Tapi pada detik yang menentukan itulah, se-konyong2 Hean-tiau-hiat didengkul Cin Jong mendadak terasa linu, seketika sekujur badan lemas lunglai, karuan kaki tak kuat menyanggah badan dan tersungkur maju ke depan.
Padahal ujung pedang Khing Ciau memang tertuju ke depan, karena kehilangan keseimbangan badannya, berat badan Cin Jong jadi doyong ke depan dan kebetulan memapak ke ujung pedang Khing Ciau yang tersurung ke depan, maka terdengar Cin Jong menjerit memilukan seraya berteriak: "Kau, kau sungguh kejam!"
Di tengah kejut dan herannya, tampak oleh Khing Ciau tahu2 pamannya sudah mandi darah tertembus oleh pedangnya, keruan seketika iapun menjublek tak bergerak.
Waktu ia mencabut pedangnya dilihatnya Cin Long-giok sudah menubruk dan memeluk badan ayahnya sambil menangis ter-gerung2 dan sesambatan, namun ayahnya sudah menemui ajal.
Mimik tangis Cin Long-giok waktu itu tak jauh berbeda dengan mimik mukanya sekarang ini, Khing Ciau ber-tanya2: "Apakah bertemu secara kebetulan. Atau sebelumnya dia sudah tahu bahwa aku memang hendak ke mari? Kenapa Liancici tidak datang?"
Sementara Cin Long-giok membatin: "Ternyata memang dia, di tempat ini dia janji bertemu dengan seorang perempuan! Setelah membunuh ayah, begitu berpisah dengan aku lantas lupa sama sekali, orang yang tidak setia dan tak berbudi ini, masa aku tetap anggap dia sebagai Piaukoku?"
Sejak peristiwa yang mengenaskan tempo hari, perasaan kedua orang sama gejolak dan dirundung kepedihan di samping pandang orang sebagai musuh, namun hubungan cinta masa lalu tak mudah terlupakan begitu saja, karena perasaan serba kontras ini, maka kedua pihak sedapat mungkin menekan luka2 hatinya yang sudah terbenam, berusaha menghindari pertemuan untuk mengaburkan bayangan pujaan hati yang melekat dalam sanubarinya selama ini.
Khing Ciau cukup terlatih sikapnya rada tenang, sebaliknya Cin Long-giok tak kuasa mengendalikan rasa derita yang dialaminya selama ini, pikirannya sudah dihayati balas dendam yang membara, akhirnya dia nekad dan berteriak: "Khing Ciau, biar hari ini aku adu jiwa dengan kau!"
"Tring" sebatang Toh-kut-ting tahu2 melesat keluar, jarak kedua orang sedemikian dekat, Khing Ciau dalam keadaan bingung lagi, terang dadanya takkan luput dari samberan senjata rahasia ini, maka terdengar "Tring" sekali pula, angin menyambar lewat.
Toh-kut-ting tadi melesat miring dari depan dada Khing Ciau, tanpa menyentuh badannya. Ternyata disaat menyambitkan senjata rahasianya ini, betapapun hati Cin Long-giok tidak tega sehingga timpukannya menceng.
Khing Ciau tak tahan lagi, teriaknya: "Long-giok, bisakah kami bicara sekali lagi?"
Cin Long-giok menghela napas panjang, ujarnya: "Baik, biar kusempurnakan keinginan hatimu!" tapak tangan Cin Long-giok masih menggenggam sebatang Toh-kut-ting, sembari bicara tapak tangannya sudah ia tepukan kedada sendiri, ujung Toh-kut-ting tepat mengarah Hian-ki-hiat didadanya.
Disaat jiwa terancam bahaya inilah tiba2 terdengar "Tring" Toh-kut-ting ditapak tangan Cin Long-giok terlepas.
"Lepaskan, lepaskan!" teriak Cin Long-giok me-ronta2, "Aku mati bukankah memenuhi keinginanmu? Kenapa kau halangi aku mati?" tapi mana Khing Ciau mau melepasnya lagi? Didalam pelukan kedua tangan Khing Ciau yang kokoh kuat, betapa kusut dan derita hatinya, namun terasa amat nyaman pula sehingga kaki tangan terasa lemas, badannya lunglai rebah dalam pelukan Khing Ciau.
Se-konyong2 didengarnya seorang berkata: "Nona Cin, tak perlu kau menempuh jalan pendek, Menurut aku, kau kena ditipu orang saja."
Kumandang suaranya, bayangan orang pun berkelebat melompat turun dari atap rumah, tahu2 di samping mereka tambah dua orang, mereka adalah Hong-lay-mo-li dan San San.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)
AdventurePemuda ini bernama Khing Ciau, rumahnya berada di Siok-shia, kira-kira seratus li dari Tiong-toh (Pakkhia), setelah Siok-shia terebut dan diduduki pasukan negeri Kim, ayahnya pernah menjabat kedudukkan cukup tinggi di dalam pemerintahan. Terbayang a...