Dua puluh tiga

349 33 12
                                    

Diputar yaa^^

Setelah diijinkan kedua orang tuanya untuk membawa Alana pergi, Arnes membukakan pintu Alana dengan senyum menghiasi wajahnya. Alana mengenakan pakaian yang juga kasual. Sweater warna marun, dengan celana jins dan sepatu sneakers.

Keduanya terhenyak dalam alunan lagu. Sesekali Alana memandangi Arnes lamat-lamat, yakin akan perasaannya yang sangat dalam terhadap cowok di sampingnya ini. Yakin, bahwa Arnes-lah yang hatinya inginkan. Sama dengan Arnes yang sesekali menatap Alana sambil tersenyum.

Alana memandang keluar jendela. Lampu-lampu berpendar menerangi jalanan kota yang cukup lengang. Mobil yang ditumpanginya membelah jalanan. Melintas di tengah gedung-gedung yang menjulang tinggi, pendar cahaya bisa dilihat dari tiap-tiap jendelanya.

"Kita mau kemana sih, Nes?"

Melirik Alana sebentar, ia tersenyum. "Liat aja nanti."

"Oke."

Saat lampu lalu lintas berwarna merah, Arnes menyempatkan tangannya untuk menggenggam tangan mungil Alana.

Beberapa lama kemudian, mobil yang dikendarai Arnes berbelok memasuk halaman sebuah gedung tinggi. Alana menoleh saat Arnes membuka kaca di depan pos jaga. Melihat Arnes, satpam yang berjaga itu hanya mengangguk lalu tersenyum ramah.

"Kita di mana? Kayaknya satpam itu udah kenal kamu."

"Iya lah, kenal. Ini kantor papa aku, Al."

Kening Alana mengernyit bingung. "Kita mau ngapain?"

Arnes memarkirkan mobilnya di depan lobi gedung ini. "Sshtt, liat aja nanti."

Alana menarik ujung bibirnya ke bawah. "Okay," kemudian ia kembali bungkam.

Arnes terkekeh pelan dengan reaksi Alana. Membuka sabuk, Arnes mengambil tas ranselnya. Kemudian ia membukakan pintu untuk Alana. Selalu seperti itu, memperlakukan Alana bak seorang puteri.

"Thank you."

Alana menggenggam sling bag yang dikenakannya, sementara Arnes merangkul pundaknya. Mereka memasuki gedung sepi itu. Alana penasaran, tapi ia memilih diam dan menunggu. Daripada jawaban Arnes sama seperti tadi.

Mereka menaiki lift sampai beberapa lantai. Kemudian, Arnes menggandeng Alana menaiki tangga. Bagaikan pangeran menuntun sang puteri menaiki tangga.

"Mau tau kan, kita di mana?" tanya Arnes yang memegang kenop pintu bercat putih.

"Mau."

Perlahan, Arnes menarik kenop dan mendorong pintunya. Mempersilakan Alana masuk lebih dulu. Alana membuka mulutnya kagum, matanya memandang lurus ke depan. Ia terus melangkah, kemudian berbalik, menatap Arnes.

"Nes, ini tempatnya bagus banget!" serunya gembira.

"Kamu suka?"

"Banget, banget." Alana memandang ke depannya lagi.

Di depan, ia dapat melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi tadi, melihat suasana kota pada malam hari. Kepalanya menengadah ke langit. Matanya berbinar kagum melihat jutaan cahaya tampak kecil bersinar di atasnya.

Alana merentangkan kedua tangannya, dan membiarkan matanya terpejam. Merasakan semilir angin malam membelai wajah dan rambutnya. Di belakangnya, Arnes tersenyum. Ia meletakkan ransel itu di samping kaki Alana. Tangannya menurunkan kedua tangan Alana dari belakang, untuk memeluk cewek itu.

"Kamu tau kenapa aku ajak kamu ke sini?"

Alana menggeleng, dipelukkan Arnes. "Enggak. Kenapa?"

Melepaskan pelukan, Arnes menarik Alana ke tepi rooftop. Yang dibatasi dengan beton setinggi dada Alana. Arnes melipat tangannya di atas beton itu. Begitu juga Alana.

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang