[Bab 20]

32 6 0
                                    

"Kepercayaan itu rapuh. Sama seperti kertas yang telah lecak, tidak bisa kembali ke semula"

Malam ini, benar – benar malam yang tidak pernah aku bayangkan. Tapi, terjadi begitu saja. Rasanya lega mengetahui Edgar yang ternyata jatuh juga pada ku. Aku harap untuk kali ini, Edgar bukan mempermainkan perasaan aku, melainkan benar – benar mencintai pada ku.

Setelah dari taman, aku dan Edgar keluar menuju jalan besar di komplek. Berjalan berdua di bawah gemerlap malam yang di hiasi bulan serta bintang. Ya, untuk kali ini aku tak lagi sendiri. Aku bersama seseorang. Seseorang yang sejak dulu selalu memenuhi pikiran dan hati ku. Nyatanya, dewi fortuna berpihak pada ku, dan aku sangat bahagia akan itu.

Sesampainya di pertigaan, aku berpisah dengan Edgar. "Wait ... Al ... "Panggil Edgar ketika aku sudah sedikit berjalan menjauh. Mendengar itu, aku berbalik dan melihat Edgar berjalan ke arah ku.

Edgar langsung memeluk ku dan berbisik, "See you tomorrow, princess"Dia melepas pelukannya, lalu berjalan pergi dan sesekali menoleh balik kepada ku.

Untuk beberapa saat, aku mematung di tempat. Hanya diam dan tersenyum memperhatikan Edgar yang hanya beberapa meter di depan ku. Aku menyentuh tanah, menapakkan kaki di bumi. Tapi, rasanya seakan tubuh ku melayang bersama raga Edgar, menari – nari di atas awan. Ah, indahnya jatuh cinta.

Kemudian, aku berbalik. Meninggalkan jalan yang mulai sepi. Bersama dengan wajah bersemu, aku melangkah pulang dengan mantap. Senyum itu tidak pernah pudar dari wajah ini. Sampai akhirnya aku menjejakkan kaki ku di rumah yang selalu ber-atmosfer dingin itu.

"Anggap saja rumah sendiri"

"Ah, sudah malam saya ngga enak, mas"

Samar – samar aku mendengar suara dua orang dari ruang tengah. Dengan berjalan pelan—tanpa menimbulkan suara aku mendekati sumber suara tersebut. Pelan tapi pasti, aku bisa melihat dua orang di sana;ayah dan ... seorang perempuan dengan paras cantik, terlihat seperti umur 20 menjelang 30. Jika aku tebak, pasti itu simpanan ayah yang lain. Jadi, aku hanya berdiam diri, menunggu mereka menyadari kehadiran ku.

Tapi, nyatanya dalam gelap maupun terang ayah tidak pernah menaruh perhatian kepada ku kan? Ha. "Ehm"Aku berdeham cukup kencang untuk membuat keduanya menatap ke kanan; kepada ku.

"Alina? Ayah kira kamu sudah tidur"Ayah mengulas senyum basa – basi terhadap ku.

"Kapan ayah pernah peduli sama aku?"Aku ikut mengulas senyum kepada ayah, bedanya aku menunjukkan kesinisan dalam wajah. Seperdetik kemudian ayah seakan memberi kode melalui wajahnya, siratan 'jangan macam – macam kamu saat ada tamu ayah' terlihat sangat jelas dalam wajahnya. Namun, aku tidak peduli.

"Oh, hai, nyonya. Anda manis sekali"Ucap ku sambil menatap perempuan yang duduk di sebelah ayah.

"Hai. Saya tidak tahu kamu punya anak, Hans"Perempuan itu tampak ramah, tapi, aku tahu dia menyembunyikah berjuta – juta kebingungan di dalamnya. Ayah sendiri pun tidak bisa menjawab, dia sedang berpikir untuk jawaban yang tepat.

Jadi, aku pikir lebih baik aku yang akan menjawabnya. "Oh, tidak usah dipikirkan, nyonya. Saya memang selalu tidak dianggap di sini. Kalau boleh, saya akan ke kamar saya sekarang. Selamat malam"Ucap ku dengan sopan namun penuh dengan sindiran dan kedinginan di dalamnya.

Setelah mengucapkan hal itu, tanpa menunggu balasan, aku langsung menaiki tangga dengan cepat. Sesampainya di kamar, aku langsung merebahkan tubuh ku di atasnya. Berusaha untuk tidur dengan memejamkan mata. Malam ini ... lebih berat dari yang aku bayangkan.

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang