Part 10

174 20 6
                                    

Langkah mereka memasuki Maruyama Park. Taman yang begitu indah apalagi di saat musim gugur seperti ini. Mata Kyoko menyapu sekeliling taman. Bola matanya berbinar. Warna musim gugur memang memberi keceriaan untuk semua orang. Warna kemerahan yang khas membuat sekeliling ikut ceria.

Matsumoto menangkap ekspresi langka gadis di sampingnya. Baru kali ini ia melihat bola mata itu berbinar. Matsumoto membiarkan gadis itu merasakan keindahan taman ini dengan panca inderanya.

"Saya tidak tahu kalau di sini ada taman secantik ini," ujar Kyoko dengan garis senyuman yang baru saja Matsumoto lihat pertama kali.

Matsumoto tidak menanggapi kalimat gadis itu. Ia sudah terpana dengan senyuman langka itu.

Karena Kyoko tidak mendapat tanggapan, ia menoleh dan mendapati lelaki di sampingnya tengah menatap wajahnya lekat. "Sensei!" panggilnya lembut.

"Hai, gomenasai," tanggapannya segera.

Kyoko kembali tersenyum. Kali ini mentertawakan sikap lelaki di depannya yang seperti orang bingung. "Sensei, boleh saya bertanya?" tanyanya memulai pembicaraan dengan raut serius.

"Silakan!" Mereka melanjutkan langkahnya menyusuri Maruyama Park.

"Sensei sering datang ke Okiya?"

Pertanyaan gadis itu diluar dugaan Matsumoto. Ia mengira Kyoko akan bertanya persoal masalahnya. "Tidak begitu. Saya ke Okiya jika diajak kolega saja," jawab Matsumoto canggung.

Kyoko mengangguk. "Sudah berapa kali?"

"Empat kali," lelaki itu memasang mimik berpikir, "iya empat kali," lanjutnya meyakinkan.

"Baiklah."

Matsumoto kembali berkerut kening. "Kenapa?"

"Ah tidak. Pertanyaan yang tidak penting, ya? Ah, gomenasai." Kyoko menundukkan kepalanya meminta maaf.

Matsumoto tertegun melihat sikap Kyoko. Perlahan ia mengerti maksud pertanyaan itu. Mungkin ini pertanda bahwa pasiennya ingin diajak bicara diluar permasalahannya. "Kalau boleh tahu, sejak kapan Anda tinggal bersama Yamami-san?"

"Sejak kecil," jawab Kyoko singkat.

"Ah, kita duduk di sana!" Matsumoto menunjuk ke arah bangku dengan berlatar sungai. Airnya yang bening, beratap pohon berdaun kecoklatan. Gemericik air menambah kedekatan mereka. "Silakan duduk!"

Kyoko masih terdiam, menunggu pertanyaan berikutnya. "Sebelumnya, Anda tinggal di mana?"

Kyoko menunduk. Cukup lama ia terdiam menatapi kesepuluh jemarinya yang saling bertautan.

"Kyoko-san!" panggil Matsumoto ketika tidak ada jawaban dari gadis di sampingnya.

Kyoko masih menunduk. Kini suaranya nyaris tidak terdengar. Hanya terdengar desauan angin yang menyelinap dari balik ranting pohon, bersahutan dengan suara aliran sungai. Matsumoto ikut menikmati keheningan itu. Ia menengadahkan kepala dan menutup matanya lalu menarik napas panjang. Beberapa kali Matsumoto melakukan hal itu. Hembusan napasnya terdengar lirih. Kyoko masih tidak bergeming. "Terkadang, hidup dalam masa lalu yang pelik membuat hidup terasa terpasung," ujar lelaki itu dengan mata masih terpejam, "saya punya masa lalu yang membuat saya sempat trauma," lanjutnya.

Nampaknya dokter muda itu berhasil memecahkan keheningan di antara mereka. Kyoko mengangkat kepalanya lantas menoleh ke arah lelaki di sampingnya yang masih terpejam.

"Saya pernah jadi orang paling terpuruk di dunia ini. Semua orang seakan menutup mata dan telinga melihat keadaan saya," lanjutnya lagi.

"Maaf Sensei." Suara Kyoko kembali terdengar meskipun lirih.

Matsumoto membuka matanya lalu menoleh ke arah Kyoko. "Kenapa meminta maaf?" tanyanya heran.

Kyoko tidak menjawab.

Bersambung

Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang