"Mulai saat ini, biasakan dirimu berkencan denganku. Kosongkan jadwalmu tiap akhir pekan, kita akan selalu pergi makan malam bersama."
Suara Draco Malfoy menggema di sekitar koridor sepi tempat mereka berdiri. Seiring dengan langkah yang ikut menggema mendekati Hermione, matanya memincing tajam. Baginya ucapan pria itu lebih terdengar seperti perintah mutlak. Ingin ia mencabik wajah angkuh di hadapannya. Jangan harap Hermione akan menjadi gadis bodoh yang mengikuti perintah tidak masuk akal dari musuh abadinya selama dia bersekolah di Hogwarts.
Gadis itu ingin menyuarakan protesnya, ingin berteriak sekencang mungkin pada Malfoy muda. Namun, suaranya menguap seakan tidak ada yang tersisa meski hanya mengucap 'tidak'. Bibirnya kelu dan lidahnya membeku dan semua itu terjadi saat sebuah bibir dingin menyentuh miliknya.
Hermione tidak sempat untuk terkejut.
Tidak sempat untuk berteriak.
Tidak sempat untuk memaki.
Tidak sempat untuk mendorong orang yang lancang melakukan hal tersebut padanya.
Draco melakukan hal tersebut dengan begitu cepat, bibir dingin miliknya mengecup Hermione sekilas, kemudian melumatnya pelan. Kejadian tersebut terlalu tiba-tiba bagi dirinya, ini seharusnya tidak terjadi, seharusnya tidak terjadi-
-bibirnya yang lembut
Hermione seharusnya menolak ajakannya sejak awal.
-kecupan kecil yang menggelitik
Semua yang dilakukannya salah.
-lumatan yang memanas
Seharusnya akal sehatnya tidak menginjinkan ini.
-napasnya menghujani leher dan telingaku
Napas gadis itu memberat.
-tangan kanannya memeluk pinggangku erat, semakin erat dengan tangah kiri yang menelusuri tengkukku
Apa ini yang kuinginkan?
-dan bibirnya meninggalkan satu kecupan panas di leherku
Mata Hermione terbelalak lebar. Kesadarannya yang tiba-tiba terkumpul mendorong Draco dengan sekuat tenaga, hingga pria itu mudur beberapa langkah. Hermione memandang Malfoy muda dengan tatapan tidak percaya. Mata gadis itu memanas saat melihat wajah Draco masih menampilkan keangkuhannya. Tanpa menampar, tanpa berteriak Hermione berbalik kebelakang dan berlari sekencang-kencangnya, kemanapun ia tidak peduli.
Seharusnya Hermione dapat mengendalikan dirinya. Seharusnya bibir miliknya dapat ia berikan pada orang yang ia suka, seharusnya bibir yang pertama kali mengklaim dirinya adalah Ronald Weasley. Seharusnya ia mendengarkan kata-kata Harry untuk pergi ke aula bersamanya. Seharusnya Draco Malfoy tidak pernah menciumnya.
Dan air matanya terjun dengan bebas.
...
Hermione menghela napas lelah, kelas Professor McGonagall telah usai beberapa menit lalu, dirinya memilih untuk bertahan di kelas ini lebih lama. Kelas yang mengingatkannya pada kejadian memalukan beberapa hari kemarin, saat Draco dengan bodohnya mendeklarasikan dirinya sebagai kekasih pria itu. Sebenarnya sampai saat ini Hermione masih belum mengakui kalau dia adalah gadis milik Draco Malfoy. Itu hanya pernyataan sepihak yang tidak akan pernah ia setujui.
Hermione memutuskan untuk menganggap kejadian dua hari lalu, saat Draco menciumnya tidak pernah terjadi. Buktinya, hingga saat ini Draco maupun dirinya tidak pernah berinteraksi kembali, baik berupa makian seperti biasanya maupun berinteraksi secara pribadi. Dan Hermione sendiri tidak pernah menginginkan berurusan dengan Malfoy lagi meskipun hanya dalam mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIME WE ARE BOUND
Fanfiction[+15] [Sekuel Transfigurasi] "Berjanjilah satu hal." "..." "Jangan pernah mati di hadapanku."