XII: The Dark Path

10 2 0
                                    

1 bulan sudah berlalu. Kami tidak bisa pergi keluar tembok karena lubang yang masih nampak dengan jelas pada waktu itu. Kini, lubang itu sudah ditutupi dengan sempurna.

Selama waktu itu, aku tidak hanya bersantai. Aku berlatih dengan Shannon untuk menguasai kekuatanku dan belajar banyak hal yang Theo tidak sempat ajari kepadaku.

Astrea diberi kekuatan tambahan oleh Shannon dalam jumlah yang besar. Alhasil, kini Astrea sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Aku juga merasakan hal yang sama. Kini, aku merasa lebih banyak mengerti dan lebih kuat dari sebelumnya. Namun, tetap saja, aku masih merasa lemah karena gagal menyelamatkan dia.

Kami bertiga memutuskan untuk pergi ke pemandian air panas yang terletak di sudut kota. Pemandian ini cukup terkenal karena hanya ini satu-satunya pemandian air panas ala Jepang yang tersedia.

"Wah.... sudah lama sejak aku kemari! Kau tahu? Ini tempat pemandian yang sangat menyegarkan! Air panasnya terasa sangat wow! Kau tahu?? Dulu aku dan Astrea sangat suka untuk mandi bersama di sini. Sayangnya, laki-laki dan perempuan harus dipisah. Aku tidak suka! Ini rasisme!" oceh Shannon.

"Ini bukan rasisme Shan, ini peraturan agar seseorang yang GENIT tidak akan mengintip kita." Kataku sambil tertawa sedikit.

"Hei aku dengar dasar bocah!"

Aku dan Shannon hanya menutup daerah khusus kami dengan handuk putih. Kami duduk di air sambil menikmati panas air yang sangat menyegarkan. Astrea sedang sendiri di bagian laki-laki. Aku agak khawatir karena... perbatasan yang ada hanyalah kayu-kayu yang sudah rapuh..

"Bagaimana Adelicia, kau sudah menguasai werkzeug milikmu itu?" Tanya Shannon.

"Oh, sarung tangan ini?" Tanyaku sambil menunjukkannya. "Ya, aku sudah mengerti cara pemakaiannya. Hanya saja, lama-lama aku risih karena aku tidak bisa melepas sarung tangan ini." Kataku dengan lesu.

"Kalau dilepas nanti kekuatanmu hilang loh." Kata Shannon sambil tertawa.

Aku ikut tertawa lalu kami melanjutkan dengan obrolan tidak penting. Aku akhirnya menjadi sedikit cerewet. Bersama Shannon, tidak pernah terjadi sebuah obrolan yang tidak heboh. Aku senang karena aku dapat bertemu dengannya.

".... jadi seperti itu kah? Api yang paling panas adalah api yang kita miliki sekarang?" Tanyaku kepada Shannon.

"Benar sekali! Api itu tak lain adalah api berwarna putih. Suhunya... kurang lebih 2000 derajat celcius. Hanya geist yang sudah menguasai kekuatannya secara maksimal lah yang dapat menggunakan api ini." Ujar Shannon.

"Wah hebat... apakah kau bisa?" Tanyaku dengan penasaran.

Shannon mengangguk dengan bangga. Dia tersenyum dengan wajah yang sangat menjengkelkan.

Aku bertepuk tangan karena kagum. Orang ini, aku masih butuh ilmu yang dimiliki oleh orang ini!

"Aku memang hebat hehehe. Enaknya menjadi orang hebat! Wah, aku sangat suka jadi hebat! Tapi aku lebih suka Tomino dan Astrea hehehehe. Duo tampan kyaaaaaa!"

Dan lagi-lagi, Shannon terjebak di delusi yang ia ciptakan sendiri sambil tertawa-tawa sendiri.

"Tomino ya?" Gumamku. "Besok sudah harus pergi. Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya. Aku harus berjuang!" Lanjutku dengan suara yang pelan. Tetap, di hatiku yang paling dalam, aku masih merasa sangat kecewa. Memang, aku harus lebih positif. Tapi, aku tidak tahu kalau aku bisa menjadi positif atau tidak.

TenebrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang