Bagian Delapan

217 34 17
                                    

Aku gak tahu udah tidur berapa lama. Aku terbangun karena perut ku yang terasa sangat lapar. Dirumah masih sepi, masih gak ada orang di rumah.

Kerongkongan ku sakit, menelan liur saja sudah cukup sulit. Bikin malas makan aja. Mata ku panas berair, rasanya suhu tubuh ku menguar keluar dari tubuh ku. Aduh aku gak suka kalau tubuh ku tiba-tiba berkhianat seperti ini.

Ponsel ku terus berdering. Gak tahu itu siapa dan ada apa, karena deringnya yang tak berhenti sama sekali membuat ku berfikir kalau mungkin saja itu hal penting. Jadinya ku upayakan badan ku bergerak meraih ponsel yang ku letakkan begitu saja di ranjang ku.

Baru saja ponsel berada digenggaman ku, ia sudah berhenti berdering. Saat ku lihat ponsel ku, di sana terdapat beberapa notifikasi.

10 Panggilan Tak Terjawab
Najam

2 Pesan Belum Terbaca
Najam

Aku lebih penasaran terhadap pesan-pesan masuk itu.

Najam
Ayo! Temenin aku, maaf soal kemarin juga

Najam
Saaluuu???

Aku mengabaikan semua notifikasi itu, aku memilih beranjak ke dapur dan mencari sesuatu untuk di makan. Aku lapar, dan saat lapar yang aku butuhkan adalah makanan bukan Najam. Najam tak bisa menghilangkan rasa lapar ku begitu saja.

Sebelum keluar kamar aku menarik kerudung ku, jaga-jaga jika ada orang yang mungkin saja bisa melihat ku saat di dapur.

Aku lupa masak nasi. Jadi tak ada nasi. Aku buka lemari es, isinya hanya bahan mentah yang butuh waktu untuk memasaknya. Rumah ini juga jarang menyediakan roti, unfaedah juga karena biasanya kami selalu makan nasi disetiap kesempatan. Saat ku buka lemari, aku menemukan mi instan. Jika Abah lihat aku makan mi instan pasti sudah habis diceramahi. Tapi apa boleh buat maafin Salu ya Bah, Salu lagi kepepet.

Ku letakkan panci berisi air di atas tungku kompor dan tak lupa memutar pematiknya agar kompor gas itu menyala. Kali ini aku gak menunggu airnya mendidih, aku terlalu malas bolak-balik hanya untuk memasukkan mi ke dalam panci. Sambil menunggu mi nya masak, aku membuka bumbu dan memasukkannya ke dalam mangkuk.

Ponsel ku berbunyi lagi, sayangnya aku meninggalkannya di kamar. Dan kemalasanku sekarang sedang naik 200% jadi aku biarkan ponsel itu berdering terus-menerus. Paling-paling hanya Najam yang menelponku.

Bunyi air menetes meluap dari panci seakan memberi tanda mi ku sudah masak. Saat ku lihat pun memang mi ku sudah matang atau lebih tepat terlalu matang sampai lodoh. Gak apa-apa, aku masih suka mi lodoh kok daripada gak makan sama sekali.

Sebelum menyantapnya, aku berdoa semoga makanan ini gak akan memperburuk rasa gak enak badan ku. Dan semoga mi nya gak terlalu mengendap jadi lemak di tubuhku aamiin. Suapan pertama ku terasa sangat pahit, dan juga terasa sakit di kerongkongan ku. Aku sampai harus meminum air untuk mendorong makananku masuk. Air saja terasa pahit dan sakit membuatku langsung hilang selera makan detik itu juga.

"Kamu ditelpon kenapa gak diangkat?"

Buurrrf ....

Aku yang terkejut karena kedatangan Najam malah menyemburkan air minum ku keluar. Bukan sikap yang baik untuk ditunjukkan di depan seseorang yang ingin kau taklukan. Kerongkongan ku semakin sakit rasanya.

"Kamu gak apa-apa?" Ucapnya lagi, mengusap-usap punggung ku yang katanya bisa meredakan tersedak lebih cepat. Nyatanya aku malah terus terbatuk-batuk karena gugup atas perlakuan Najam pada ku.

[AS1] Mentari Di antara Bulan dan Bintang - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang