Pagi semua.. Bangun-bangun sudah pagi nih, Wkwk kenapa aku yang sibuk ya? Ya udah cuz aja sama update.
"I don't like rejection from you, because you're the top priority."
-----
"Apa-apaan!" seru Pete ketika melihat dinding disekeliling.
Mereka yang sedari tadi menatap ke mana-mana, untuk sekarang terdiam menatap dinding-dinding yang berada disisi kanan dan kiri mereka.
Disetiap dinding-dinding terdapat banyak lapisan dinding yang tergores panjang, seperti dinding yang sudah digores dengan benda tajam hingga lapisan dinding terluar terkelupas dan setengah tergantuung.
Tiba-tiba saja kemudian Jane sendiri merasakan kepalanya yang sangat pusing hingga tangannya meremas bahu kanan Julian dan kepalanya tertunduk.
Julian yang menyadari ada yang salah dengan Jane bertanya, "Ada apa denganmu, Jane?" Tanya Julian khawatir dengan tangannya memegang kedua lengan Jane.
Jane melihat Julian yang menatapnya dengan pandangan sedikit buram, "Kepalaku... Bisakah kita kembali ke kamar?" Tanya dia kembali menunduk.
"Baiklah." Jawab Julian lalu memandang lain, "Sepertinya aku kembali ke kamar dengan Jane." Ucapnya.
Pete menatap Julian, "Ada apa dengannya?" Tanya dia penasaran.
Julian menatap Jane sebentar, "Sepertinya dia pusing, Pete." Jawabnya pelan.
"Sebaiknya kamu antarkan dia ke kamar, dia memang terlihat pusing." Kata George menyarankan saat menatap Jane.
Julian mengangguk, "Baiklah, aku akan mengantarnya." Kata dia terakhir sebelum dirinya membawa Jane ke kamar.
**
Dick duluan melangkahi lorong yang sekarang terlihat terang, diikuti dengan lainnya.
Mereka perlahan-lahan menyusuri lorong yang masih terlihat satu arah tersebut, sampai mereka melihat dua jalur berlawanan arah.
"Ada dua arah jalur sekarang." Ucap Bob menatap dua jalur tersebut bergantian disisi kanan dan kirinya.
Jupiter menatap mereka bertujuh bergantian, "Sepertinya kita harus membagi menjadi dua bagian kelompok." Usul yang dia akhirnya ucapkan.
"Bukankah untuk sekarang terbilang ganjil?" Tanya Anne pada mereka.
"Ya, tentu saja masing-masing kelompok berjumlah tiga dan empat orang." Kata George tersenyum pasti.
"Baiklah, mari berpencar." Kata Dionnel yang akhirnya angkat bicara sebelum mereka berpisah.
Untuk kelompok George, Anne, Bob, dan Pete saat ini masih melangkah dengan kedua kaki mereka, sebenarnya mereka merasa kaki-kakinya pegal akibat jalan. Tetapi, mau-tidak mau karena entah dimana lorong ini berakhir.
"Tidak bisa kita berhenti?" Tanya Pete mengikuti George dibelakang, tepat didepan Anne dan Bob.
"Untuk apa?" Tanya Anne dengan kedua matanya melirik ke atas lorong tersebut yang terlihat tinggi.
Pete menghela napas kasar, "Tentu saja karena kedua kakiku pegal." Jawabnya dengan nada kesal.
"Kiramu hanya kau yang pegal? Kakiku juga-"
Sebelum George menyelesaikan perkataannya Pete menarik lengannya ke belakang saat dilihat sekilas sisi tackle dilantai sedikit miring.
Lalu terdengar bunyi berderak disamping mereka yang sontak hanya terdiam menatap apa yang terjadi.
Akhirnya bunyi berderak tadi berakhir dan mereka menatap dinding disebelah mereka berempat yang sudah bergeser ke sisi kiri.
Mereka menatap ruangan terang dari balik dinding yang terbuka tadi. Kemudian melangkahi kaki mereka untuk memasukinya. Namun, mereka merasa ruangan itu seperti sudah familiar untuk dilihat.
"Bukankah ini...jalur untuk ke kamar..." ucap Anne tergantung, lalu menatap ketiganya.
**
Julian masih duduk ditepi ranjang untuk menemaninya, "Kau masih merasa pusing?" Tanya Julian khawatir.
"Ya." Jawab Jane dengan tangan memegang kepalanya. Entah mengapa baru sekali ini kepalanya sangat terasa sakit saat dia mencium bau aneh dilorong tadi.
Julian menatap Jane yang tampak menutup mata yang masih memegang kepalanya, dia mengigit bibirnya.
"Kau tunggu disini dulu." Ucap Julian setelah Jane mengangguk pelan padanya.
Sekembalinya, Jane melihatnya mendekati sambil membawa satu buah mangkuk dan gelas.
"Makanlah dulu, selagi panas." Ucap Julian tersenyum kecil menatapnya setelah duduk dipinggir ranjang lagi.
Jane duduk bersandar dikepala ranjang dan membalas senyumannya. Dia hendak meraih mangkuk yang dipegang Julian yang menggeleng padanya.
"Aku akan menyuapimu."
"Tidak, Julian. Aku bisa makan sendiri." Jawab Jane menolak.
"Biarkan aku saja, kau sakit."
"Tidak. Aku tidak sakit parah, hanya sakit biasa." Ucap Jane tetap menolak.
Inilah yang dia tidak suka dari Jane, selalu menolak keinginannya. Dia pun menghela napas kasar.
"Tidak ada penolakan. Aku akan menyuapimu. Now." Kata Julian dengan penuh penekanan.
Jane menyipitkan mata menatapnya, suaminya ini sangat keras kepala. "Baiklah, aku menyerah. Lakukan saja keinginanmu."
Gemas dengan sikap kesalnya, langsung saja Julian menciumnya sebentar. "Smart girl."
Dengan kedua matanya dia melihat belakang Julian dan memukul lengannya pelan, "Jangan disini, bagaimana jika ada yang lihat?"
"Disini sepi. Sudah kau makan saja, jangan cerewet." Balas Julian lalu mengarahkan sendok yang berisi bubur ke mulutnya. Jane pun memakannya sambil mendelik.
**
Hm, mungkin aneh ya untuk kasus ini. Soalnya mau aku padukan antara kasus dengan Romance. Tapi, kalau dilihat lagi malah ke arah Romance ini. Ya udah deh, lebih fokus ke kasus aja sudah.
Oke, sudahi saja dulu.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.Jum'at, 16 Juni 2017
At 19.56 PM
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eight Detectives | Revisi ✅
Mistério / Suspense1⃣ ⚫The First Stories, have done to reviewed. The Eight Detectives adalah perkumpulan dari kasus-kasus yang dipecahkan oleh delapan detektif itu sendiri. Di dalamnya, juga terdapat cerita kehidupan dari mereka. Apa saja kasus yang ada dalam kehidupa...