FOURTH

731 45 39
                                    

Empat :

  "Oh, iya. Vi. Ngomong-ngomong lo kenal Darka, nggak?" tanya Chinta.

Ini adalah hari kedua Chinta di SMA Cendrawasih.
Sebagai murid pindahan baru. Menghabiskan waktu pergantian mata pelajaran di kantin, sambil menikmati bakso di temani dengan Silvi yang duduk di hadapan nya yang tampak sedang menikmati sepotong pisang goreng.

    "Darka? Maksud lo, dia?" tanya Silvi sambil menunjuk ke luar jendela kaca kantin.

Gerak refleks mata Chinta mengikuti arah yang di tunjuk Silvi. Beberapa detik kemudian kepalanya mengangguk membenarkan.

   "Tentu aja, siapa sih yang nggak kenal sama playboy kelas kakap itu?" Balas Silvi santai.

      "Oh, ya? Emang dia beneran Playboy?" Tanya Chinta terlihat tertarik.

     "Emm," Silvi mengangguk membenarkan. Mulutnya masih penuh dengan pisang goreng membuatnya agak sulit untuk berbicara. Chinta hanya ikut manggut-manggut paham.

      "Bahkan asal lo tau aja. Bukan cuma playboy, tuh cowok juga kurang ajar banget. Dua hari yang lalu, di kantin ini, di hadapan semua orang dia mutusin Clara. Cewek idola di sekolah kita. Katanya dia jadian sama si Clara, cuma karena taruhan. Astaga! Gue mungkin nggak bakal percaya, kalau aja waktu itu nggak ngeliat kejadiannya persis di depan mata kepala gue sendiri," tambah Silvi lagi.

Chinta kembali terdiam. Sekarang dia mengerti, kenapa Clara begitu membenci Darka sampai harus menyewa preman segala. Sepertinya, memang pembalasan yang pantas untuk cowok brengsek seperti itu.

   "Tapi, darimana lo bisa tau soal Darka? Terus kenapa lo, tiba-tiba nanyain dia?" Tanya Silvi tiba-tiba, membuat Chinta kembali harus diingatkan akan nasip hidupnya.

         "Dia jadiin gue target selanjutnya, sebagai barang taruhan sepuluh jutanya," balas Chinta lirih berbanding balik dengan reaksi dari Silvi.

      “Uhuk uhuk,” Silvi yang kebetulan sedang mengunyah pisang goreng langsung tersedak.

“APA?! Lo bilang siapa? Lo adalah target taruhan Darka yang selanjutnya?!" 

Demi apapun Chinta Sangat menyesali dengan apa yang  barusan dia katakan. Teriakan yang di ucapkan Silvi beberapa saat, benar-benar telah berhasil menarik perhatian seisi kantin. Sama halnya, seperti banjir yang melanda Jakarta namun mampu membuat heboh seluruh Rakyat Indonesia.

Membuat Chinta hanya mampu mengangkat tangannya menutupi wajah karena malu walau dia tahu itu percuma.

"Kenapa nggak sekalian aja lo minjem toa di sekolah, atau bikin pengumuman di mading," gerutu Chinta kesal.

       "Ups, sorry gue keceplosan," bisik Silvi merasa bersalah.

“Darka? Si kentang goreng itu?” Tanya Silvi kemudian. Yang hanya di balas Chinta dengan anggukan pelan.

“Maksud lo si playboy cap ikan hiu itu?” Tambah Silvi lagi. Lagi-lagi Chinta hanya mengangguk.

“Udah di bilang iya juga." Geram Chinta.

“OMG!” Jerit serentak ketiga cewek di meja sebelah Chinta. Mau tidak mau terpaksa membuat Chinta dan Silvi menoleh ke arah mereka.

TBC (Taruhan Berujung Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang