Jilid 1

4.4K 58 3
                                    

Menjelang musim semi di daerah Kanglam, hawa dan cuaca di sebelah utara sungai besar baru mulai berubah, maka banyaklah kaum pelancong yang berdamawisata ke tempat-tempat sejuk nan permai sebelum musim semi usai.

Demikianlah di Toa-bing-ouw yang terletak di selatan kota Kilam, di bawah kaki bukit Jian-hud-san, tidak sedikit kaum pelancong sedang menghibur diri menghirup hawa segar menghabiskan waktu.

Di antara sekian banyak orang yang mondar-mandir terdapat seorang pemuda berusia belasan tahun sedang berlenggang sambil menggendong tangan, kepalanya celingukan kian kemari.

Hari masih sepagi itu, maka setelah sarapan pagi, pemuda ini menyewa sebuah perahu berkayuh ke tengah danau menuju ke seberang sana. Bangunan kelenteng dari buddha serta banyak tempat obyek turis di Jian-hud-san memang tidak sedikit jumlahnya, segalanya tumbuh serba alamiah sehingga keindahan alam di sini jauh berlainan dengan tempat-tempat lain.

Pemuda ini bernama Khing Ciau, dia berasal dari Siok-shia, kira-kira seratus li dari Tiong-toh (Pakkhia), setelah Siok-shia direbut dan diduduki pasukan negeri Kim, ayahnya pernah menjabat kedudukkan cukup tinggi di dalam pemerintahan. Bahwa ayah Khing Ciau mengabdikan diri sebagai pemerintah kelas tinggi Kerajaan Kim, bahwasanya hanya sebagai kedok saja untuk menutupi rahasia pribadinya sebagai agen ganda, sebagai patriot bangsa Han yang berjiwa luhur dan setia kepada negeri Song.

Agaknya kedatangan Khing Ciau di Toa-bing-ou bukan untuk bertamasya menghibur diri, karena dia sering menggosok-gosok kedua tangan dan celingukan kian kemari seperti sedang menunggu atau mencari sesuatu yang menggelisahkan hatinya.

Terbayang akan pengalaman hidupnya selama ini, sungguh hatinya dirundung kepedihan dan kerisauan yang tak terperikan, ibunya menjemput ajal secara penasaran dan tidak diketahui sebab musababnya, cuma dari tanda-tanda ibunya sendiri, yaitu putri pamannya yang bernama Cin Long-giok, berdasarkan bukti-bukti yang menurut keyakinannya tidak bisa disangkalnya lagi, maka dengan hati panas, ia pergi ke rumah pamannya dan tanpa sadar ia kesalahan tangan membunuh pamannya Cin Jong.

Lantaran kesalah pahaman satu sama lain yang serba berbelit-belit ini, Khing Ciau menjadi musuh adik iparnya Cin Longgiok yang sebenarnya adalah calon istrinya pula.

Di dalam usaha penyelidikan menemukan jejak si pembunuh ibunya, berulang kali Khing Ciau mengalami ujian dan gemblengan yang hampir saja mencabut jiwanya, namun memperoleh rejeki pula yang tak ternilai besarnya, untunglah beberapa kali itu dia mendapat pertolongan dari seorang perempuan yang serba misterius asal usulnya, dan sekarang Khing Ciaupun sedang dalam perjalanan untuk menepati janji pertemuannya dengan perempuan penolong itu yang belakangan sudah bersumpah setia sebagai kakak beradik dengan dia, perempuan berkepandaian silat tinggi itu bernama Lian Ceng-poh.

Di saat pikirannya kusut dan matanya celingukan kian kemari itulah, tiba-tiba didengarnya suara riak air yang tergayuh, sebuah sampan melaju pesat di samping sana. Sekilas tampak oleh Khing Ciau bayangan seorang gadis yang sudah amat dikenalnya berada di dalam sampan itu, hatinya mencelos, waktu ia melihat lebih jelas sampan itu sudah pergi jauh dan tak kelihatan bayangan orang itu.

Mau tidak mau Khing Ciau ber-tanya2 dalam hati: "Siapakah dia? Kenapa seperti sudah amat kukenal? Siapakah dia itu?" 

Tiba2 bayangan Lian Ceng-poh terbayang pula di kelopak matanya, itulah persoalan yang paling dia perhatikan untuk pertemuan nanti, tiada tempo dia pikirkan siapakah sebenarnya bayangan orang yang sudah amat dikenalnya tadi.

Setelah tiba di seberang Khing Ciau bayar ongkos perahu terus mendarat, waktu masih pagi, kira2 setengah jam menjelang tengah hari, untuk menghabiskan waktu Khing Ciau putar kayun tanpa tujuan berkeliling dari satu ke tempat lain yang banyak dikunjungi pelancongan, akhirnya dia berhenti didepan sebuah gardu di mana banyak berjubel orang2 yang sedang mendengar dongeng yang dibawakan oleh seorang gadis jelita berusia tujuh belasan, mengisahkan Hong tin-samhiap yang kenamaan di jaman dinasti Tong, begitu asyik Khing Ciau mendengarkan petualangan Li Si-bin (akhirnya menjadi raja pendiri kerajaan Tong), Jan-bau-khek dan Ang-hud, pendekar perempuan pada zamannya dulu.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang