Empat Puluh Empat : Aku menunggumu

2.5K 83 12
                                    

Hari ini masih seperti hari kemarin, senang gembira aku lalui, tapi masih mengganjal di hatiku karena statusku sama rendi belum ada restu dari mama.
Aku termenung di sudut kamar dengan melihat pandangan di luar, aku memikirkan bagaimana kalau mama tidak setuju. Ponsel di tangan ku bergetar, tanda pesan masuk, tertulis dokter lebay.
"Nda, bagaimanapun aku akan jujur sama mama, kamu tenang saja". Pesan singkat dari rendi. Langsung ku balas dengan singkat dan jelas. "Iya aku doain, semoga mama setuju, ku tunggu kabar selanjutnya".
Aku masih memikirkan hal, aku hanya termenung.
"Nda, kamu ngapain disitu, yuk makan". Ibu tiba-tiba masuk tanpa sepengetahuanku.
"Em... ibu, sejak kapan di sini".
"Kamu nglamunin apaan sih nda, ayo makan, tuh di tunggu kak gio di bawah". Ibu mengajakku kembali.
"duluan aja bu, aku nanti nyusul".
"Ya sudah ibu turun dulu, cepet nyusul, marah nanti kakak mu". Ibu pergi meninggalkan kamar ku.
***
Suasana di rumah rendi tetap bahagia karena bibi selalu ngelawak di depan mama dan rendi.
"Mas rendi tuh makananya udah siap, ibu sudah ada di meja makan". Bibi teriak di luar kamarnya rendi, seperti biasa ketika liburan rendi hanya dirumah, menurutnya inilah yang namanya libur, libur semuanya.
"Iya bi, bentar lagi". Dengan nada malasnya.
Tak lama akhirnya rendi keluar kamar dan duduk di samping mamanya untuk makan bersama. Rendi hanya diam dan tidak seperti biasanya yang selalu kepo apa yang di lakukan mamanya.
"Re, kok diem aja, emang ada masalah, coba deh ceritain ke mama". Kata mama Sambil makan.
"Eng....enggak ada kok ma". Hampir tersedak.
"Mas rendi diem paling mikirin mbak nda, namanya juga anak muda yang pacaran". Bibi yang lagi ngupasin buah untuk rendi keceplosan, kalau itu semua rahasia.
"Bi....". rendi langsung menghentikan pembicaraan bibi.
"Em... makasudnya bukan gitu". Bibi langsung panik membenarkan omonganya.
"Bi, jujur saja maksud bibi tadi rere sama Ai pacaran, bibi yakin". Mama langsung membahasnya di meja makan.
"Ma, bukan gitu maksud bibi, kita adik kakak seperti pacaran saja, benerkan bi"
"Ga usah bohong re, raut wajah mu itu sudah menunjukan kebohongan, sekarang jujur sama mama, kamu sama Ai beneran pacaran atau tidak".
"Eng...enggak kok ma".
"Jawab jujur re, mama enggak pernah ngajarin bohong, apalagi sama mama". Mama membentak sangan keras.
"Iya ma, aku sama Nda pacaran sudah lumayan lama, maafin rere ma, tidak nuruti kata mama, rere bohong sama mama selama ini". rendi memegang tangan mama agar di maafkan.
"Mama kecewa sama kamu re, sejak awal mama sudah bilang kan mama nganggap Ai itu anak mama, pengganti adik kamu, tapi kenapa re kamu bisa pacaran sama Ai". mama mulai menaikan nadanya.
"Rere sudah suka sama Nda sejak dia SMA ma, aku mohon ma, restuin kita".
"Mama tidak akan ngrestuin kalian pacaran, mama hanya ingin kamu dan Ai jadi adik dan kakak".
"Ma tapi intinya sama entah aku sama Nda pacaran atau kakak adik tetap selalu bersama".
"Re, kalau pacaran putus pasti jadi mantan, tapi kalau kakak adik tidak akan jadi mantan selamanya, mama hanya ingin Ai selalu ada buat mama". Mama meneteskan air mata.
" tapi perasaan ku beda ma, bukan kakak adik".
"Kalau kamu benar sayang sama mama, kamu putusin Ai dan jadikan dia adik mu". Bentakan pada rendi
"Ma..." rendi mulai berkaca-kaca
"Sekarang jawab mama, kamu sayang sama mama apa tidak, kamu ingin mama bahagia apa tidak". Mama membentak dan mengeluarkan air mata.
"Iya rere sayang sama mama". Rere tahu mamanya bahagia karena ketemu Nda, sebelum bertemu dengan nda, mama terpuruk dan tidak bahagia, tapi sejak ada nda mama mulai tersenyum dan ceria, maka dari itu Rendi lebih memilih jawaban seperti itu.
Rere langsung masuk kamar.
***
Setelah selesai makan aku pun kembali ke kamar dan menunggu kabar dari rendi, entah kabar itu nanti bahagia atau menyedihkan aku akan tetap iklas, mungkin itu terbaik buat ku.
Tak lama ponsel ku berdering, vidio call dari rendi.
"Hai ren, wajahmu kok kusut gitu". Sambil meneliti wajah rendi yang berada di layar ponsel.
"Nda, mama enggak setuju sama kita berdua kalau kita pacaran". Rendi memperlihatkan wajahnya yang kecewa, mata rendi mulai berkaca-kaca.
Hatiku langsung sakit rasanya mendengar kabar itu, tapi aku tidak akan menunjukan rasa sedih itu, karena aku takut akan menambah beban rendi kalau aku sedih di depannya.
"Iya ren, aku terima kok, kamu jangan sedih gitu mungkin ini yang terbaik buat kita, yang penting kita tetap bersama". Aku menunjukan senyuman palsu didepan rendi.
"Bagaimanapun aku hanya ingin kita pacaran bukan kakak adik nda".
"Kita tunggu keajaiban ren, sekarang mending kamu istirahat tenangin diri kamu, kamu kan libur lima hari, buat refresing gih. Udah dulu ya". Aku langsung menutup VC nya sebenarnya aku tidak kuat untuk menahan air mata yang mau tumpah ini.
Air mataku bercucuran di pipi tanpa di sadari, aku sayang sama rendi bukan sebagai kakak, dan rendi juga sayang sama aku bukan sebagai adik. Aku bertanya dalam hati "Apa keajaiban itu akan datang?". Air matapun keluar lagi.
***
Tiga hari sudah berlalu, rendi masih tetap saja diam tanpa ada kabar, apa yang di lakukan rendi, aku takut kalau terjadi sesuatu dengan rendi.
Walaupun masih belum bisa menerima aku, ingin menunjukan sikap bahagia di hadapan ibu dan kak gio, mereka semua tidak ada yang tahu kalau aku sama rendi masih menggantung antara putus dan tidak. Tapi entah rendi gimana, tanpa kabar dan selalu non aktif ketika di telfon, VC dan lainya.
Aku pun tetap ngirim kabar buat rendi.
"Ren, kamu udah makan?, aku baik-baik saja kok, gimana kabar mu". Mungkin ini pesan yang kesekian kali selama tiga hari tanpa balasan dari rendi.
Aku hanya berharap dia membalas semua pesan ku selama tiga hari ini walaupun satu kata, tapi tak kunjung datang balasan itu.
Aku hanya diam di kamar.
***
Dirumah rendi.
"Bi, rere sudah makan belum?". Tanya mama pada bibi yang baru pulang dari kantor. Mamanya rendi mulai sibuk di kota sendiri karena membuka cabang di sini, jadi lebih bisa bersama Rendi dan Nda.
"selama tiga hari ini mas rendi hanya makan satu kali sehari bu, itu juga Cuma dikit".
Mamanya rendi tau kalau rendi masih belum tenang karena masalah kemarin, tapi mamanya selalu menenangkanya walaupun itu semua karena mamanya.
Mamannya masuk kamar rendi, dan melihat rendi duduk termenung.
"Re, yuk makan sama mama, mumpung mama pulang awal, ntar sakit loh, kan ga lucu juga kalau dokter sakit". Sambil memegang bahunya. Memang rendi seperti anak kecil, walaupu dia sudah profesi.
"Mama duluan saja aku tidak lapar". Tanpa melihat mamanya sama sekali.
"Ya sudah, biar nanti makananya di antar sama bibi ke sini". Mama langsung keluar kamar.
Mamanya rendi juga sangat kasian melihat rendi yang hanya terdiam dan termenung, rendi stres berat karena masalah itu, dia tidak keluar kamar sama sekali, tidak memegang ponsel sama sekali. Wajahnya lusut. Tapi mau gimana lagi mama tetap bersi kukuh tentang hal itu.
Satu hari ini sudah berlalu rendi tetap di keadaannya. Walaupun hari ini dia harus kembali ke rumah sakit.
Rendi keluar kamar dengan jas putihnya, tanpa senyuman sedikitpun.
"Re, kamu berangkat di anterin pak supir saja ya". Mama menyapa rendi yang baru keluar dari kamar.
"Enggak ma, aku sendirian aja". Dengan wajah stres dan tertekan.
"Tapi lihat kamu ling-lung kaya gitu kok mau ngendarai sendiri?". Sambil menunjuk wajahnya rendi.
"Gapapa ma, rere berangkat".
Hati mama merasa tidak enak, seperti ada sesuatu yang akan terjadi pada rendi.
Mama mengantarkan rendi sampai di pintu gerbang melihat mobilnya rendi melaju sangat kencang.
Mama langsung kemabali kedalam rumah dan mempersiapkan keperluanya untuk pergi ke kantor. Tapi mama tiba-tiba memikirnkan rendi entah kenapa. Hatinya seperti was-was, tapi tetap tidak di hiraukan, mama langsung berangkat ke kantor.
Tak lama kemudian ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari rendi.
"Hallo re, ada apa kok telfon ?".
"maaf tante ini Romi, ini rendi, emm... rendi..".
Mama langsung memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, biar jelas untuk telfon.
"Kenapa rere rom, ada apa?".
"Rendi kecelakaan tante pas rendi nyebrang dari parkiran mobil yang di sebrang RS, ini hpnya saya bawa habis kecelakaan tadi.".
"Terus rere dimana sekarang romi". Air mata pun jatuh.
"Ini rendi masih di UGD tante".
"Ya sudah tante kesana, tolong jagain rere ya rom". Langsung mematkan ponselnya dan melaju ke RS.
***
Hari ini aku hanya bisa memikirkan rendi, kenapa tidak ada kabar sama sekali. Setelah sekian lama aku bermain ponsel ada pangilan masuk dan tertulis dokter lebay.
Hatiku senang sekali, akhirnya rendi telfon juga. aku langsung mengangkatnya.
"Hallo dokter lebay, kemana aja sih".
"Hallo nda, ini aku Romi".
"kok hpnya rendi ada di kak romi, memang dia kemana?".
"Nda kamu yang sabar ya".
"Maksudnya apa, Rendi kemana?".
"Rendi baru saja kecelakaan, sekarang dia di UGD".
Tanganku sudah tidak kuat mengangkat telfon ini, dan langsung jatuh. Air mataku pecah dan terjatuh dipipiku.
Aku langsung beranjak dan berangkat kerumah sakit.
Setelah setengah jam perjalanan akhirnya sampai di RS, rasa takut ku pada dokter tidak terasa karena lebih takut kalau kehilangan rendi.
Aku melihat mama yang duduk di temani Romi dan Reva.
"Ma... gimana keadaanya kak rere".
Mama langsung memelukku
"Dokter yang memeriksanya belum ada kabar Ai, ini semua salah mama".
"Sabar ma, kita tunggu dulu ma". Akupun menangis di pelukanya mama.
Tak lama kemudian dokter pun keluar.
"Dokter gimana keadaan anak saya". Mama spontan langsung bertanya ketika dokter datang.
"Rendi lukanya tidak serius, tapi ada hal lain bu". Karena dokter itu sudah mengenal rendi jadi tanpa basa-basi langsung to the poin.
"Maksud dokter apa?".
"Rendi sepertinya beberapa hari ini mengalami stres dan frustasi jadi psikologisnya terganggu, dan lambungnya juga bermasalah karena faktor tersebut, kalau lukanya masih luka ringan saja".
"Iya dok beberapa hari ini rendi stres, jarang makan juga, jadi gimana dok".
"Kita akan memberikan perawatan terhadap lukanya, Dan mohon bantuannya kalau memang rendi ada masalah segera di selesaikan biar tidak mengalami stres berkepanjangan. Kalau masih belum mempan kita akan mendatangkan psikeater". Kata dokter itu menjelaskan.
"Makasih dokter". kata mama
"Setelah ini akan di pindahkan ke ruang rawat, biarkan rendi istirahat dulu".
"Iya dokter makasih banya". Kata mama, aku hanya diam dan melihat rendi dari kaca UGD sesekali aku melihat wajahnya yang terbaring dengan lemas di sana.
"Aku menunggu mu disini, dokter lebay". kataku dalam hati dan meneteskan air mata.

&&&&
Makasih ya sudah sabar menunggu. Gimana perasaan kalian setelah membaca ini ?
Komen dan vote ya. 😃😊😊

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang