Hai, Farel

111 7 0
                                    

“Ada penghalang besar di antara kita yang membuat aku tidak bisa bersanding denganmu. Kalaupun kamu menganggap ini biasa, percayalah aku menganggapnya luar biasa karena rasa ini tulus dariku untukmu”

333333333333333333

Author POV

Sepulang sekolah, Risya tidak langsung masuk ke rumahnya, melainkan masih duduk-duduk di teras sambil menatap gelisah ke layar ponselnya.

Siang itu, sahabatnya-Farel, menjanjikan Risya akan meneleponnya saat pulang sekolah. Hal ini membuat Risya bahagia, mengingat jarak mereka yang sangat jauh, jadi Risya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berinteraksi dengan Farel, walau itu hanya sebentar.

Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya  muncul, sebuah panggilan dari kontak bernamakan 'Farel' menginterupsi Risya yang sedang membuka aplikasi Instagram.

Dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan, Risya berusaha sebisa mungkin terlihat seperti Risya yang dikenal Farel; baik dan perhatian.

"Fareeelll! Hai Farel!"

"Hai juga, Sya. Maaf ya lama, tadi masih ada urusan."

"Eh, iya gak pa-pa. Kamu gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana? Nggak jatuh-jatuh lagi kan? Hehe."

"Ih apaan sih, Rel. Aku nggak teledor kaya kelas 10 tau! Nggak jatuh-jatuh lagi di tangga."

"Bagus deh kalau gitu. Aku kan khawatir kalau kamu jatuh-jatuh terus, nanti siapa yang nolongin? Siapa yang ngobatin lukanya? Siapa yang beliin es tehnya Bu Devi buat kamu?"

Risya bungkam untuk sejenak, kata-kata Farel barusan membangkitkan memorinya, memori yang menyimpan hal-hal yang biasa mereka lakukan. Tak disadari, air matanya jatuh mengikuti alur mukanya yang saat itu bahagia.

"Kok diem sih? Kamu lihat apa? Lihat kucing tetangga ya? Sampai-sampai aku dicuekin."

Risya terdiam lagi, satu hal yang ia suka dari Farel: pengertian dan tidak tempramental, yang selalu membuat Risya tertawa, di saat ia benar-benar putus asa bagaimana caranya tertawa dengan tulus.

"Maaf ya, Rel."

"Eh, maaf buat apa?"

"Aku lebih terpesona sama kucing tetangga, hehehe."

Risya dapat mendengar tawa Farel yang membuat degup jantungnya tak karuan, ia merindukan tawa itu.

"Yaudah, kalau gitu aku mau minta maaf sama kucingnya."

"Emang kenapa?"

"Karena aku ngerebut kamu dari dia."

"Apaan sih Rel! Tuh kan kucingnya kabur."

"Jangan dikejar ya."

"Kenapa?"

"Karena kucing larinya cepet, nanti kamu capek."

Seketika Risya ingin memeluk Farel dan melihat wajahnya yang tenang, tapi ia tidak bisa, ini mustahil.

"Gimana teman baru? Pasti
orangnya asik-asik, ya?"

"Mereka asik kok, baik-baik lagi, masa baru ketemu langsung ditraktir es teh di kantin."

"Kok mereka langsung baik, sih?
Kan baru pertama kenal kamu."

"Nggak tau, deh, mungkin aku keren, jadi mereka mau minta ajarin gimana caranya jadi orang keren."

"Keren darimana coba?"

"Kalau nggak keren, nggak mungkin dong Risya si tukang ngupil mau sahabatan sama aku."

"Gak lucu!"

"Siapa yang ngelucu?"

"Kucing sebelah!"

"Ngomongnya biasa aja dong, masa ke sahabat sendiri judes."

"Gak peduli!"

"Tapi aku peduli, gimana dong?"

Ingin rasanya Risya menatap mata coklatnya Farel dan melihat sebuah ketulusan di balik sana. Ketulusan yang membuat Risya tidak ingin jauh-jauh dari Farel, walau ia tau, ia dan Farel hanya sebatas sahabat.

"Gimana ya, aku juga gak tau, enaknya gimana dong? Oh iya, besok-besok kirimin aku foto suasana di sana dong."

"Iya habis ini aku fotoin, sekalian sama orangnya nggak?"

"Orang siapa? Jangan, ah,
entar jelek jadinya, kan aku
pinginnya yang kaya
pemandangan-pemandangan gitu."

"Orangnya itu ya aku. Beneran nih nggak mau ada aku di fotonya, entar makin kangen, lho."

"Ih, GR! Pokoknya aku nggak
mau ada orangnya!"

"Iya-iya, habis ini fotonya bakal meluncur ke galeri kamu."

"Kamu udah makan?"

"Belum, ini masih ngopi sama temen-temen."

"Tuh kan, kamu kurangi ngopi-
ngopi kaya gitu, gak baik!"

"Gak bisa, udah ketagihan."

"Kamu nggak ingat masuk rumah sakit, opaname empat hari
gara-gara kebanyakan minum kopi terus makan nggak teratur, kamu mau ngulang lagi?"

"Enggak, Risya. Iya-iya, aku habis ini pulang terus makan. Emang kamu sendiri udah makan?"

"Udah, tadi di kantin sama Tania."

"Titip salam buat Tania ya, buat mama, ayah, sama Kak Rasya juga."

"Okeee! Udah dulu, ya, telponannya, nanti lanjut lagi, aku mau istirahat dulu."

"Iyaa, makasih ya, Sya."

"Aku juga makasih sama kamu, buat semuanya, semuaaanyaaaa."

"Hehehe, yaudah istirahat sana, biar nanti malem bisa belajar dengan tenang."

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Risya tersenyum cerah setelah memencet tombol merah yang ada di layar ponselnya, namun senyumnya luntur ketika ia tersadar bahwa Farel tidak bisa ia miliki dan tidak ada hak bagi Risya untuk menuntut lebih pada Farel.

Cowok itu memang segalanya bagi Risya. Empat tahun bersama ditambah Farel itu tetangganya Risya, membuat perasaan yang tertanam untuk Farel semakin membuncah, namun Risya tidak tahu harus berbuat apa.

Dulu, Farel sempat menyukai Tania, hingga Risya sempat berpikiran untuk menjauh, namun hatinya menolak, ia merasa dirinya pengecut karena menjauh hanya gara-gara cemburu. Sekarang ia sadar, Farel segalanya bagi Risya, sekalipun Risya belum tentu segalanya bagi Farel.

Dengan berpindahnya Farel ke luar kota, membuat Risya sedikit tenang, setidaknya dengan ini ia dapat mencabut rasa sukanya terhadap Farel, walau di lain sisi ia merindukan Farel dengan segala kenangannya.

33333333333333333333

Jadi ini alurnya flashabck ya guys
Mulai dari perkenalan tokoh,  bagaimana Risya dan Arsen berkenalan, dan juga konflik konflik yang tidak terduga

To be continue 😉

Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang