Mingyu pulang dengan Taeyong yang menantinya di ruang tamu keluarga. Ruang dengan luas 100m persegi itu tampak sedikit menyeramkan dengan pencahayaan yang temaram dan juga penghuni yang jarang berlalu lalang.
Tanpa disuruh Mingyu tau apa yang Taeyong -- sepupunya -- itu inginkan. Setelah melepaskan sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah, Mingyu segera mendudukin sofa yang berhadapan dengan yang Taeyong duduki.
"Kau membawa perintahku terlalu jauh, Kim." Mingyu mengernyit, mencoba mencari arah pembicaraan Taeyong.
"Aku suruh menjaganya bukan dengan cara membuatnya menjadi milikmu." Beberapa detik terlewat sampai akhirnya sebuah senyuman miring tercetak di wajah pemuda Kim itu.
"Apa hakmu melarangku?" Ada sebuah kilatan emosi yang terpancar dari manik hitam milik Taeyong begitu Mingyu selesai melontarkan pertanyaannya.
"Anak haram sepertimu tak pantas untuknya," Suasana yang tadinya mencekam kini semakin memburuk karena Taeyong baru saja membuka kartu terlarang.
"Lalu, lelaki yang selingkuh dengan sahabatnya lebih pantas untuknya?" Mingyu terkekeh diujung pertanyaannya.
"Dude, kupikir kau pintar ternyata tidak. Aku akan menjelaskannya, jadi dengar baik-baik," Mingyu melipat tangannya, menatap Taeyong dengan tatapannya yang mendominasi. "Aku dan Jungkook adalah saudara tiri, ayahku ada dua dan ibunya ada dua. Dan sejelek apapun nama ibuku di keluarga ini, ia jauh lebih baik daripada ibumu yang membunuh suaminya hanya demi mendapatkan sahamnya."
"Kau tidak tau apa-apa soal orang tuaku!" Taeyong meraih kerah baju Mingyu, mencengkramnya terlalu erat sampai pemuda Kim itu sedikit susah bernafas.
"Kau terlalu naif kak. Kau tau dengan jelas siapa pembunuh ayahmu tapi kau selalu menyangkal kenyataan itu," Mingyu tersenyum tipis. "Dibanding denganmu, Lisa lebih pantas untukku."
.
.
.
.
Lisa tengah menyeruput hazelnut frape miliknya, di depannya Jisoo tengah sibuk memainkan gulali yang menjadi hiasan minuman gadis itu. Mereka berdua memilih untuk menghabiskan waktu bersama di café setelah selesai bekerja.
"Kau menyukai Jeon Jungkook ya?" Pertanyaan yang tiba-tiba saja terlontar dari mulut Jisoo membuat Lisa yang tengah menelan minumannya mendadak tersedak.
"Eonnie bisakah berhenti bertanya secara tiba-tiba? Aku ini kagetan tauu," Ucapnya setelah menepuk-nepuk dada kirinya.
"Yah! Jangan salahkan aku, otak ini yang selalu bekerja begitu!" Protes Jisoo balik.
"Aish, aku tidak tau! Ia memperlakukanku dengan baik dan aku merasa nyaman di dekatnya!" Jisoo mengerjap beberapa kali -- heran dengan Lisa yang tiba-tiba berteriak marah-marah.
"Heol, apa barusan kau membentakku? Yah! Nalalisa!" Jisoo memukul kepala Lisa dengan sedotannya yang basah. Alhasil Lisa kembali memekik karena jidatnya kini menjadi lengket.
Teriakan keduanya berhenti begitu pelayan café mendekati mereka dengan tergesa-gesa, "Nona tolong jangan berkelahi disini.."
Namun lagi-lagi pelayan itu terdiam begitu diberikan tatapan mematikan dari kedua gadis itu. Ia lalu kembali ke tempatnya bekerja dengan lebih tergesa -- takut malah jadi sasaran empuk dari amukan pelanggan café.
KAMU SEDANG MEMBACA
XXI (jjk.lmb) ✔
FanficUlang tahun yang ke dua puluh satu menjadi moment paling berkesan dalam hidup seorang Lisa. Hari itu, ia dikhianati oleh sahabat dan pacarnya sendiri. Di hari yang sama pula, ia pertama kali bertemu dengan seorang idol Korea papan atas, Jeon Jungkoo...