Hari Pertama.

6.1K 163 21
                                    

Kamis. 29 Juni 2017.


Sebenarnya hari ini adalah hari yang sama sekali tidak aku inginkan. Pasalnya, aku harus menerima kenyataan kalau hari ini kamu akan pergi, memang bukan untuk selamanya, tetapi mengingat kamu akan pergi ada rasa sesak yang tidak bisa aku jelaskan padahak semalam kamu sudah mengatakan padaku walaupun jarak memisahkan hatimu akan selalu untukku. Tapi tetap saja aku tidak bisa.

Aku menatap pakaian kerjaku dengan malas, sungguh aku tidak ingin bertemu dengan hari ini.

Aku sedikit melamun sebelum kukenakan pakaian kerjaku. Kuhela nafasku, entah untuk yang keberapa kali, berusaha menenangkan diriku sendiri. Ada perasaan yang berkecambuk di hatiku, sedikit membuatku sulit bernafas. Mataku terpejam sebelum pada akhirnya kubuka kembali dan segera aku bergegas mengenakan pakaian kerjaku. Setelah selesai aku berpamitan kepada ibu untuk pergi bekerja.

Cahaya matahari pagi menyapa kulitku, memberikan kehangatan, kutatap sekelilingku sebelum kunyalakan motor maticku dan segera beranjak pergi.

Disepanjang perjalan, pikiranku berkelana, memikirkan beberapa waktu kedepan yang akan aku lalui tanpamu. Tiba-tiba saja mataku berair, dadaku sesak.  Segera ku seka air mataku yang tak bisa kutahan. Aku harus kuat.


Hanya butuh waktu 5 menit aku sudah sampai di Toko. Baru saja kakiku melangkah, suaramu ku dengar memanggil namaku, nafasku tiba-tiba tercekat, aku membalikkan tubuhku menatapmu, kudapati kamu yang belum mandi masih mengenakan pakaian kemarin. Aku tersenyum, senyuman yang sedikit menyesakkan dada. Aku pasti akan merindukanmu.

Aku terdiam sejenak menatapmu, memuaskan diriku sendiri, hingga pada akhirnya aku tersadar saat suaramu yang lembut memintaku untuk meminjamkan motorku. Kamu bilang, kamu ingin mengecilkan celana barumu yang akan kamu kenakan ketika berangkat nanti. Seketika senyumku berubah pilu, dengan tangan bergetar aku memberikan kunci motorku padamu lalu kamu segera bergegas menuju motorku.


Kusimpan tas sandangku, kutatap wajahku pada cermin yang berada di gudang. Berkali-kali aku menghela nafas, menenangkan diriku sendiri, aku mengadah, berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan air mataku. Kemudian ketika aku sudah tenang, kukerjakan pekerjaan pagi ini.


Aku berusaha tersenyum, tertawa bersama teman lainnya. Namun tidak bisa kupungkiri kalau hatiku saat ini sedang berkecambuk. Aku cemas, berkali-kali aku menatap parkiran toko, menunggumu pulang dari tukang jahit.

Kuhitung, sudah 30 menit dan kamu baru kembali, kamu mengembalikan kunci motorku tetapi matamu tidak menatapku, ada kesedihan yang bisa kutangkap dari gelagatmu, aku mengenalmu, sungguh dan aku tau kamu tidak sanggup menatapku untuk yang terakhir kalinya, tapi asal kamu tau saat ini aku merindukan tatapanmu. Setelah itu kamu bergegas saja mandi, menyiapkan seluruh keperluanmu nanti.

Aku mengela nafas, membuang semua rasa yang berkecambuk di benakku. Kukerjakan pekerjaan lain agar aku lupa kalau kamu akan pergi, meninggalkanku. Tapi kamu harus tau, nyatanya aku tidak bisa.



Saat aku mengerjakan pekerjaan lain. Mamamu, yang sudah kuanggap sebagai Mamaku sendiri datang menghampiriku, beliau tersenyum dan kami terlibat perbincangan hangat. Beliau menanyakan keberadaanmu dan aku mengatakan kalau kamu sedang mandi. Lama kita terlibat perbincangan, hingga Mamamu meminta nomer ponselku kemudian pamit padaku, beliau juga berpesan untuk mengatakan padamu segera bergegas menyusul. Aku mengangguk tersenyum dan kucium lengan Mamamu sebelum beliau melangkah pergi.


Kutatap punggung Mamamu yang sudah menjauh pergi. Aku tersenyum sesak, mengingat kenanganku bersama beliau. Mamamu baik, penuh perhatian padaku, walau kebersamaan kita hanya 3 bulan, tapi aku begitu menyayangi beliau.

Tidak lama kemudian kamu baru turun dari lantai atas, mengenakan kemeja hitam, rambutmu basah. Aku pura-pura tidak memperhatikanmu, aku menyibukkan diriku sendiri, padahal ekor mataku tidak hentinya mengikuti langkahmu, memuaskan diriku sendiri saat ini, karena besok kamu tidak akan lagi disini. Mengingat itu aku rasanya ingin menangis.


Aku sedang melamun, dan tiba-tiba saja pamanmu sudah berada di dekatku. Pamanmu lucu, begitu menyenangkan, kamu juga sudah tau bagaimana dekatnya aku dengan pamanmu, dia bergurau denganku mengatakan kalau aku pasti akan menangis karena kamu akan pergi, aku hanya tertawa mengiyakan dalam hati. Tiba-tiba saja kamu datang menghampiri kita berdua, mataku seketika saja menatapmu, kamu sudah rapi dan juga wangi. Bagaimana mungkin aku tidak akan merindukanmu. Kamu tersenyum penuh arti padaku, aku tidak sanggup tersenyum, aku tidak bisa menutupi bagaimana rasa hatiku saat ini, saat ini aku ingin menumpahkan tangisku yang sedari tadi kutahan di hadapanmu.


Aku tersentak saat suara pamanmu memanggilku, dan menyuruh kita berdua untuk saling melepas rindu sejenak sebelum nanti kamu pergi.

Aku dan kamu hanya tertawa dan mengiyakan saja. Pamanmu memang selalu begitu. Kemudian pamanmu mengajakmu pergi menuju Mamamu, kamu enggan membawa tasmu padahal pamanmu menyuruhmu untuk sekalian membawanya agar langsung pergi, tapi kamu menolaknya dan mengatakan akan kembali lagi kesini setelah melihat Mamamu nanti. Dan lagi-lagi Pamanku mentertawakanmu, mengatakan kalau kamu berat meninggalkanku.



Aku menggeleng sekaligus menghela nafas. Oh, ya tuhan. Aku akan sangat merindukanmu. Sungguh. Aku tidak berbohong.


Tepat pukul 10 pagi saat aku sedang membereskan pajangan, kamu kembali lagi dan sudah kutebak kamu akan mengambil tasmu. Melihatmu menyandang tas, aku berlalu pergi tidak bisa menyaksikan kepergianmu, air mataku sudah membendung, namun aku berusaha menahannya, aku tidak mau nanti kamu akan terpikir akan keadaanku. Aku ingin kamu pergi dengan tenang, aku ingin terlihat baik-baik saja dihadapanmu.


Namun saat aku sudah berusaha bersembunyi, kamu mencari keberadaanku, dan kamu menemukanku berjongkok di depan etalase, membereskan tas. Kamu mengulurkan tanganmu, aku mengadah menatapmu, kamu menggenggam jemariku dengan lembut kemudian suara lembutmu dengan tulus mengatakan padaku untuk aku harus menjaga diriku baik-baik, kamu tidak menatapku dengan lama, kulihat matamu sudah merah menahan sesuatu. Rasanya aku ingin menangis namun aku menahannya sekuat yang aku bisa walau aku tau aku tidak akan bisa. Kemudian kamu melangkah pergi bergegas tanpa menatapku lagi, aku berlari mengejarmu, dan kamu sudah berada di dalam mobil. Kutatap kamu melalu jendela mobil, kamu membuang mukamu, enggan menatapku, dan aku tau kamu sedang berusaha menahan perasaanmu.



Air mataku mendesak ingin keluar saat melihat mobil yang kamu tumpangi beranjak pergi, menjauh dariku.



Dan kamu harus tau detik itu juga aku sudah merindukanmu. Sangat.

******

Real story, ini aku bikin asli yang sedang aku alami saat ini, aku bikin ini sampai dia pulang lagi kepangkuanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Jarak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang