Lagi-lagi, danau ini adalah tempat pelarianku. Tempat dimana aku selalu merasa tenang saat dunia menghujamku dengan beribu tusukan masalah. Saat ini, aku juga hadir disini saat aku tak tau lagi harus berlari kemana.
Kurebahkan badanku di ujung jembatan kayu ini. Kakiku dimanjakan dengan air danau yang dingin. Kupejamkan mataku. Ini adalah salah satu cara yang ku percaya dapat membantu menenangkan hati.
Kali ini, aku berada disini bukan karena sebuah masalah. Tapi ada sesuatu yang mendorongku untuk mengunjungi tempat ini lagi. Sebuah rindu yang membuncah di hati, yang membawa langkah kakiku kesini. Ya, aku merindukan dia. Dia yang ku sematkan gelar sebagai cinta pertamaku, karena aku sendiri sudah lupa sejak kapan tepatnya aku jatuh cinta padanya.
Dulu, dia sering mengajakku kesini ketika dia membuatku marah dan aku selalu lupa dengan kemarahanku, aku selalu lupa dengan kesalahannya ketika sudah berada disini. Seolah-olah tempat ini adalah tempat tanpa kesedihan, tanpa kebencian. Dia yang mengenalkanku tentang tempat ini.
Aku tersenyum miris. Bayangan masa lalu itu bernostalgia dipikiranku. Kami yang betah berlama-lama disini walaupun bisu tanpa kata. Aku yang sudah sangat bahagia dengan hanya memandangi wajahnya. Dia dengan senyum manisnya. Tangannya yang selalu menggenggam erat tanganku ketika kami duduk di pinggir jembatan ini, alasannya karena dia ingin menepis kesalahan fatal jika sewaktu-waktu kami terpeleset ke dalam air karena tidak ada yang bisa menyelamatkan satu sama lain di dalam air. Seringkali aku menertawakan kelemahannya dalam hal berenang itu, mengaitkannya dengan identitasnya sebagai seorang laki-laki. Dia hanya tertawa, terkadang berpura-pura marah lalu memelukku. Pelukan hangatnya, aku masih ingat bagaimana rasanya. Seolah-olah semua itu menjadi nyata kembali. Tapi, segera kutepis semuanya ketika sadar bahwa aku hanya sendiri disini, sekarang semuanya telah berubah.
Butiran mutiara bening merembes keluar dari ujung mataku, aku tak dapat menahannya lagi. Kuseka airmataku. Aku menatap langit yang dipenuhi awan tebal pertanda hujan akan segera turun. Angin mulai berhembus kencang tetapi aku masih enggan beranjak dari sini. Kupejamkan mataku kembali. Aku menangis, hatiku meringis. Hal itu selalu terjadi setiap kali aku mengunjungi tempat ini.
Hening----
Tak ada yang dapat kudengar selain desiran angin dan gemericik air." When you're gone~ The pieces of my heart are missing you~ When you're gone~ The face I came to know is missing too~ When you're gone the words I need to hear to always get me through the day and make it okay~ I miss you~ " ( Avril Lavigne - When You're Gone )
" Masih suka kesini juga ? " Sebuah suara mengusik indra pendengaranku, membuat nyanyianku terhenti. Aku terpaksa membuka mata dan segera bangkit dari tidurku.
Apa yang kudapati ?
Apa aku bermimpi ?
Ah, ini hanya khayalan." Selalu begini, terpesona dengan hal-hal kecil. " Dia tersenyum sinis, membuatku sadar dengan apa yang terjadi. Ini nyata. Seseorang yang tengah merasuki imajinasi masa laluku beberapa waktu yang lalu berdiri disini. Di hadapanku sekarang.
" Kamu... "
" Untuk apalagi kamu kesini ? " Dia menyilangkan tangannya di depan dada. Sama sekali tak ada rasa penyesalan yang kutangkap dari raut wajahnya. Masih sama persis seperti ketika dia menemuiku terakhir kalinya ditempat ini, tak ada rasa bersalah.
" Masih suka menangis ? Menangisi masa lalu... " Dia melewatiku.
" Apa kamu belum bisa melupakanku ? " Pertanyaannya yang satu ini memaksaku untuk berbalik posisi menghadapnya. Dia berdiri memunggungiku di ujung jembatan ini, menghadap hamparan danau luas di hadapannya.
" Kenapa ? Kaget aku bisa baca pikiran kamu ? Bukankah dari dulu aku memang selalu bisa baca pikiran kamu ? " Ya, aku terkejut dan untung saja dia sedang tidak memandangi wajahku yang penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without You
Romance" Cinta itu bukan selamanya soal memiliki~ Tapi, siap untuk pergi atau ditinggal pergi. "