"Kamu masih sering mengingatnya?"
Ruangan yang dominan putih dengan bau lavender, lengang sejenak.
Aku duduk di kursi panjang —berbahan kulit yang nyaman— dengan kaki yang menjulur kedepan, mengangguk menjawab pertanyaan Jane.
"Apa rasa sakitnya masih sama?"
Lengang lagi.
Aku mengangguk pelan.
Jane menghela nafasnya. "Sudah berapa tahun sejak kejadian itu?"
"Tujuh tahun," jawabku dengan mata menatap langit-langit ruangan. Putih, namun yang kulihat adalah semua hal tentang Jungkook.
"Ceritakan apa yang menganggumu."
Aku menggeleng. "Bisakah tolong bantu aku melupakannya? Itu saja, aku tidak ingin mengingat--" air mata kembali membasahi pipiku.
Aku selalu tidak bisa menahan tangisku dalam semua sesi terapi selama ini. Masih tidak ada kemajuan, obat hanya membantu ku tenang tapi tidak ada satupun yang membuatku lupa.
"Rosie," Jane memanggil namaku dengan lembut. Aku menoleh untuk melihat wajahnya yang tenang.
"Bukan melupakannya yang harus menjadi fokusmu. Kamu harus menyembuhkan dirimu, berdamai dan menerima kenyataan. Apapun yang terjadi tujuh tahun lalu, jadikan itu sebuah kenangan yang membuatmu bertahan sampai sekarang, kenangan yang tidak akan kamu dapatkan di manapun
"Kenangan itu memang membuat luka. Maka jadikan luka itu sebagai hal yang membuatmu lebih kuat."
"Tapi aku sangat merindukannya, setiap hari. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya, sehari saja. Sekali lagi," aku membiarkan tangisku pecah.
Tangis yang tidak pernah aku tunjukkan lagi di depan keluargaku sejak bertahun-tahun lalu. Aku hanya bisa menangis disini.
Bahkan keluarga ku tidak tahu bahwa aku masih melakukan terapi. Mereka hanya menganggap aku sudah sembuh sejak meninggalkan Korea.
"Lalu alasan kamu membiarkan bekas lukamu tetap terlihat itu apa?" Jane kembali bertanya.
Tanganku terulur pelan, menyentuh beberapa keloid di lengan kananku, lalu terulur ke pinggang ku. Beberapa keloid cukup besar masih terlihat jelas di tubuhku.
Aku memang membiarkannya, aku tidak ingin melakukan perawatan atau operasi apapun untuk menghilangkannya. Aku takut jika bekas lukaku hilang..
Aku takut aku akan melupakan Jungkook.
"Karena aku tidak ingin melupakannya."
Jane mengangguk.
"Lihat? Kamu tidak benar-benar ingin melupakannya, kamu hanya ingin sembuh dari kenangan yang menyakitkan tentangnya."
Jane benar, aku tidak sama sekali berniat melupakan Jungkook. Sama sekali.
Aku tetap ingin menyimpannya di hatiku. Di sebuah ruangan spesial dalam ingatanku. Aku hanya..
"Aku hanya lelah Jane. Aku terus bermimpi tentang dia, aku terus menerus merindukan dia. Beberapa kali, aku lupa suara dan wajahnya. Beberapa kali wajahnya semakin samar dalam mimpi dan ingatanku. Lalu aku membuka kenangannya lagi, untuk mengingat segalanya tentang dia.
"Tapi setiap kali aku membuka kenangan tentangnya, lukanya juga terbuka. Rasa sakitnya kembali terbuka, seolah memang tidak pernah berkurang. Seolah kesedihanku dan kerinduanku tentangnya tidak pernah berkurang. Semua terapi yang aku jalani di negara asalku, tidak berarti sama sekali." Aku menghela nafas. Setiap kali aku menceritakannya, hatiku sesak, rasanya baru kemarin saja kami menautkan jemari kami dan saling berjanji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just One Day, Remember Me
Fiksi Penggemar[ JUST ONE DAY SEASON 2 ] Kehilangan, kenangan, ingatan, memori indah, memori buruk, rasa sakit dan rasa cinta. Tidak pernah terpikirkan jika semua itu ternyata bisa menjadi satu kesatuan yang sulit Di pisah kan dari satu rasa yang paling kuat, yait...