"Gak usah nyuri start. Didepan lo ada gue."
------------------------------------------------
"JADI ... ini nih rumahnya si Aidan?"
Rahiel, Rivzy, Gilang keluar dari taksi sembari memandangi rumah Aidan dari ujung keujung. Awalnya, Rivzy dan Gilang meminta Rahiel mengantarnya ke rumah Aidan dengan alasan tidak tahu alamat serta tidak enak terhadap Aidan. Padahal, Rahiel sendiri belum pernah ke rumah Aidan.
Rumah Aidan ternyata sederhana. Tidak seperti yang cewek itu bayangkan. Pagarnya mempunyai tinggi sekitar 180 senti dan berwarna cokelat tua. Ada juga garasi, serta ayunan dan kebun kecil.
Beberapa saat kemudian, Aidan keluar lalu membukakan gembok pagar agar mereka bertiga bisa masuk. Rahiel menaruh sepatunya di rak sepatu. Sementara Rivzy dan Gilang sudah masuk duluan.
"Assalamualaikum," mereka bertiga kompak memberi salam.
"Waalaikumsalam," Aidan menjawab pelan.
Sepi. Memang sih rumah Aidan sederhana. Namun, rumahnya juga bisa dibilang luas. Tapi Gilang, Rivzy maupun Rahiel tidak melihat siapapun, selain Aidan.
Rahiel berbisik iseng, "Idaaan, lo tinggal sendiri?"
Aidan memandang Rahiel sebelum menjawab. "Ah ... itu ... bokap gue lagi ... lagi kerja! Iya, kerja," Aidan membuka pintu kamarnya. "Ayo, masuk."
Rahiel masuk ke kamar Aidan. Ini pertama kalinya Rahiel masuk ke kamar cowok selain kamar Rivzy dan Dimas. Cewek itu menyapu pandangannya dari ujung ke ujung. Kamar Aidan memang Tidak terlalu besar, namun juga tidak kecil. Di sebelah kanan Rahiel, terdapat kasur yang hanya bisa ditiduri satu orang. Ada boneka teddy bear seukuran tangan disana. Lalu di sebelah kiri kasur terdapat meja. Disana Rahiel melihat beberapa alat elektronik seperti komputer, speaker, dan dj mixers.
Di dinding paling kiri tidak jauh dari meja komputer ada lemari geser. Lalu sofa tidak jauh dari lemari. Diatas sofa, ada sebuah gitar akustik warna cokelat terang.
"Ini kamar lo? Bagus juga! Ternyata lo suka Coldplay!" seru Gilang setelah melihat-lihat kamar Aidan. Banyak poster Coldplay dan 5SOS disana. Aidan hanya mengangguk lalu tersenyum samar.
"Gue balik--"
"Gak gak gak! Lo harus tungguin kita selesai disini," Rivzy memotong ucapan Rahiel. Otomatis, mata cewek itu langsung menyiratkan pandangan kesal kepada Rivzy. Kenapa dirinya ditahan? Padahal tugasnya hanya mengantar Rivzy dan Gilang.
Tapi, jika Rivzy sudah bilang tidak, itu artinya tidak. Cewek itu akhirnya hanya bisa mendengus, lalu berkata. "Yaudah, cepetan ya!"
---
"Jadi, kita makan apaan nih?"
Aidan sesaat kehilangan akal. Masa, dirinya harus bilang ibunya tidak bisa masak karena sedang koma di rumah sakit?
"E-eh, pembantu gue ... pulang kampung! Iya, pulang kampung! Delivery aja yuk?" Aidan memberi saran. Ketiga temannya mengangguk.
"Boleh, tapi delivery apaan? Jangan KFC yak, gue kemaren makan dua potong!" ceplos Gilang.
"Ermm .... Richeese!" Rahiel berseru.
"Apaan sih, mendingan McD aja!" Rivzy tidak ingin kalah.
"Gak adil ah, gue maunya PHD, gimana?" Gilang memelas.
Aidan hanya diam menyaksikan ketiga orang tersebut berdebat kecil. Di dalam hatinya, cowok itu menahan tawa. Tidak menyangka kalau mereka cukup bawel.
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Fiksi Remaja[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...