Bab 3

5.3K 432 58
                                    

"Kalau gue harus mati dan dilahirkan kembali, gue mau dilahirkan kembali menjadi kunang-kunang. Jadi, gue bisa terus terbang di sekitar lo dan menyinari malam lo."

※※※※※

"Bundaaaaaaaaa!"

Tiba-tiba terdengar suara melengking memecah kesunyian rumah itu. Padahal matahari sudah berada di peraduannya dan orang-orang mulai bersiap untuk beristirahat. Tapi keadaan rumah ini memang selalu tak pernah sepi meskipun hanya dihuni oleh seorang wanita paruh baya dengan kedua anak laki-lakinya serta seorang asisten rumah tangga dan seorang satpam yang berada di pos kecil dekat pagar rumahnya.

Dinara, atau yang sering dipanggil dengan Dinar selalu tak habis pikir. Ternyata memiliki anak laki-laki dua saja keadaan rumahnya bagaikan pasar malam di musim liburan. Ramai dan kacau. Meskipun kedua anaknya sudah duduk di kelas XII, namun sifat mereka tetap saja tidak berubah. Sama seperti ketika mereka masih mengenakan seragam merah putih.

Tapi Dinar selalu bersyukur akan hal itu. Bagaimana tidak, melihat kedua anaknya rukun dan saling menyayangi seperti itu membuatnya bahagia. Raehan Adhitya, anak pertamanya yang berusia 17 tahun itu sangat menyayangi adiknya, Davka Adhikari meskipun mereka tak berasal dari rahim yang sama.

Ya, mereka adalah saudara tiri. Lebih tepatnya Raehan adalah anak tiri Dinar. Dinar dan suaminya bercerai ketika Davka masih duduk di kelas 5 SD. Entah mengapa saat itu suaminya berubah menjadi sosok lelaki yang kasar dan pemarah. Hampir setiap hari ia harus mendapatkan luka leban di sekujur tubuhnya. Tapi ia berusaha untuk mempertahankan hubungannya mengingat Davka yang saat itu masih sangat kecil.

Hingga akhirnya Dinar tak dapat menahan emosunya lagi kala ia melihat suaminya itu dengab teganya menampar wajah mungil Davka hingga sudut bibirnya robek. Dinar marah besar hingga akhirnya ia melayangkan gugatan cerai dan hak asuh Davka dimenangkan olehnya.

Hal pertama yang ia takutkan adalah ketika ia harus melihat perubahan sikap Davka kecil yang ceria menjadi pemurung. Sungguh, ia benar-benar takut. Tapi apa yang ia lihat sekarang benar-benar berbeda dari ekspektasinya. Davka kecilnya itu tak pernah sekalipun murung ataupun bersedih. Ia tumbuh menjadi anak yang periang dan selalu bahagia. Pernah suatu saat Dinar bertanya kepada Davka kecil itu tentang perasaannya akan kedua orang tuanya yang harus berpisah. Dan jawaban yang keluar dari bibir mungil anak itu benar-benar menghangatkan hatinya.

"Davka gak papa, bun. Davka akan selalu gak apa-apa. Asalkan bunda bahagia, itu sudah cukup. Bahagianya bunda, bahagianya Davka juga."

Sampai sekarang pun Dinar masih tak percaya bahwa ia dianugerahi anak dengan hati yang tangguh dan tulus seperti itu.

Waktu berlalu dan mengurus anak sekaligus bekerja di butik yang ia bangun sendiri itu membuatnya cukup sibuk hingga ia kurang memperhatikan tumbuh kembang anak itu. Sejenak ia berpikir, apakah anaknya menjadi pendiam, apakah ia memiliki banhak teman, atau apakah ia menjadi korban pembullyan?

Namun kekhawatirannya berubah saat Davka membawa banyak teman-temannya bermain ke rumahnya. Lebih dari 20 anak datang dan cukup membuatnya terkejut. Saat itu Davka yang sudah duduk di kelas VII, berkata kepadanya

"Bunda gak usah khawatir ninggalin Davka kerja. Davka bahagia kok. Temen Davka banyak."

Perasaan Dinar memang selalu menghangat kala ia melihat ketangguhan hati anaknya itu.

Setahun kemudian, Dinar menikahi Kevin. Pria yang berusia dua tahun lebih tua darinya yang ternyata juga memiliki seorang anak yang hanya berusia 5 bulan lebih tua dari anaknya, Davka. Hal itu membuat mereka duduk di kelas yang sama. Davka saat itu terlalu cepat mengenyam bangku sekolah membuatnya sepantaran dengan Raehan.

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang