketika Yixing berteriak, lampu belakang mobil copot lalu beringsut ke tanah, bodinya bahkan nyaris hancur. Sehun menghajar mobil tua itu dengan sangat keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of The Swain
Hayran KurguJi Kara, gadis 25 tahun yang baru saja dipecat dari pekerjaannya, tiba-tiba mendapat tawaran pekerjaan dari pria konglomerat untuk menjaga keempat adiknya. Gajinya menggiurkan, tapi syaratnya sangatlah tidak masuk akal. Kara harus tinggal di rumah p...