Seperti biasa keramaian akan memenuhi seisi pinggir lapangan saat seorang Famous sekolah berada di tengah-tengahnya. Bukan tanpa alasan orang itu berada di area sudut pandang orang-orang. Dia sedang memainkan bola besar yang selalu dibawanya kemanapun. Bukan hanya memiliki wajah yang cukup sempurna, kemampuan bermainnya pun menjadi daya tarik mereka untuk menyukai sosok Bara.
Ia juga menyukai orang itu, hanya saja ia tidak punya cukup tenaga seperti mereka untuk meneriaki namanya. Ataupun berusaha mendekatinya.
Sambil duduk dipinggir lapangan - tepatnya berada di depan kelas sambil menjulurkan kaki ke depan dan menopang tubuhnya dengan kedua telapak tangan yang menempel pada lantai. Ia menatap langit-langit biru dengan cerah.
Gimana rasanya berada disana?
Bersama langit biru yang sesekali akan ditutupi awan gelap.
Membiarkan ia seorang diri yang hanya bisa menatap dari kejauhan. Lama-lama ia juga lelah mendongkrakan kepala ke atas hanya untuk melihat langit.
Tanpa ia sadari, tiba-tiba seseorang berjalan mendekatinya dan menutupi pandangannya menatap langit.
Bukankah dia harusnya berada di tengah lapangan?
Tetapi Bara sama sekali tak bicara. Hanya menutupi pandangan Bian yang sedang menatap langit. Hanya beberapa menit sebelum akhirnya menjauhkan diri dari Bian.
Ia hanya mengerutkan keningnya tak mengerti dengan tingkah Bara kali ini. Pandangannya mengikuti ke arah Bara berlalu dari hadapannya tanpa sepatah katapun.
"Ada hubungan apa lo sama Bara?" Tanya Dea yang baru saja duduk disampingnya sambil memakan cilok yang dibungkus pakai cangkir plastik dan tusukan panjang.
"Gak ada." Jawab Bian simple.
"Hati-hati loo, lo bisa jadi inceran fansnya Bara. Mereka udah lirik-lirik lo dari tadi." Dea mengingatkan dengan memberi isyarat pada beberapa pandang mata yang memandanginya.
Bian hanya tersenyum memandang ke arah Dea, "gak perduli gue." Katanya lalu bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kelas.
Ia hendak mengeluarkan sebuah novel yang terletak di laci mejanya. Namun, keningnya berkerut saat melihat sticky note kuning menempel di buku itu.
Mungkin lo akan risih dengan sikap gue, tapi percayalah, gue lakuin itu karena gue perduli sama elo.
Tulisan itu membuat Bian langsung menoleh ke arah jendela yang ada di sebelah kirinya. Ia penasaran dengan tulisan tangan ini. Tetapi lebih penasaran dengan maksud dari perkataannya. Sikap apa? Perduli kenapa? Dan ia harus percaya kepadanya?
Suasana lapangan makin menjadi ramai. Banyak sorak-sorakan dengan sesuatu yang terjadi di tengah lapangan.
Ia lantas memasukan lagi novelnya beserta catatan dari orang misterius itu untuk kembali ke depan kelasnya.
Ia melihat seseorang yang berani berhadapan di depan Bara sambil memberikannya sebuah bola besar yang nampaknya masih sangat baru.
Sebuah pernyataan?! Pikir Bian.
"Bukankah Sisil terlalu sembrono? Kalau ditolak bakalan malu banget, iyakan?" katanya sambil menyenggol lengan Bian dengan lengannya.
"Ya namanya juga udah suka." Jawab Bian kepada Lora. "Mana Dea? Bukannya tadi duduk disini ya?" tanyanya sambil menunjuk tempat duduk mereka sebelumnya.
"Entahlah, tuh orang kadang-kadang ada, kadang-kadang ngilang." Sambil mengedikkan bahunya.
Adegan di tengah lapangan masih berlanjut. Bara yang ada di hadapan gadis itu hanya diam dengan pandangan dingin. Seperti tidak menyukai kelakuan yang gadis itu lakukan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling
Teen FictionTentang rasa yang terikat pada takdir. *** By vebia Highest rank #26 melupakan Highest rank #7 musibah