Saat telapak lebar itu terulur lamban dan berakhir menggantung di hadapannya, Taehyung membeku. Kedua kelopaknya tak berkedip, mempertahankan sinar redup yang terkuak nyata dari mata sendunya. Menatap kosong tepat pada telapak lebar itu dengan wajah yang tak berekspresi sama sekali.
Taehyung tak bersuara. Lidahnya yang terlampau kelu tersembunyi begitu baik dibalik bibirnya yang terkatup rapat. Tidak ada tarikan sesenti pun di sudut bibirnya. Ia tak tersenyum sama sekali, ataupun mencebik sedikit saja. Rapat, sangan rapat sekali, hingga tak ada suara sepatah katapun yang terkuak dari bilah bibirnya yang kering. Taehyung diam, seperti orang bisu. Tidak mau bicara, atau terlalu lelah untuk berbicara.
Tidak ada suara diantara kedua belah pihak. Baik Taehyung maupun pria itu, tak berkata sepatah katapun. Taehyung terdiam bisu, begitu pula dengan orang di hadapannya.
Dan ketika telapak lebar itu hendak meraih tangan kurusnya, Taehyung menjauh dan tertunduk dalam-dalam.
Tidak ada kata. Baik Taehyung maupun pria di hadapannya masih membisu. Entah itu karena terlalu sulit mengutarakan berbagai emosi yang berkecamuk dalam dada, atau mungkin karena bicara adalah hal yang melelahkan bagi keduanya.
Taehyung menggeleng saat pria di depannya menatapnya kaku. Taehyung semakin menjauh, melangkah ke belakang dengan kaki ringkihnya yang bergetar, namun pria di depannya begitu kurang ajar melangkah lebih maju padanya.
Taehyung tetap diam, tak memunculkan ekspresi, ataupun binar mata yang mencerminkan isi hatinya. Taehyung seakan kosong tak bernyawa.
Melangkah mundur, Taehyung merogoh benda dalam saku celananya. Pemuda di depannya terdiam memerhatikan. Ia sempat ingin bersuara, namun pemuda itu seketika terdiam dalam keterkejutannya.
Namun, keterdiaman itu tak berlangsung lama.
Pemuda di hadapan Taehyung segera meraih benda dalam genggaman Taehyung, dan melangkah semakin mendekat.
Taehyung terdiam. Tentu saja.
Detik kemudian, sensasi hangat menyapa tubuhnya, hingga Taehyung memejamkan mata penuh haru. Dadanya sempat bergemuruh, namun itu hanya sementara.
Masih dalam keterdiaman di tengah ruangan yang gelap, Taehyung membuka suara untuk pertama kalinya.
Mendesah,
Kesakitan,
Lirih,
Penuh putus asa.
Tanpa sadar Taehyung meremat kemeja putih pemuda di depannya. Lalu menenggelamkan wajah pucatnya pada ceruk leher pemuda itu.
"Jungkook..."
Satu cegukan keluar dari tenggorokannya, namun disusul desahan tertahan dan kernyitan alis yang begitu dalam. Sentakan kuat yang diberikan Jungkook mampu membuat kakinya lemas seketika di antara nafasnya yang putus-putus.
"Kubilang jangan bersuara." Kata Jungkook sembari makin menekan benda tajam itu dibalik punggung Taehyung yang merona merah.
Taehyung mengangguk lemah sebelum tubuhnya tumbang dalam dekapan erat Jungkook. Kakinya tak berfungsi menahan berat tubuhnya, dan Taehyung sepenuhnya bertumpu pada Jungkook yang memeluknya.
"Sakit?"
Hanya desahan lirih yang keluar dari mulut Taehyung. Ia mulai merasa pening dan tak bertenaga. "C-Cepat..."
Taehyung menjerit pilu saat Jungkook semakin menusukkan pisau pada punggungnya. Sakit sekali, benar-benar sakit sekali. "C-Cepat, Jungkook..."
"Kubilang jangan bersuara." Kata Jungkook sembari mengecup pelipis Taehyung begitu lembut. "Kau ingin cepat?"
Taehyung mencengkram erat kemeja di punggung Jungkook dengan jemarinya yang bergetar. Ia berusaha mempertahankan kesadarannya sebelum berbisik di telinga sang adik. "J-Jantung...,"
Dan tak lama kemudian Taehyung merasakan ujung tajam pisau yang menusuk pinggangnya dicabut paksa hingga ia harus terjatuh di atas tubuh Jungkook yang menahan berat tubuhnya di lantai.
"Kau yakin?" Tanya Jungkook lagi sembari mengecup puncak kepala Taehyung dan mengecup lembut bibir pucatnya. "Kau tidak menyesal di neraka nanti?"
Taehyung bergetar, ia sudah kehilangan banyak darah. "Tidak," Katanya diantara nafas yang melemah, "Cepat bunuh aku sebe-aarrgghh...,"
Taehyung tercekat. Matanya terpejam kuat. Jungkook menusukkan pisau itu tepat di dada, tempat jantungnya berada. Darah mengalir dengan derasnya dari luka dalam itu, walau tak sedalam luka batin yang Taehyung dapatkan semasa hidupnya.
"Hyung...," Jungkook mencabut pisau itu dengan cepat hingga buat Taehyung mendesah sakit. "Kau yang memintanya...," bisiknya tanpa menghiraukan mata yang tergenang dengan sendirinya. "Aku tak akan lakukan ini jika bukan kau yang meminta."
Lalu Taehyung tersenyum lemah, dan Jungkook turut lemah menatap senyuman tulus itu. "T-Terimakasih...," Taehyung mendekap erat kepala Jungkook di dadanya. "Hyung sayang kamu."
Dan semua berakhir dengan Jungkook yang mendekap erat tubuh dingin sang kakak setelah tak mendengar lagi suara detak jantungnya.
"Saranghae, Hyung."
***
***
Dibuang sayang~
***
***
"Jangan, Hyung." Jungkook menggeleng cepat. Air matanya sudah membasahi pipi sedari tadi. "Hyung, kumohon. Jangan begini."
Jungkook itu psikopat, dan Taehyung tahu itu.
Taehyung terdiam. Namun ia bersua hampir berbisik. "Bunuh aku, Kook."
"Hyung!" Jungkook nyaris berteriak jika tak melihat tatapan kosong sang kakak. "Hyung, jangan pancing aku. Please...,"
"A-Aku menghamili kekasihmu," Taehyung berbohong. "Cepat, bunuh aku."
"Hyung!" Jungkook tertawa, keras sekali. Ia kemudian menatap tak percaya pada kakaknya yang terlihat lucu sekali. "Jika kau tak menerima adanya ibu tiri, jangan berakhir minta dibunuh olehku."
"Besok...," Jungkook seketika terdiam, memerhatikan Taehyung yang menatap kosong padanya. "Besok malam. Tepat ulang tahun Ayah, di kamarku."
Jungkook mengernyit. "Apa maumu, Hyung?"
"Pisau dan darahku. Untukmu."
Dan detik kemudian, tatapan mata Jungkook menggelap.
Tawaran yang benar-benar menggiurkan.
"Siapkan untuk malam ini saja, Hyung." Katanya final.
Dan Taehyung diam menunggu hal selanjutnya menimpa padanya.
***
***
***
THE END.
YOU ARE READING
NO SPEAK
Fanfiction"Jangan pancing aku, Hyung."--Jeon Jungkook [Yang gak kuat GORE gak usah dibaca]