7.

300 37 11
                                    

Seharusnya Hyojin tahu, mengunjungi apartemen laki-laki di malam hari adalah suatu tindakan yang tidak benar. Berulang kali ia memikirkan hal ini.  Tapi dia harus mencari tahu.

Sesaat lalu, pikirannya memang menyuruhnya untuk mengabaikan perihal apa yang telah ia lihat pada masa depan Kim Yugyeom. Tapi, hati kecilnya berkata bahwa ia harus melakukan sesuatu agar tidak mau menyesal di keesokan hari.

Seandainya saja, dia tidak melihat hal yang tidak-tidak pada dua pemuda itu, Hyojin pasti akan menjalani kehidupan seperti yang ia inginkan. Hidup tenang dan melakukan semuanya selayaknya orang biasa. Menjalani kehidupan seperti yang ia rencanakan. Bukan seperti sekarang.

Meskipun sepertinya penglihatan yang ia dapat dua kali selama di Seoul ini adalah penglihatan jangka panjang. Dan cukup yakin jika hal itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini. Tapi, ia perlu waspada. Tidak mungkin firasatnya selalu benar.

Dan disinilah ia sekarang, duduk termenung diatas sofa di ruang tamu apartemen Bambam. Menunggu Bambam yang sedang membuatkan minuman untuknya.

Menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ia mendapati bahwa apartemen Bambam menyimpan banyak barang. Mungkin karena ditempati oleh dua orang, sehingga barang-barang yang seharusnya berada di kamar lain jadi berada pada satu tempat.

"Gomawo," ucapnya ketika Bambam mengulurkan satu gelas susu coklat hangat padanya.

Sebenarnya tadi Hyojin menggunakan modus meminjam buku catatan pelajaran kimia milik Bambam agar bisa main ke apartemennya dan mengorek sedikit informasi tentang Mark Tuan dan Kim Yugyeom.

Kalau saja Mark dan Yugyeom hanyalah orang yang dikenalnya sambil lalu dan termasuk golongan orang yang hanya ditemuinya satu kali seumur hidup, maka sudah pasti ia tidak akan bersusah payah seperti sekarang.

Masalahnya, mereka berdua adalah orang yang ia kenal dan mungkin akan bersamanya dalam waktu yang lama mengingat mereka masih satu apartemen dan satu sekolah. Dan mereka merupakan teman-teman saudara sepupunya. Choi Youngjae.

Jelas saja Hyojin tidak bisa mengabaikan mereka.

"Kemana Youngjae-Oppa?" tanya Hyojin pada Bambam. Merasa agak kikuk karena baru kali ini dia memanggil seseorang dengan sebutan Oppa. Dia anak tunggal, omong-omong. Dan di London tidak ada orang yang bisa ia panggil Oppa.

Kadang ketika Hyojin kelepasan memanggil Appa dan Eommanya dengan panggilan Dad dan Mom, seketika itu juga dia mendapat pelototan dari Eommanya. Disertai ceramah singkat tentang pentingnya melestarikan budaya negara asalnya.

"Dia menemui Mark-Hyung. Ada beberapa soal matematika yang menurutnya susah," ujar Bambam seraya menempatkan pantatnya diatas sofa empuk di ruang tamu.

"Jadi Mark pintar?"

"Bicara apa kau? Tentu saja. Dia selalu mendapat peringkat pertama di setiap ujian. Nilainya mendekati sempurna, Hyojin-ah," jawab Bambam diiringi tawa. "Lalu kau seharusnya memanggilnya Oppa. Bukan Mark."

"Aku tidak terbiasa kalau kau mau tahu."

"Kau harus membiasakannya. Mark-hyung dan Jaebum-hyung itu yang paling tua diantara kami. Yang seusia denganmu hanya aku dan Yugyeom," kata Bambam.

"Bukankah Youngjae-oppa dan Jinyoung-oppa itu juga satu tingkat dengan kita?"

"Ne. Tapi, usia mereka lebih tua satu tahun diatas kita." Bambam tersenyum.

"Ahh.. Geurae." Hyojin manggut-manggut mengerti. "Jadi kecuali kau dan Yugyeom, aku harus memanggil Oppa pada mereka semua?"

Hyojin menunjuk foto mereka bertujuh dalam satu frame yang tertata apik di atas meja di dekat sofa tempat Bambam duduk. Bambam menoleh sejenak kearah foto itu kemudian mengangguk sambil tersenyum.

SWEET  NIGHTMARE  (a GOT7 FANFICTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang