12. Bisa gila gue lama-lama

57 3 10
                                    

Melodi mengikuti langkah Chandra dalam diam. Kepalanya menunduk melihat kaki Chandra yang terus melangkah, tidak terburu-buru tapi mampu membuat Melodi sedikit memanjangkan langkahnya. Kedatangan Chandra secara tiba-tiba tadi mampu membuat Melodi terkejut.

Setibanya di UKS, Chandra menyuruh Melodi untuk duduk di atas brankar sedangkan ia berjalan ke arah Meifa yang kebetulan berada di UKS untuk meminjam kotak P3K. Cowok itu tidak langsung kembali, melainkan berjalan ke arah lemari yang berada di kiri UKS untuk mengambil gunting.

"Ini sekolah bukan ring tinju."

Suara yang terdengar tidak terlalu ramah itu membuat Melodi berkali-kali menenangkan jantungnya yang berdetak tiga kali lebih cepat. Bangsut! Tentu saja Melodi tahu penyebab akan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya ini. Hal biasa.

"Gue tahu," hanya itu jawaban Melodi. Sebelum gadis itu kembali menunduk hingga mau tidak mau kakinya yang menggantung di sisi brankar dan kaki panjang Chandra menjadi objek pandangnya.

"Gue gak bisa ngobatin wajah lo kalau lo aja nunduk kayak gini." Chandra tersenyum tipis byari tak terlihat begitu Melodi mengangkat kepala dengan cepat.

"Pelan-pelan."

"Hm."

Goresan kecil di ujung bibirnya membuat Melodi sedikit kesulitan bicara, sesekali ia meringis akan sentuhan tangan Chandra. Mengobati seseorang bukanlah hal yang sulit, mengingat Mama Chandra adalah seorang dokter jadi mengobati luka seperti ini adalah hal biasa. Luka yang berada di bibir Melodi mampu membuat Chandra berdecak, mungkin jika Melodi cowok Chandra bakal biasa-biasa saja, tapi ini cewek loh.

"Ngapain sih berantem kayak anak kecil gini? Nggak berfaedah."

Melodi hanya menutup mulut. Karena memang gadis itu tidak tahu harus berkomentar apa. Juga takut suaranya akan bergetar, posisi mereka saat ini membuat mata Melodi terus bergerak ke mana-mana.

"Untung gak ada guru yang lihat kalau ada lo bisa dapat poin, karena berkelahi di sekolah."

Di SMA Garuda Pelita memang menggunakan poin untuk setiap pelanggaran. Untuk bolos mendapat lima poin, untuk tidak berpakaian rapi mendapat tiga poin, sedangkan untuk berkelahi mendapat duapuluh poin. Jika seorang murid poin-nya mencapai seratus, bisa ditebak dalam dua hari kedepan dan seterusnya murid tersebut tidak akan menjadi masyarakat SMA Garuda Pelita lagi. Alias di delak dari Sekolah. Dan tentu saja Melodi belum poin satu pun jadi mendadak gadis itu dibuat resah karena ucapan cowok di depannya.

Chandra meletakan kotak P3K ke atas nakas pendek yang berada di antara brankar yang di tempati Melodi dan brankar kosong di sampingnya. Kemudian, dijatuhkan badannya ke atas kursi Chandra menatap Melodi yang sedang sibuk melihat bibirnya pada layar ponsel yang mati.

"Lo organisasi apa?" tanya Chandra memecahkan keheningan.

"PMR."

Chandra hanya menganggukan kepala beberapa kali. Lalu cowok itu terdiam ketika mengingat apa yang ia temukan dalam diary Melodi. Apa yang mampu membuatnya resah beberapa hari terakhir ini. Chandra tahu dia sudah terlalu lancang dengan membuka diary Melodi malam itu ditambah dengan ketidak inginannya untuk mengembalikan benda tersebut, tapi sungguh dia belum ingin. Dia masih sangat membutuhkan benda kotak itu.

Berbeda dengan Chandra yang sedang sibuk memikirkan diary Melodi. Melodi malah sibuk menetralkan detak jantungnya juga memikirkan kenapa Chandra teramat sangat ganteng saat ini dengan posisi duduk yang cool dan wajah berpikir cowok itu. Selama Chandra masih fokus pada pikirannya selama itu juga Melodi fokus mengamati wajah cowok itu.

"Kenapa?"

Pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Chandra membuat Melodi mengerjapkan mata beberapa kali. "Hah? Nothing." Melodi menggaruk kepala belakangnya sambil terus mengumpat kebodohnya dalam hati. "Em, gue balik ke kelas dulu. Thanks udah obatin," tanpa menunggu apa-apa lagi Melodi segera melompat turun dari brankar dan berjalan keluar.

***

"Panggilan ditunjukan kepada Melodi Nadheera kelas XI IPA 3 untuk segera ke aula sekarang. Sekali lagi, panggilan kepada Melodi Nadheera untuk segera ke aula sekarang. Terima kasih."

Melodi menjatuhkan kepalanya di antara lipatan tangan yang berada di atas meja. Belum juga ada semenit dia menduduki kursinya mau tak mau harus kembali berdiri. Gadis itu mengambil ponsel di dalam tas terlebih dahulu sebelum berjalan keluar kelas.

Dengan malas Melodi melewati koridor-koridor kelas yang masih sangat ramai. Perempuan yang rambutnya dibiarkan tergerai itu menghembuskan napas kesal saat mendapati beberapa Kakak kelas yang duduk di depan aula.

"Yakali gue keluar pakai sepeda Adik gue," suara dengan nada kesal dari salah satu cowok di situ membuat Melodi tertawa pelan.

Saat tiba di dalam aula, Melodi mengedarkan pandangan hingga berhenti tepat pada wanita berjilbab merah maroon yang sedang berbicara dengan kepala sekolah. Melodi baru melangkah mendekat ketika kepala sekolah sudah pergi dari hadapan Bu Ashri.

"Kamu duduk di situ dulu ya soalnya Pak Arman belum datang."

"Pak Arman siapa Bu?" tanya Melodi.

"Pemain piano," jawab Bu Ashri.

Melodi terdiam untuk sesaat. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Sebelum satu saran keluar dari mulutnya. "Saya bisa main piano Bu, gimana kalau saya nyanyi sambil main?"

***

Melodi baru menginjakan kakinya ke kelas ketika jarum jam berpindah ke angka lima. Sekolah sudah benar-benar sepi, yang tersisa hanya anak-anak teater yang masih latihan dan Pak Narto yang sedang mengecek setiap kelas. Melodi segera keluar begitu tasnya sudah menggantung di punggungnya.

"Gue minta maaf."

Melodi yang hendak menutup pintu tersentak kaget. Gadis itu dengan cepat memutar badan hingga menghadap ke pemilik suara yang di sebelahnya terdapat seseorang yang sangat ingin dia jauhi.

"Gue minta maaf soal kemarin," nada suara yang tidak ikhlas itu membuat Melodi cukup kaget sampai hampir menjatuhkan ponselnya. "Gue minta maaf."

Melodi menatap lurus pada Mila yang menatap datar dirinya. Ekspresi cewek itu sama sekali tidak ada rasa bersalah. Bahkan terkesan ogah-ogahan. Lalu keajaiban apa yang membuat gadis itu meminta maaf pada dirinya? Bahkan sampai menghampirinya.

"Gue juga minta maaf," ucap Melodi akhirnya.

"Seharusnya gue nggak bertingkah berlebihan kemarin. Tapi lo tahu lah kalau lagi emosi tu gimana?"

Melodi hanya mengangguk mengiyakan ucapan Mila. Matanya tetap diluruskan ke arah Mila walaupun dia tahu di samping objek pandangnya sepasang mata tersebut sedang menjadikannya objek pandang.

"Yaudah gue sama Arga duluan."

Lagi, Melodi hanya mengangguk. Sepeninggalnya Mila dan Arga, Melodi dengan segera menutup pintu kelas dan berlari menuju gerbang utam melalui jalan yang berlawanan dengan jalan yang dilewati kedua manusia tadi. Getaran pada ponselnya membuat Melodi memelankan langkahnya.

088922xxxx

Gue tnggu diparkirn

Chandra.

Hampir saja Melodi menjatuhkan ponselnya ketika membaca kata terakhir dalam pesan tersebut. Dengan beberapa rambut yang bergerak ke sana kemari angin seakan menertawakan ekspresi wajahnya saat ini.

Melodi melanjutkan langakahnya setelah tersadar. Namun seakan belum percaya atas apa yang membuatnya kaget tadi, ia terus membaca dan membaca lagi pesan yang masuk itu. Hell, terlalu banyak pertanyaan yang masuk ketika otaknya kembali berkerja dengan normal.

Salah satunya, apa ini hanya gurauan cowok itu?

Tapi apa yang akan dia lakukan kalau ternyata Chandra benar-benar menunggunya. Hei, beberapa jam lalu dia baru saja kedapatan memandangi cowok itu secara terang-terangan. Bodohnya lagi dia langsung berlari begitu saja. Akan teramat konyol dirinya nanti ketika mendapati Chandra di parkiran nanti.

"Bisa gila gue lama-lama." Melodi menghentakan kaki ke lantai semen dengan gemas karena merasa pusing sendiri.

***

Eviana (penulis amatir)
Abis makan

[1] Somebody ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang