Warning: mungkin Pedofilia (15 tahun dengan 30 tahun itu termasuk Pedofilia gak sih?)
Disclaimer: Ryan is NOT my OC tq
This Story theme is:
"One by one the scars increase
The scars that would never heal
Turning to the receding sky you ask
for what reason you were born"This story also inspired by: "Beast In The Beauty"-Kanon69
Pintu yang berat itu terbuka dan seorang remaja masuk ke dalam toko obat. Ia mengenakan jubah abu-abu lusuh dan membawa tas selempang dengan tambalan di sana-sini, berat bergantung pada pundaknya. Dengan sebuah senyum di wajahnya remaja tersebut menyapa sang pemilik toko,
"Lux! akhirnya kau datang juga!" Ujar sang pemilik toko dengan suara menggelegar, "Ku tebak kau membawa pesananku bukan?"
"Tentu saja pak," di taruhnya beberapa botol berisi cairan berwarna merah gelap di meja, "Maaf saya baru bisa mengantarkan 5 botol. Susah benar saya mencari bahan-bahan untuk ramuan obat!" Sekalian perkataan itu melancar dari mulut Lux sebagai air memancar dari gunung. Si pemilik toko mendekat dan melihat-lihat botol-botol tersebut, ia pun berkata, "Wajarlah. Kerajaan Nox menyerang kita tempo hari. Sangat sulit untuk rakyat biasa seperti kita untuk mencari tanaman-tanaman berkhasiat." Tetapi matanya masih menatap ramuan buatan Lux
Reeet, berbunyi pula pintu toko obat di buka orang dan ketika itu masuk seorang pria muda, tinggi badannya, dan bersih kulitnya. Sesaat yang tiada terkira pendeknya, tertegun ia di tengah pintu. Matanya yang berwarna biru menyisir seisi toko dengan seksama. Tetapi segera ia terus melangkah ke dalam dan sepatunya yang berkilat-kilat itu berbunyi berderit-derit di lantai kayu.
"Maaf, apakah disini menjual obat untuk luka?" Tanya pria tersebut.
Si Pemilik toko tersenyum kearahnya sebelum memberikan pria itu satu botol ramuan yang di buat oleh Lux. "Kau tepat pada waktunya nak! Baru saja ramuannya datang!"
Pria tersebut membuka tutup dari botol tersebut sebelum mengendus baunya, membuat Lux menatap pria itu dengan heran. Terlebih saat ia melihat pria tersebut nampak—kilatan aneh apa itu di matanya?—terkejut.
"Apa saja bahan-bahan ramuan ini?" Tanya pria tersebut, "Agaknya ini berbeda dari ramuan penyembuh biasanya." Si pemilik toko mengangguk mengerti, dan berkatalah ia, "Bahkan saya sendiri pun tidak tahu. Ada baiknya anda menanyakannya langsung pada pembuatnya." Jawab si pemilik toko tersebut sembari menunjuk Lux yang sedari tadi diam.
Di pandangnya Lux dari atas hingga ke bawah, membuat Lux sedikit tidak nyaman. Mukanya yang pucat dan sedikit kotor karena abu api itu menjadi merah oleh malunya.
"Anda yang membuat ramuan ini?" Di jawabnya pertanyaan itu dengan anggukan mantap. Beberapa lamanya Pria itu dan Lux memandang satu sama lain, hingga sekonyong-konyongnya keluarlah dari mulut pria itu, "Apakah yang anda masukkan, apabila pertanyaan saya tidak terlampau lancang, pada ramuan ini?"
"Saya hanya memasukkan bahan-bahan yang biasa ada di ramuan penyembuh tuan."
"Tentu ada bahan lain yang anda masukkan..?"
"Itu.." Sebuah senyum manis di sunggingkan oleh remaja itu, "Rahasia pak!"
Tanpa memedulikan Pria asing itu, Lux berbalik ke pemilik toko untuk meminta bayaran atas ramuannya. Bahkan ketika ia beranjak keluar toko, Lux tidak menyadari tatapan dari pria asing itu yang tidak pernah meninggalkannya sejak tadi.
Sejak dari Lux sampai di rumahnya, ia segera membuat ramuan. Sedikit lagi ia harus menyelesaikan ramuan penyembuh yang terserah kepadanya. Diatas meja kayu bertumpuk-tumpuk botol kosong untuk menyimpan ramuan tersebut. Sekarang ia hanya tinggal menunggu sejam atau dua jam.