5

13.9K 194 7
                                    

"Tidak ada kerja sebelum kamu benar sembuh, Cara," Velesia merampas kembali ransel milik Cara yang didalamnya sudah berisi seragam waitress cafe tempat Cara bekerja.

Cara mengerang. "Tapi Vel, sudah dua hari aku tidak masuk kerja. Kalau aku dipecat bagaimana? Lagi pula aku sudah tidak mual-mual lagi,".

"Kemarin kamu bilang seperti itu, tapi kamu tetap muntah juga, kan?" balas Velesia lagi. Dua hari terakhir Cara memang sakit, demam dan muntah-muntah. Velesia sudah membujuk Cara untuk periksa ke dokter, tapi Cara tidak mau dan mengatakan kalau semua baik-baik saja. "Nanti biar aku datang menemui bosmu untuk ijin kalau kamu sakit dan tidak bisa masuk,".

Cara mendesah dan menjatuhkan tubuhnya pada sofa. "Lebih dari dua hari tidak masuk kerja bosku akan memecatku meski aku sudah meminta izin, Vel. Bosku itu kejam pada pegawainya. Mau sakit atau tidak, lebih dari dua hari tidak masuk, maka bosku akan memecatku."

"Sekejam itukah bosmu yang botak itu?" Tanya Velesia.

Cara mengangguk. "Iya. Jadi, biarkan aku masuk kerja hari ini, ya?" Mata Cara menatap Velesia memelas. "Kamu tidak mau kan aku dipecat?"

"Kupikir kalau kamu dipecat itu cukup bagus. Jadi kamu tidak perlu kerja lagi,"

"Kamu gila? Siapa yang akan membiayai hidupku kalau aku dipecat?"

"Aku." Velesia menjawabnya dengan lugas. "Kamu tidak perlu kerja lagi. Gajiku tiap bulannya pasti cukup untuk membiayai hidup kita berdua," Velesia sudah berubah. Dia benar-benar sadar dan mau menerima bahwa Cara adiknya, dan hanya Cara satu-satunya keluarganya yang masih ada.

"Sombong sekali," Cara mendengus.

"Bukan sombong, Cara. Memang kamu tidak tahu aku kerja dimana? Aku ini karyawannya Christian. Pebisnis muda yang kaya raya. Dan gajiku cukup besar,"

Raut wajah Cara berubah ketika mendengar nama Christian disebut-sebut. Mengingatkannya pada malam dimana ia meruntuhkan harga dirinya.  "Bisa jangan sebut nama Christian didepanku?"

Velesia tersadar. "Oh, sori. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih, Cara," sesal Velesia. "Baiklah, aku akan pergi bekerja. Jangan mencoba melanggar."

"Aku tidak janji," sahut Cara.

"Awas saja kalau kamu melanggar,".

Cara membalasnya dengan mengedikkan bahunya.

****

Velesia dengan tergesa-gesa memasuki gedung pencakar langit tempatnya bekerja, ia agak telat karena perjalanan cukup macet. Terlambat masuk kerja bukanlah hal yang baik karena atasannya cukup galak dan suka sekali menyindir pedas siapapun yang terlambat. Velesia hanyalah satu dari sekian banyaknya karyawan yang bekerja di bawah kepemimpinan Christian Skynes, pebisnis muda yang digilai banyak wanita karena ketampanan dan tentu kekayaan yang berlimpah.

Ting... pintu lift terbuka, Velesia segera memasukinya untuk mengantarkannya menuju ke lantai 5 dimana tempatnya bergulat dengan berkas-berkas. Tak terduga, bahwa didalam lift sudah ada Christian yang begitu gagah dengan jaz dan dasinya.

Velesia mengangguk hormat karena Christian adalah bosnya. Tapi ia cukup gugup dan resah karena harus berada dalam satu lift dengan Christian. Hanya ia dan Christian didalam lift tersebut. Biasanya Christian begitu angkuh, tak pernah mau membalas sapaan karyawannya, tapi kali ini, dengan Velesia ia tersenyum tipis sebagai balasan. "Sedikit terlambat," tegurnya.

"Maaf, pak," sahut Velesia gugup dan memilih memojokkan diri menjauh dari Christian. Velesia berharap Christian tak mencoba mengungkit Cara padanya.

Untuk beberapa saat dalam lift hening. Sampai akhirnya terdengar suara Christian bertanya. "Bagaimana kabar adikmu?"

Velesia menelan ludahnya. Mendadak kakinya gemetar karena akhirnya Christian menanyakan Cara padanya. "Baik," jawabnya kaku.

Love Or MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang