Part 2 - My Work

52 3 0
                                    

Sepulang sekolah, aku berjalan cepat menuju apartemenku. Udara malam hari serasa menusuk tulangku. Jika seperti ini enaknya aku membuat segelas susu cokelat hangat untuk menghangatkan badan dan menyalakan perapian.

Setelah sampai di depan apartemenku, segera ku buka pintu apartemen yang terkunci. Kuletakkan sepatu dan kaos kaki di rak sepatu. Lampu apartemen langsung kuhidupkan. Lalu aku berganti pakaian dan mandi-jika terlalu lama memakai seragam dan hal-hal berbau sekolah bisa-bisa aku menjadi alergi dan bentol-bentol.

Selesai mandi, aku langsung menuju meja belajarku. Tidak... tidak... kalian salah besar. Aku duduk di depan meja belajar bukan untuk belajar melainkan... bekerja. Ya aku sedang bekerja. Kau tahu, aku adalah anak yatim-piatu. Ibuku meninggal enam tahun yang lalu. Ayahku? Dia bahkan sudah pergi meninggalkan aku sejak berumur tiga tahun. Dan karena aku sebatang kara, aku harus mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari.

Berat memang, harus bekerja di usiaku yang masih belia. Seharusnya anak remaja sepertiku pergi hangout bersama teman-temannya di akhir pekan atau gonta-ganti pacar saban hari tapi ini tidak terjadi padaku. Aku harus mencari nafkah dengan ekstra keras agar dapat makan. Yeah... tapi aku menikmatinya. Aku mencintai pekerjaanku.

Aku bekerja sebagai sastrawan. Aku seorang penulis. Sebenarnya tidak ada yang tahu soal ini bahkan teman terdekatku-Jasper dan Calvin-tidak tahu kalau aku seorang penulis dan pengarang cerita. Yang mereka tahu aku adalah seorang loper koran-pekerjaan sampinganku.

Biasanya setiap minggu, aku mengirimkan cerpen anak-anak pada koran-koran dan majalah. Setahun sekali aku mengirimkan naskah novel dan kumpulan puisi pada penerbit yang telah membesarkan namaku. Aku bersyukur karena masih bisa hidup dengan jerih payahku sendiri. Pekerjaanku sebagai pengarang dan loper koran bisa menutup kebutuhanku.

Tapi sisi buruknya adalah aku menjadi sangat kelelahan. Setiap malam sepulang sekolah, aku selalu memelototi laptop dan memeras otak supaya dapat ide untuk menulis cerita. Semakin banyak cerita yang kuhasilkan maka semakin banyak uang yang kudapatkan. Biasanya aku betah menulis hingga larut malam. Hal inilah yang menyebabkan aku sering terlambat ke sekolah, bukan karena malas tapi karena terlalu lelah bekerja. Bisa dibilang menulis adalah pekerjaan utama penopang hidupku sebab aku hanya mengantarkan koran-koran pada pelanggan setiap hari Sabtu dan Minggu.

Drrrtt... drrrtt...

HPku bergetar di atas meja belajarku. Aku meraihnya dan mengecheck pesan yang masuk. Pesan dari Pak Andrew, kepala direksi di salah satu koran tempat aku mengirimkan cerita anak-anak.

Dari: +628585749xxxx (Pak Andrew)

Athena kpn kau akan mengirimkan ceritamu? Para pelanggan mendesak kami untuk sebanyak dan secepat mungkin memuat karyamu.

Kepada: +628585749xxxx (Pak Andrew)

Aku akan mengirimkannya besok Sir. Hari ini aku sedang menyelesaikan dua cerita tambahan.

Dari: +628585749xxxx (Pak Andrew)

Baiklah. Anak yang baik. Kau rajin sekali ya? Andai saja putraku seperti dirimu.

Kepada: +628585749xxxx (Pak Andrew)

Terima kasih Sir. Tunggu saya besok di kantor redaksi ya?

Dari: +628585749xxxx (Pak Andrew)

Ya-ya, aku akan menunggumu.

Aku tertawa sendiri membaca pesan dari Pak Andrew. Jika dia sudah mulai membicarakan putranya-yang bahkan aku tidak kenal namanya-si pemalas itu, aku biasanya langsung mengalihkan topik atau mengakhiri pembicaraan.

Yeah... hal lain yang menyebalkan dari seorang penulis adalah mereka selalu dikejar-kejar direksi dan deadline.

Sepuluh menit kemudian, aku berhasil mengerjakkan pekerjaanku. Aku langsung mencetak ceritaku dan memasukkannya pada amplop coklat besar. Sesuai janjiku, besok aku akan mengirimkan ceritaku pada Pak Andrew.

"Hoammm..." aku menguap sambil merenggangkan badan.

"Pukul berapa ini?" Kataku seraya melirik alarm yang tadi pagi kubanting.

Pukul 22.37 PM

Aku lalu beranjak ke tempat tidur. Tidak... tidak... kalian salah. Aku ke tempat tidur bukan untuk tidur melainkan untuk... belajar. Ya aku akan belajar. Aneh sekali bukan? Meja belajar kugunakan untuk bekerja dan tempat tidur kugunakan untuk belajar.

Aku masih memiliki waktu sampai pukul dua belas malam untuk belajar setelah itu aku akan pergi tidur.

Dulu sewaktu aku masih anak-anak, aku juga sudah bekerja. Sebagai model. Ibuku memaksaku menjadi model. Dia ingin aku menjadi model profesional dan terkenal. Sebenarnya aku sangat membenci pekerjaan ini tapi terpaksa kulakukan untuk menyenangkan dan memuaskan hati ibukku.

Setelah ibu tiada, aku langsung berhenti menjadi model. Semua tawaran agensi dan desainer yang menginginkan aku menjadi peraga busana mereka kutolak. Mentah-mentah.

"Athena, sekarang kau menjadi anak yatim-piatu. Tidak ada pilihan lain bagimu untuk memenuhi kebutuhanmu selain menjadi model," kata salah seorang desainer yang sangat dekat denganku.

"ADA!!" Bentakku.

"Jangan bilang kau ingin meneruskan pekerjaanmu sebagai penulis! Apa kau sudah gila? Kau tidak akan bisa hidup dengan menjadi seorang penulis."

"Bisa. Tentu saja bisa," kataku mulai terisak.

"Hentikan keinginanmu itu Na. Kau adalah model terkenal. Banyak orang ingin berada di posisimu tapi kau membuang pencapaianmu begitu saja," sahut Alice-temanku yang sama-sama bekerja sebagai model.

"Aku tidak menginginkannya! Aku benci orang-orang melihatku dengan senyum palsu itu."

"Kau tidak punya pilihan! Apa susahnya sih tersenyum?" Alice masih berusaha membujukku.

"Baiklah aku akan melihatnya! Aku akan melihat kesuksesanmu menjadi penulis. Buktikan padaku kalau kau bisa! Tapi aku sangsi padamu. Kau hanya bisa bertahan sebulan saja dengan pekerjaan rendahan seperti itu," kata desainer tadi.

Aku hanya menangis mendengarnya.

"Jika kau sudah mengaku gagal sebagai penulis dan ingin kembali sebagai model, kami dengan senang hati menerimamu. Masih dengan tangan terbuka dan gaji yang sama tingginya."

"Kau akan kelaparan dalam waktu sebulan Na. Menulis itu adalah pekerjaan rendahan dan bergaji kecil," sahut Alice.

Dan nyatanya sekarang aku masih bisa hidup. Dalam enam tahun, aku masih bisa memenuhi kebutuhanku dan menabung karena bekerja sebagai penulis. Pagi sampai sore aku sekolah, malam harinya aku menulis. Untuk hari Sabtu dan Minggu pagi aku bekerja sebagai loper koran, siang sampai malam aku menulis.

Bahkan sampai sekarang aku masih menerima tawaran dan bujukkan untuk kembali sebagai model tapi aku menolaknya. Memang menjadi model bukanlah pekerjaan yang buruk tapi aku tidak menyukainya, aku lebih nyaman menjadi seorang penulis yang menyembunyikan identitasku.

Aku ingin berbagi satu prinsip pada kalian. Jika kalian menyukai suatu hal atau pekerjaan tapi ditentang dan diremehkan oleh orang-orang maka tutuplah telingamu! Jangan dengarkan atau pedulikan mereka. Jadilah dirimu sendiri. Ikuti kemauanmu. Mereka hanya bisa berkomentar bukan membuktikan. Keinginanmu bukan keinginan mereka. Hidupmu bukan hidup mereka. Jangan biarkan mereka mengekangmu! Lakukan saja apa yang ingin kaulakukan jika itu memang sesuatu yang baik. Berusahalah dengan ekstra keras. Sebab usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Yeah... walau sering kelelahan karena bekerja tapi setidaknya aku dapat membuktikan pada mereka bahwa aku bisa.

ZoneperestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang