Seminggu kemudian, aku mengajak Geo pulang ke kampung halamanku, lalu di hari berikutnya, bersama rombongan keluargaku, aku membawa Geo untuk mengikuti acara lamaran ke rumah Sarida.
Acara lamaran ini berlangsung sangat khidmat. Keluargaku dan keluarga Sarida membaur dan saling bercengkrama, kami bergembira dengan memasang wajah-wajah yang penuh dengan keceriaan, kecuali Geo. Pacar lelakiku itu sepertinya belum bisa rela seutuhnya melepaskan aku untuk mengarungi jenjang pernikahan, wajah tampannya nampak murung seperti cuaca hari yang berawan gelap karena mendung.
''Geo ...'' Aku menyentuh pundak Geo saat dia berdiri menyendiri dengan pandangan kosong menatap langit yang cerah.
''Ada apa denganmu?'' ujarku, Geo terperanjat, dia buru-buru menyembunyikan wajah sedihnya dan berusaha tersenyum di hadapanku.
''Aku tidak apa-apa, Tirta... aku... Aku turut bahagia... karena kamu bisa menemukan tambatan hati yang sesungguhnya...'' ungkap Geo dengan memasang wajah di buat seceria mungkin, walaupun aku tahu itu hanya kamuflase belaka.
''Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Geo ...''
''Jangan menebak sesuatu yang tidak pasti kebenarannya ...'' tukas Geo mengelak dengan mimik wajah yang berubah-ubah, dia tersenyum simpul dengan melebarkan bibir gempalnya, namun pancaran matanya ada sebuah kesedihan yang tertampang jelas di sana.
''Geo ... Aku saYang ...'' Aku menyentuh tangan Geo dengan lembut.
''Aku tahu... sudah beratus-ratus kali ... bahkan mungkin ribuan kali kamu mengatakan hal itu ....''
''Kebahagianku adalah kebagiaanmu juga, Geo ....''
''Iya... aku juga berharap begitu." Geo menghela nafas dalam, ''tapi... sudahlah... kamu tak perlu memikirkan aku, Tirta ... kamu berhak mendapatkan kebahagiaan yang sesuai dengan yang kamu inginkan...'' lanjutnya.
''Geo ....''
''Tirta... kamu tidak usah memperdulikan aku... percayalah aku akan selalu baik-baik saja... Aku laki-laki... dan aku akan bersikap tegar seperti layaknya laki-laki ....''
Geo melepaskan genggaman tanganku, dia membuang nafas dalam-dalam dan mencoba menarik kembali udara segar melalui hidungnya. Kami jadi saling terdiam untuk kesekian lamanya, kami terhanyut dalam alam benak kami masing-masing, hingga kami tersadar saat kemunculan Sarida di hadapan kami.
''Sayang... kamu ternyata ada di sini ...'' celetuk Sarida mendekati aku dan bergelendotan di pundakku, "semua orang mencarimu... untuk mengajak makan siang bersama,'' lanjut Sarida dengan suara manja.
Geo melirikku dengan ekspresi yang sedikit agak konyol, tapi aku tahu itu bentuk reaksi rasa kecemburuannya.
''Iya... Aku lagi ngobrol dengan Geo ...'' kataku dengan suara yang terdengar gagap karena gugup.
''Geo?'' Sarida mengkerutkan keningnya.
''Geo ... adalah sahabatku ... Ayo kamu kenalan dengannya!'' Aku mendongak ke arah Geo dan menarik tangan Geo untuk bersalaman dengan Sarida.
''Sarida... ini Geo... sahabatku dan Geo ini Sarida, tunanganku... kalian harus saling mengenal!'' imbuhku sambil menautkan tangan Geo dan tangan Sarida.
''Geo ...'' ujar Geo dengan senyum menawannya.
''Sarida ...'' balas Sarida dengan senyuman pula.
''Senang berkenalan dengan Mbak Sarida... Mbak Sarida memang cantik sekali... pantas saja Tirta jatuh hati sama Mbak ...'' ujar Geo berlanjut.
''Ah... kamu bisa aja!'' timpal Sarida dengan malu-malu.
''Hehehe ...'' Kami bertiga jadi terkekeh.
''Oke... acara perkenalannya sudah selesai, ya... jangan lupa ... salamannya tidak usah berlama-lama!'' ungkapku sambil melepaskan tangan mereka.
''Hahaha ...'' Tawa kami pun pecah.
"Kalau begitu... sekarang kita masuk, yuk!... sudah saatnya untuk makan siang... kita sudah ditunggu sama keluarga kita di dalam ...'' ujar Sarida.
''Oke ...'' timpal Geo dan aku kompak, kemudian kami bertiga memasuki ruang tengah untuk mengambil makan siang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geo ... Aku saYang
RomanceUntuk 17++ ''Geo ... aku akan menikah,'' ujar Tirta. Geo meringis mendengar pernyataan Tirta. ''Jangan bercanda, Tirta ... Kita tidak mungkin bisa menikah!'' ''Aku tidak menikah dengan kamu, Geo ... tapi dengan seorang wanita.'' ''Apa!'' Geo terbeng...