Part 1

2 2 0
                                    

Jika kebanyakan orang menyukai hal yang namanya pulang ke rumah. Bertemu orang tua, berbagi cerita bersama orang tua, bermanja-manja dengan orangtua. Aku sama sekali tak menyukai semua hal itu.

Aku akan lebih suka jika tidak pulang saja, yaa walaupun tentunya aku masih membutuhkan uang dari mereka, namun rasanya itu lebih baik daripada terus menahan kesedihan yang bercampur amarah ketika berada di rumah.

Bapak bayarin sekolah kamu banyak-banyak, apa balasan kamu!

Kamu fikir sudah kuliah jadi tidak mau lagi kerja apapun di rumah!

Mau jadi apa, kamu!

Lihat anak orang lain, contoh anak-anak yang lain!

Kata-kata yang terus terngiang di benakku hingga saat ini. Air mata rasanya telah berada di ujung pelupuk mata ini.

Malam itu aku terus menatap kosong ke depan, menahan sekuat-kuatnya mata yang sudah sangat perih dan panas. Jangan sampai air mata ini jatuh dan akan akan sangat susah kuhentikan.

Aku mungkin tipe orang yang sedikit berbeda dengan anak-anak yang lain. Aku lebih menyukai kesunyian, lebih memilih larut dalam kesedihan sendiri dan lebih untuk memendam semuanya sendiri daripada harus menceritakan masalah ke orang-orang terdekat.

Memang sedari dulu aku telah muak dengan semua kehidupan yang aku jalani ini, begitu banyak aturan yang mengikat kehidupanku. Menjadi boneka dari kedua orang tuaku yang selalu menuntut kesempurnaan, selalu membandingkanku dengan anak-anak yang lain.

Bukannya aku ingin menjadi anak yang durhaka atau apa, namun rasanya memang berbeda.

Selalu saja dibanding-bandingkan dengan anak orang lain, paling dikekang di keluarga apa-apa harus nurut padahal aku anak pertama dari dua bersaudara. Mungkin jika kalian yang berada di posisiku fikiran kalian akan sama.

Aku bukan tipe orang yang akan tahan jika dibentak, rasanya sangat sakit. jika disuruh memilih untuk dihukum dalam bentuk apa. Aku akan cepat menjawab hukuman fisik dibandingkan dengan hukuman kata-kata apalagi yang namanya bentakan, I'm very very very very don't like that. I ever ever hate.

Aku hanya sosok anak yang cuma bisa bercerita melalui tulisannya dan akan diam mendengarkan segala amarah dari kedua orang tuanya, tanpa bisa melawan. Hanya online-lah yang biasanya akan membuatku sedikit melupakan sekelumit masalah yang menimpaku.

Mungkin di penglihatan banyak orang aku tipe orang yang selalu terlihat ceria, namun itu hanyalah diriku dari sisi luar saja, aku tak lebih dari sosok perempuan yang terlalu lemah dalam menghadapi segala masalahnya.

Selalu saja terlintas keinginan untuk keluar dari rumah, namun sayangnya aku tak memiliki banyak kepercayaan diri untuk melaksanakan rencana itu. Nyaliku selalu saja ciut ketika hendak keluar, ditambah aku memang masih membutuhkan uang dari mereka.

Biasanya aku akan memperlihatkan rasa sopan di depan mereka sewaktu-waktu sajayang tentunya hanya sekedar topeng belaka. Setiap mengingat bentakan-bentakan mereka aku akan kembali merasakan sakit yang begitu sakit. Dan tentunya seperti biasa aku akan memilihi untuk diam seraya mengambil handphone seraya memasang earphone dengan volume yang sekeras-kerasnya hingga membuat suara mereka menjadi samar-samar.

Impianku dari kecil hanya satu, ingin secepatnya menjadi dewasa dan menghasilkan uang sebanyak-banyak lalu meninggalkan kota ini, kota yang tentu memberikan kenangan untukku, namun sialnya kebanyakan kenangan buruk.

Teriakan-teriakan dan bentakan terus menggema di dalam fikiranku.

Kamu anak apa!

Kenapa salah terus!

Tidak lihat itu anak orang rajin bantu orang tuanya!

Mau jadi apa kamu!

Bukan hanya kata-kata bentakan seperti itu saja, bahkan kata-kata seperti Pergi saja dari rumah kalau memang sudah tidak betah lagi di rumah, sudah tidak mau mengikuti peraturan di rumah ini lagi, silahkan cari rumah lain yang mengerti dengan keinginanmu, anak apa kau!

Dan dengan otomatisnya, aku akan selalu membalasanya dalam hati.
Jika saja hal itu dapat kulakukan sekarang tentu akan kulakukan secepatnya, tunggu saja beberapa tahun kedepan hingga aku sukses dan meninggalkan rumah ini sampai kalian puas.
.
.
.
Boneka lumba-lumba yang kudapatkan dari seseorang dahulu saat SMA kini telah berada di pelukanku dengan eratnya, menahan sekuatnya air mata yang ingin jatuh setiap kali aku mengingat semua kata-kata itu. Boneka itu kuhentak-hentakkan ke mataku, entahlah rasanya jika itu kulakukan maka itu akan membuat air mataku tertahan lebih lama sebelum jatuh dengan derasnya secara terus menerus.

Kuraih handphone yang telah menemaniku lebih dari dua tahun lamanya. Yang selalu saja menjadi alat penenag terbaik untukku di suasana yang sama seperti sekarang, kubuka media player menambahkan satu persatu lagu yang menurutku bisa menenangkanku malam ini, yang nantinya akan membawaku kealam mimpi indah dan tak ingin bangun untuk beberapa saat.

Ingin rasanya mengirimkan kedua orang itu sebuah perasaan takut akan kehilangan, namun selalu saja aku berfkir lagi apakah jika itu memang terjadi mereka akan mengkhawatirkanku atau hanya akan tinggal diam bahkan mungkin justru bersyukur tidak harus memiliki anak yang nakal dan pembangkang sepertiku lagi.

Tak lama seiring dengan alunan lagu yang mulai mengalun akupun terbawa ke alam mimpi yang indah.

***Note Author : Gimana-gimana? cukup puas atau gak puas? Hihi maaf Ima gak biasa buat cerita dengan plot menyedihkan di awalnya. Pernah sih buat tapi cuma simpanan pribadia aja. Yaa kalian taulah cerpen yang sedih itu biasanya dijadiin tempat curhat 😁

Maaf kalau ceritanya kurang menarik atau bahkan gak menarik sama sekali. Saya cuma seseorang yang tak luput dari kesalahan hahaha

Oh iya mungkin kalian bilangnya ini Ima belum kelar cerita yang satu eh pindah lagi kecerita yang satu. Jadi kan gini kemarin-kemarin itu saya sibuk dengan kuliah hihi maklum kemarin kan jadi maba tahun ini alhamdulillah sudah jadi senior hihi jadi jarang on di wattpad. Nah pas balik feel tentang cerita yang kemarin ehh ngilang 😂 jadinya gini deh. Tapi insyaAllah cerita yang baru ini bakalan di tuntasin. Doain doain yaa... mungkin cukup segitu dulu

See you next chapter 😉

vote + comment yaa 😉

Ima..💕

Contruction Like A FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang