Chapter 3: Selamat Datang di Tim

6.1K 597 350
                                    

Satu per satu inderaku kembali berfungsi. Aku mulai merasakan berpasirnya permukaan yang sedang kubaringi, nyaringnya suara yang memanggil-manggil namaku, wanginya shampo yang membelai hidungku. Perlahan cahaya menilik masuk menembus celah kelopak mataku, menampakkan wajah surgawi yang menatapku khawatir.

"Kau tidak apa?" tanyanya dengan suara lembut.

"Ah, begitu. Jadi, aku sudah di surga."

Plak plak plak plak

"Sudah bangun dari mimpinya?" tanyanya lagi dengan nada agak sebal.

"Sepertinya begitu," jawabku sambil mengusap-usap pipi yang panas karena ditampar-tamparnya.

"Lagian gimana caranya bisa salah sangka kalau di sini surga?" tanyanya masih tampak sebal.

"Hmmm ...." Sebenarnya aku ingin bilang kalau sesaat aku salah mengiranya dengan bidadari. Tapi, setelah kupikir lagi, kasian juga bidadari disamakan dengannya. Maka dari itu, aku mengurungkan diri untuk berkata demikian. "Gak apa, cuman salah ucap aja." Begitulah alasanku.

Aku baru menyadari setelah menangkap betul dengan kondisi di sekitar. Banyak sekali siswa berkerumun dari jarak aman di sekitar kami. Setelah aku tertawa sekencang itu, wajar saja jika orang-orang penasaran ingin melihatnya. Walau aku yakin, mereka lebih tertarik melihatku menjadi mayat ketimbang duduk-duduk santai seperti ini.

"Minggir! Minggir! Keranda handak lewat! (Keranda mau lewat!)"

Dari balik kerumunan siswa, muncullah dua guru membopong keranda mayat di punggungnya. Entah dari mana mereka mendapatkan keranda itu, tapi sayang sekali sekarang tidak akan terpakai.

"Mana Yo mayatnya?" tanya Pak Majid yang mambopong di depan.

"Murid unda yang lakian Jid, kada melihat kah? (Muridku yang laki-laki Jid, tidak melihat yah?)" Tentu saja duet lakonnya Pak Majid pasti Pak Setiyo.

"Bebangun inya tuh, mayat hidup kah? (Terbangun dia tuh, mayat hidup yah?)"

"Samburi ayat kursi pang, hantu lain? (Sembur dengan ayat kursi dong, hantu bukan?)"

Aku punya firasat buruk kalau komedi mereka dilanjutkan. Pak Majid pun sudah memulai bacaan ayat kursinya sambil memegang sebotol air. Sebelum semua semakin runyam aku harus memperjelas ini.

"Eeemm, Pak! Saya masih hidup kok."

Sprruuuutt

Entah tidak mendengarkanku atau sengaja mengabaikan, aku tetap disembur oleh Pak Majid dengan air yang sudah dibacainya ayat kursi. Disembur saja sebenarnya tidak masalah sih, tapi air yang disembur bau, sudah gitu panas.

"Aaaaggghh!! Mataku!" Air perihnya masuk ke mataku. "Pak Majid habis makan kerupuk sambal acan kah?"

"Kok tau?" jawabnya santai.

"Perih Pak! Masuk ke mata ini!" Kusapu berapa kali pun perihnya masih menyisa. Air mataku bahkan sampai berguguran tidak sanggup menahan keperihannya.

"Banyunya manjur Jid, samburi lagi!" Meski perih, kupaksakan mataku untuk melihat sosok Pak Setiyo yang berdiri di belakang Pak Majid. Akan kuingat baik-baik perlakuannya dan suatu saat akan kubalas.

Aku menyerah bicara pada mereka berdua. Penjelasan kuserahkan pada Murid Baru. Mungkin karena dia cewek, dua guru bebal itu akhirnya mau mendengarkan.

Aku segera dibawa ke UKS untuk disuruh istirahat. Kurang ajarnya, mereka membawaku dalam keranda mayat. Katanya sayang gak dipakai, sudah dipinjam capek-capek dari mesjid sebelah. Serius, suatu saat akan kubalas perbuatan dua guru ini.

L.O.LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang