Aku Baik-baik Saja

706 285 399
                                    

Ia sudah merasa bosan dengan tumpukan bunga yang ada di atas mejanya. Selalu saja membuat mejanya menjadi berantakan. Padahal ia jelas menuliskan 'DILARANG MELETAKAN APAPUN DIATAS MEJA' yang ia tulis di atas kertas dan menempelkannya pada atas mejanya. Tetapi percuma, itu hanyalah sebuah kalimat tanpa arti.

Tak ada yang bisa baca. Terutama para pemberi bunga.

"Kenapa lo biarin mereka letakin bunga di atas meja gue, Bianka?" katanya yang mengomel pada Bian yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan buku novel di tangannya.

"Soalnya kalau gue halangi yang ada mereka semua nitipnya sama gue. Jadi mending langsung ke elonya aja." Ucapnya acuh yang lalu memposisikan diri untuk duduk dibangkunya - samping bangku gadis tukang omel itu.

"Yakan elo bisa tolak, atau kasih tau mereka untuk bawa balik bunganya." Katanya lagi yang ikut mengarahkan pandangannya ke arah Bian berjalan ke bangkunya.

"Tinggal dibuang aja, Dea." Ucapnya yang lalu menyumbat telinganya dengan headset.

Ia tau bahwa Dea masih mengomel setelah ia mengatakan itu, tentu saja sambil membereskan tumpukan sampah - bagi Dea - yang ada di atas mejanya.

"Lagian, De, lo harusnya cari pacar biar gak ada yang gangguin elo lagi." Sahut Lora yang juga baru datang dan langsung menghempaskan tasnya di meja sambil menghadap ke belakang - ke arah bangkunya Dea.

"Masalahnya gue belum ada selera aja, Ra. Belum nemu yang pas gitu."

"Pemilih ya gini alasannya." Seru Lora yang membalikan lagi badannya ke depan karena suara bel sudah berbunyi. Lora lalu melemparkan penanya tepat mengenai lengan Bian, "udah bel, simpan buku lo sebelum di razia." Peringatannya.

Bian hanya mengangguk dan memasukan buku ceritanya ke dalam tas. Namun, tiba-tiba lampu ponselnya berkedip. Menandakan sebuah pesan baru saja masuk.

Matanya membulat. Ia harus kabur dari sini.

"Ra, De, gue ada urusan. Gue titip absen ya."

"Lo kata nih sekolah serasa kampus nitip absen segala. Ada apa sih?" tanya Dea.

Bian terdiam beberapa detik sebelum akhirnya mengucapkan "Nyokap gue." Yang membuat kedua gadis itu mengerti.

Dea berdiri dari bangkunya sambil merangkul ransel di pundak kirinya, lalu menjulurkan tangannya ke arah Bian, "ayok." Ajaknya.

"Ra, bilang kita berdua sakit. " lalu kepalanya tertuju pada seisi kelas. "Bilang sama guru kalau kita berdua sakit, nanti besok gue traktir kalian di kantin." Teriak Dea yang membuat mereka berseru kegirangan dan mengiyakan titah pemegang duit jajan paling banyak di kelas.

Keduanya lantas berlari dengan cepat. Namun, mereka tidak dapat melewati koridor yang biasa dilalui menuju gerbang depan, karena ada guru yang sedang berjalan menuju kelasnya. Mereka lantas berlari kebelakang kelas sambil membungkukkan badannya di bawah jendela - menghindari tatapan di dalam jendela tersebut.

Berjalan pelan yang hanya melewati beberapa kelas untuk sampai pada lorong kecil untuk menuju lapangan kecil yang dikelilingi oleh perpustakaan, ruang uks, dan yang paling berbahaya ruang bk.

"Gue capek Dea." Keluh Bian.

"Sabar napa?! Bentar lagi sampai depan." Ucap Dea.

Padahal bukan itu maksud Bian. Tetapi Bian hanya diam dan tetap membungkukkan badannya untuk sampai pada pengunjung barisan kelas.

Mereka lantas merenggangkan tubuhnya setelah sampai pada pengunjung kelas. Tentu saja, mereka mendadak sakit pinggang. Tapi mau bagaimana lagi, dari pada memutari lapangan untuk lewat dari kantin, sama saja bunuh diri karena pengawas kebanyakan disana.

FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang