Pernikahan di Malam Kemuliaan

49.5K 3.8K 857
                                    

Ini hari ketujuh Laura tinggal di rumahku, sekolah sudah mulai libur. Itu berarti lebih banyak waktu yang bisa kami gunakan untuk beribadah. Kak Adi dan Papa tidak ada di rumah sebab dari tiga hari yang lalu mereka berdua sudah pergi itikaf, di rumah hanya ada aku, Laura dan mama. Setelah selesai membantu mama membuat kue untuk lebaran, aku dan Laura menghabiskan waktu di ayunan kayu yang terdapat di belakang rumah. Ayunan yang sengaja ayah dan kak Adi buat untukku saat aku berusia tujuh tahun.

"Nggak kerasa yah Shi, tinggal beberapa hari lagi hari Raya akan datang."

"Iya rasanya baru kemarin kita menyambut bulan Ramadhan, kini ramadhan akan segera berakhir," ucapku, tidak tahu kenapa tiba-tiba rasa sedih menyelimuti hatiku. Rasanya tak rela kalau bulan yang suci ini berakhir.

"Andai ini bulan Ramadhan  terakhir bagiku... aku berharap di bulan Ramadhan inilah aku dapat meraih kemulian Lailatul qadar."

Aku langsung menatap Laura dengan pandangan tak suka. Sungguh aku tidak suka mendengar perkataannya, "Kenapa kamu ngomong gitu?"

"Tidak ada yang dapat menebak kapan malaikat maut akan datang untuk mencabut nyawa kita... bisa jadi kini malaikat maut sedang bersiap untuk memisahkan roh dari ragaku," jawab Laura enteng, kepalanya menengadah keatas langit biru, "Tahukah, Shi? Ketika Lailatul qadar para malaikat akan turun dari atas langit untuk mengatur segala urusan, saking banyaknya malaikat yang turun ke bumi hingga bumi ini dipenuhi oleh malaikat.. angin berhembus tenang, malam yang membawa kedamaian... bila kita membaca Al Quran maka para malaikat akan berada di dekat kita mendengarkan bacaan kita, saat kita berdzikir mereka ikut berdzikir bersama kita dan saat kita berdoa maka mereka akan mengamini doa kita.. aku harap aku akan mendapatkan malam mulai itu... malam kemulian yang lebih baik dari seribu bulan," ucap Laura lirih, matanya berkaca-kaca, "Tidak tahu kenapa, aku merasa malu pada Allah saat ini."

"Apa yang membuatmu malu?" tanyaku penasaran.

"Aku malu karena begitu banyak waktu yang telah aku lewatkan tanpa menyembah-Nya... aku malu karena telah melewatkan begitu banyak waktu tanpa bersujud kepada-Nya.. dan yang membuatku lebih malu lagi adalah aku belum bisa mencintai-Nya dengan sepenuh hati... surga dan neraka masih menjadi alasan utama aku mengerjakan segala yang ia perintahkan dan menjauhi segala yang Ia larang."

"Itu tidak salah, wajar kita sebagai manusia mengharapkan surga dan takut akan neraka, bukankah Rasulullah juga memerintahkan kita untuk meminta surga dan mengharapkan terhindar dari pedihnya siksa neraka," itulah yang dulu kak Adi selalu katakan padaku.

Laura menganggukkan kepalanya, "Tapi tahukah, Shi? Harapan itu bukanlah harapan yang dimiliki oleh hamba yang mencintai Allah dengan tulus... mereka yang mencintai Allah tidak mengharapkan surga dan tak takut pada neraka... yang ia harapkan hanyalah pertemuan mereka dengan Allah tanpa ada sedikitpun pembatas yang menghalangi... tak peduli ia akan masuk surga ataupun masuk neraka.. yang mereka harapan hanyalah berjumpa dengan Allah..itulah kemenangan yang nyata," Laura terisak pelan, "bisakah aku sampai pada derajat itu? Aku ingin berjumpa dengan-Nya. Dialah yang telah mencukupi segala kebutuhanku tanpa mengharapkan balasan, Dialah yang telah memberikan aku nyawa dan Dialah Yang Maha Segala-galanya."

"Jangan putus asa atas Rahmat Allah, Ra. Kita memang bukanlah hambanya yang mulia seperti hamba-hamba terdahulu, namun Rahmat Allah sangat luas.. yakinlah atas kebaikkannya. Ingatkah kamu akan buku karya Aidh Al-Qarny yang pernah kita baca. Optimislah, karena Allah selalu bersama kita, para malaikat memohonkan ampun untuk kita, dan surga telah menunggu kita, serta Allah pun tak mungkin menolak pertemuan yang hambanya harapkan dengan-Nya karena Allah Maha Baik," aku peluk Laura.

"Makasih, Shi.. andai aku tidak mengenalmu dan keluargamu mungkin cahaya keimanan ini tak akan menyentuh hatiku.. banyak rasa takut yang aku rasakan saat hendak merubah keyakinanku, namun kamu, tente, om dan kak Adi terus mendukungku hingga akhirnya aku berani melangkahkan kakiku untuk menuju cahaya Ilahi.. di saat keluargaku membuangku kamu dan keluargamulah yang menerimaku dengan tangan terbuka.. sungguh Allah begitu sangat baik karena telah mempertemukanku denganmu."

Laura | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang