Bagian Enam

234 33 8
                                    

Ku ucapkan terimakasih untuk ZakiatushShalihah karena dengan penuh kesabaran mau-maunya digangguin untuk tanya-tanya tentang Nagari Paninggahan. Bikin orang pengin kesana aja. Love you kurus 😂😂😂😂

Sebulan berlalu. Permasalahan antara Najam dan Luna juga belum terpecahkan. Bagaimana bisa terpecahkan, terindentifikasi saja belum. Hubungan Najam dan Luna pun semakin buruk, dengan aku yang masih terjebak atas pengkhianatan hati terhadap logika ku.

Beberapa malam ini aku selalu curhat ke Ummi. Merasa bahwa takkan bisa melewati ini sendirian, bahwa aku butuh bantuan Ummi untuk menguatkan ku.

Ummi mendukung apapun pilihan ku, merasa aku sanggup memilih jalan kebenaran. Dan permasalahannya, aku tidak menjelaskan pada Ummi apa pilihan ku.

Semua pendekatan yang ku lakukan pada Luna tak berhasil. Dia tak pernah mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Membuatku berfikir apa hasil belajarku selama ini sia-sia saja? Menggali masalah sahabatku pun aku tak sanggup. Aku jadi semakin merasa kecil hati.

Memutuskan kembali meminum obat tidur yang selama ini mampu ku sembunyikan baik-baik. Sudah pukul 2 dini hari dan aku tak kunjung juga terkantuk. Setelah melaksanakan sholat tahajud dan kembali menangisi nasip ku, kini aku mulai mencoba terlelap dalam heningnya malam. Beristirahat untuk kembali menghadapi kenyataan.

Pagi ini setelah sekian banyak kegagalan ku. Aku mencoba untuk yang terakhir kalinya, selama ini aku hanya melakukannya dengan cara baik dan perlahan. Dan kesabaran ku habis, waktu ku tak banyak lagi. Jadi sekarang akan ku lakukan dengan cara sedikit kasar.

Aku lelah terus-menerus terjebak di antara mereka.

Setelah sarapan aku berniat mengunjungi Luna. Mengunjunginya, menyampaikan maksud ku. Memperlihatkan padanya bahwa kenyataan itu pahit dan segala yang kita inginkan belum tentu kita dapatkan.

Kulihat Luna yang tengah menjemur pakaian di halaman rumah. Perutnya yang semakin membesar itu terlihat mengganggu aktifitasnya.

"Assalamualaikum Bumil, Assalamualaikum dede bayi." Sapaku.

"Waalaikumsalam Ammah cantik. Tumben mampir."

Aku tersenyum, mengusap perut Luna sebentar. Mendoakannya agar ia selalu dalam lindungan Allah. Dan meminta izin untuk menyakiti kedua orang tuanya. Maaf ya dede bayi.

"Kamu beneran mau cerai sama Najam, Lun?" Tanyaku seraya membantu Luna menjemur pakaian.

"Iya."

"Baiklah. Berarti Najam bukan lagi milikmu kan?" Kali ini Luna tak menjawab, kini dia diam tak bergerak.

Ku selesaikan semua pekerjaannya, dan mengajak Luna berjalan masuk ke dalam rumah. Mengambilkannya minum, menganggap rumah ini sebagai rumah ku sendiri.

"Dede bayi sehat kan? Usianya sudah enam bulan kan ya?"

"Alhamdulillah Sehat. Iya, Bismillah tiga bulan lagi."

"Kamu benar-benar yakin ingin bercerai?."

"Iya Sal. Aku yakin kok, kamu gak capek tanya tanya terus?"

Aku menggeleng dan tertawa. Tahukah ia ini yang selalu aku inginkan dari lubuk hatiku. Membuatku terus meringis malu karena menginginkan Najam yang nyatanya milik sahabat kesayanganku.

"Gak. Aku cuma mau memastikan aja kok kalau kamu gak akan lagi merasa menyesal nantinya. Najam juga bisa capek loh Lun. Kodratnya laki-laki memang mengejar, tapi bukan mengemis-ngemis pada perempuan. Harga dirinya bisa-bisa gak tertolong lagi, dan dia akan semakin ngerasa dirinya gak berharga."

[AS1] Mentari Di antara Bulan dan Bintang - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang