XIV: Guest or Geist

10 2 1
                                    

Entah aku dirasuki oleh apa, tapi aku seperti menikmati setiap detiknya. Aku menikmati adrenalin yang meluap-luap di dalam tubuhku. Semakin aku bertarung maka, aku semakin bersemangat.

Aku merasa kalau aku seperti orang lain. Tapi, aku merasa kalau ini tidak apa-apa. Mungkin karena aku sangat semangat, hal ini jadi berpengaruh kepada kondisi psikisku.

..... Itu yang aku kira sebelumnya.

"Adelicia, kendalikan pikiranmu!" Perintah Shannon dengan tegas.

Ada yang seperti mengendalikan. Aku seperti dipenuhi oleh perasaan girang yang berlebih. Seperti, aku menikmati setiap tetes darah yang kuhasilkan.

Lagi, lagi, lagi, lagi, lagi. Setiap aku memukul, setiap aku menendang, setiap aku menghancurkan, senyum yang amat lebar seakan tidak mau lepas dari wajahku.

Tidak ada yang membuatku lebih bahagia dari ini. Aku sangat senang. Aku tertawa saking girangnya. Api biru yang kumiliki kian berubah warna menjadi merah gelap. Aku melihat tangan kananku dengan mata yang berbinar-binar, aku sangat menikmati momen-momen seperti ini.

Makan.

Aku mendengar suara yang memerintahku untuk makan. Suaranya seperti paduan dari banyak suara yang menjadi satu.

Hisap jiwanya. Makan raganya. Hancurkan harapan. Lenyapkanlah keputusasaan. Dunia, ada untuk saling memakan.

Aku merasakan kelaparan yang luar biasa. Air liur yang perlahan keluar dari mulutku sudah tidak dapat aku kendalikan. Mataku tertuju kepada ghoul-ghoul yang sedang sibuk menyerang Shannon dan Astrea.

"Adelicia! Sadar!" Teriak Shannon.

Makan saja semuanya. Kalian diciptakan untuk saling memakan bukan? Kalian diciptakan untuk memakan. Kalian rakus dan lemah akan kelaparan. Teman sendiri, bahkan kalian jadikan santapan di siang hari. Dan lihat kau sekarang, kau tidak berbeda dari makhluk-makhluk itu.

Werkzeug ku menyala dengan terang dengan cahaya berwarna emas yang menerangi sebagian ruangan yang luas ini. Seluruh ghoul langsung berpaling ke arahku dengan mata yang melebar.

"Aku mematahkan kontrak kita. Biar kuambil benda yang tidak berguna ini."

Seorang yang dulu adalah adikku kini muncul dengan bentuk yang berbeda. Kini, dia sangat mirip denganku. Dengan rambut ikalnya yang berwarna pirang sama sepertiku, dan dia memiliki warna kulit yang sama , warna mata yang sama, dan wajah yang sama persis denganku. Namun kali ini, dia terlihat sangat tampan. Ia seperti... versi laki-laki dariku.

Theo memakai jaket berwarna hitam dan dalaman kaus berwarna putih. Lalu, ia memakai celana panjang berwarna hitam dengan sepatu kulit berwarna coklat tua. Tampilannya sangat mirip dengan bikers yang pernah kubaca.

"Theo...." Panggilku lemah.

Theo yang sedang melayang di atas kepalaku kini turun dan mendarat di samping kiriku.

"Biar kupakai."

Theo memakai werkzeug yang seharusnya berada di tangan kananku. Kulihat tangan kananku yang kini sudah pucat karena sudah lama tidak terkena sinar matahari. Api yang kuhasilkan kini sudah lenyap. Rasa lapar dan rasa nafsu akan kekerasan yang kurasakan kini sudah lenyap. Aku sepenuhnya sudah sadar.

"Bersihkan mulutmu itu. Bibirmu memang indah, tapi jika kotor maka tidak ada gunanya." Ujar Theo dengan suara yang berat.

Aku membersihkan mulutku hingga bersih dengan mengelap-elapnya dengan kedua tanganku.

"Theo... aku kenapa?! Barusan, aku tidak seperti diriku!" Tanyaku dengan khawatir.

"Aura athlioth membuatmu gila. Itu wajar, kau tidak pernah bertemu dengan ghoul sekuat ini kan? Santai saja, yang penting kau sudah normal." Ujarnya.

Cahaya emas yang dihasilkan perlahan redup. Theo yang sudah memakai werkzeug milikku kini mulai berjalan maju dengan pelan.

"Siapa... itu?" Tanya Astrea.

"Dia adalah spirit." Ujar Shannon. "Tebakanku adalah, dia adalah spirit milik Adelicia." Lanjut si rambut coklat tua.

Theo menaruh kedua tangannya di samping pinggang. Dengan angkuh, ia berkata.

"Aku adalah Theo. Aku adalah spirit yang seharusnya lahir sebagai Adelicia Von Blau." Ujar Theo.

Butuh waktu sekitar 3 detik untukku untuk menyadari perkataannya. Aku sangat kaget. Tapi, kekagetanku diganggu oleh seekor ghoul yang mencoba menyerangku dari samping. Aku menepis serangannya itu dan memukul wajahnya dengan sikutku.

"Kau adalah aku, dan aku adalah kau. Aku adalah keberadaan yang tertunda. Ya, semua spirit seperti itu. Ibaratnya seperti ini---"

Seekor ghoul menyerang Theo namun Theo menyentil kepala ghoul itu hingga makhluk itu terpental kearah kumpulan sesamanya.

"--- Aku adalah eksistensi yang lain darimu. Aku adalah alternate universe-mu. Jika kau tidak lahir, maka aku lah yang akan berperan sebagai dirimu." Jelas Theo.

Theo membalikkan tubuhnya dan mengarahkan fokusnya kepadaku. Jika dilihat-lihat, aku dan dia memang benar-benar mirip. Yang membedakan kami hanyalah gender, dan mungkin beberapa sifat saja.

"Kau mengerti kan? Kita adalah satu. Apapun yang terjadi denganku maka akan terjadi denganmu."

Tiba-tiba saja, sebuah api berwarna emas mulai membakar tangan kananku. Belum sempat kecewa karena kehilangan tanganku, kini aku dikejutkan oleh hal lainnya.

"Apa ini?!" Tanyaku kepada si rambut pirang.

"Rasa lapar yang barus saja kau rasa, kini kupaksa keluar dari dalam tubuhmu. Kau terlalu menjijikan, nona. Tapi, jika kau dapat membuatku yakin pada dirimu untuk sekali lagi, aku akan menjadi werkzeug milikmu kembali." Kata Theo sambil tersenyum kecil.

Aku merasa senang karena ia mau memberiku kesempatan kedua. Aku merespon dengan sebuah anggukan. Theo tersenyum dengan lembut sambil membalikkan tubuhnya.

Api yang ada di tangan kananku kini lenyap. Aku berasa seperti dulu. Tubuhku terasa berat dan aku sulit untuk mengatur nafasku. Memang ya, kini aku kembali menjadi manusia biasa.

"Shannon, urus yang lain! Aku akan melindungi si cantik Adelicia!" Teriak Astrea.

Astrea kini berdiri di sisiku sambil memegang erat pedangnya yang secara konstan mengeluarkan api berwarna merah yang cantik. Pedang itu seperti menggambarkan semangat Astrea yang membara. Di ruang yang gelap ini, Astrea seperti memberikan kami sebuah cahaya harapan yang dapat kami rasakan.

Shannon yang sedang asyik bertarung layaknya seorang ahli bela diri kini mundur sejenak untuk melindungiku.

"Shannon!" Kataku dengan senang.

"Ambil ini." Kata Shannon sambil memberiku sebuah pisau kecil yang bilahnya diselimuti oleh api biru.

Aku mengambilnya dan mengenggamnya dengan erat. Aku melihat ke arah ghoul dengan tekad untuk membersihkan semuanya yang ada di sini.

"Namaku Theo, salam kenal." Ujar Theo.

"Dan pria tampan lainnya! Kyaaaa aku senang sekaliiiii! Enak yaaa hidup lamaaa. Oh ya, aku Shannon. Hehehe" Ujar Shannon dengan sangat genit.

"Kau sudah tahu aku kan bocah, aku Astrea." Ujar Astrea sambil menyeringai.

"Oke. Kalau sudah selesai memperkenalkan diri, yuk kita adakan sebuah pesta yang hanya terjadi satu kali di hidup kita." Ajak Theo sambil mengepalkan kedua tangannya.


TenebrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang