"(Namakamu), tolong ambilkan LKS dan buku paket di meja Ibu, ya? Tadi Ibu habis sarapan di kantin, dan belum sempat ambil buku untuk mengajar."
Permintaan dari seorang guru wanita berperut buncit karena tengah mengandung itu, membuat (Namakamu) bangkit dari bangkunya. Sedangkan Nadya berdadah ria, saat teman semejanya yang menjadi sasaran suruhan, bukan dirinya. Nadya itu sangat anti dengan kantor guru, bisa-bisa ia diceramahi banyak guru selana sehari penuh apabila berkunjung ke tempat keramat itu. Melihat ekspresi kemenangan Nadya, (Namakamu) memberi isyarat bogeman saat berlalu maju.
"Baik, Bu." ujar (Namakamu) dengan ramah, saat melewati guru itu. Dikabarkan, guru wanita yang paling cantik seantero sekolahan itu sedang mengandung anak yang kedua.
"Kamu ke meja Ibu saja. Semua perlengkapan ada di atas meja itu."
(Namakamu) kembali mengangguk. Detik selanjutnya, ia meninggalkan ruang kelasnya untuk menuju ke kantor guru.
Saat tiba di depan perpustakaan, matanya membulat karena mendapati sosok lelaki dengan santainya berjalan. Lelaki itu tidak membawa tas, hanya menenteng helmnya. Gaya jalannya sangat cool, tentu saja sempat membuat mata (Namakamu) tertarik untuk menatap lebih lama. Beberapa menit berlalu, lelaki itu berjalan di hadapan (Namakamu), dan berhenti begitu saja.
Click!
Lelaki itu memetik jarinya di hadapan wajah (Namakamu), karena gadis itu masih saja menatapinya dalam lamunan. "Aku tahu, aku ganteng. Tapi, ngga gitu juga ngelihatinnya. Bikin aku mau terbang tahu, ngga?"(Namakamu) membuyarkan lamunannya, beberapa saat kemudian pipinya merona. Lelaki yang tengah mencoba untuk menjajah hatinya, pagi ini sangat terlihat tampan dan menarik perhatian.
"Kamu kenapa? Telat juga?"
(Namakamu) menatap lelaki di hadapannya dengan ragu. "Hehe, ngga kok. Aku mau ambil sesuatu di kantor," jelasnya. "Kak Iqbaal juga, kenapa jam segini baru berangkat? Gila, ngga takut dihukum, apa?"
Lelaki itu terkekeh. "Rumah aku kan dekat. Jadi kalau berangkat kepagian, kayaknya males deh. Lagian ngapain juga aku takut tuh sama guru."
(Namakamu) tersenyum tipis. "Tapi, guru BK kan demen banget hukum anak-anak yang telat."
Iqbaal menarik tangan (Namakamu), lalu duduk di bangku koridor sebuah kelas yang tiada penghuninya. "Sini dulu."
(Namakamu) berusaha mengelak, namun hasilnya nihil. "Ehh, Kak. Aku mau ambil buku di ruang guru, ngga enak kalau kelamaan. Guru di kelasku pasti sudah nunggu."
"Udah, kalau kamu dimarahi, bilang ke aku. Aku yang hadapi guru itu. Lagian, belajar terus tiap hari, emang mau jadi jendral?" Iqbaal menaikkan satu kakinya, ke kaki lainnya, tubuhnya bersandar ke tembok seraya bersantai.
"Walaupun ngga jadi jendral, setidaknya aku bisa mendidik anak-anak aku dengan baik dan benar, kelak di kemudian hari," ujar (Namakamu).
Iqbaal menyeringai. "Yaudah, kamu aja yang belajar, ya? Biar kamu yang didik anak-anak kita. Kalau aku, kerja aja cari uang buat bahagiain kalian "
(Namakamu) kembali merona. Ia menyembunyikan rasa malu dengan cara mengalihkan wajahnya. "Kakak, apaan sih?"
Iqbaal terkekeh. "Nanti sore ada acara, ngga?"
(Namakamu) kembali menatap Iqbaal. "Ngga ada, Kak. Kenapa emangnya?" sedangkan dalam hatinya berharap, ayo ajak gue jalan dong!
"Hehe, ngga kenapa. Cuma nanya aja," ucap Iqbaal santai. "Kalau kamu ada acara, berarti kamu orang sibuk."
Mood (Namakamu) turun seketika, padahal ia sudah berharap yang lebih dari ini sebelumnya.
Iqbaal terkekeh saat mengetahui perbedaan sikap dari gadis yang ada di sampingnya. "Bercanda, kok. Kalau ngga ada acara, bisa kali kita jalan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Senior Playboy • IDR
Novela JuvenilSUDAH TERBIT Apa jadinya kalau gadis bernama (Namakamu) yang polos dan lugu-lugu anjing, dan paling membenci semua jenis hal perkelahian itu, bertemu dengan senior bernama Iqbaal yang kelihatan alim, tapi kenyataannya playboy dan anak dari penjual m...