Senior Playboy • 11. Murid Baru

4.3K 344 35
                                    

"Hai."


(Namakamu) melangkahkan kakinya lebih cepat dari sebelumnya. Pasalnya, kini di sebelah kirinya ada seseorang lelaki yang tak ia kenali. Namun, lelaki itu terus berusaha mengakrabi (Namakamu), gadis yang tengah menangis itu.

Sebetulnya, alasan (Namakamu) menangis adalah, karena dirinya paling tidak suka dengan orang yang berkelahi. Apalagi, di antara pelakunya sampai ada yang babak belur, seperti apa yang baru saja dialami oleh Iqbaal.

Melihat keadaan yang begitu, membuat (Namakamu) menyimpulkan sendiri, bahwasannya kelakuan Iqbaal sama sekali belum berubah. Meski dirinya sudah memberi banyak wejangan atau motivasi, agar lelaki itu merubah sikapnya. Namun, yang ada tetap tidak sesuai rencana.

"Hai. Dari tadi aku nyapa kamu, lho? Ngga dijawab gitu, sih?"

(Namakamu) menghentikan langkahnya, sembari menatap tajam ke arah lelaki yang sedari tadi mengikuti jejak langkahnya itu. "Bisa ngga sih, jangan ganggu hidup gue?"

Lelaki di hadapan (Namakamu) terdiam sejenak, kemudian terkekeh pelan. "Sebelumnya gue minta maaf, kalau gue ganggu hidup lo. Gue cuma mau nanya kok, kenapa lo nangis?"

(Namakamu) berdecak, lalu melanjutkan langkahnya. "Udah kodratnya cewek itu cengeng."

Lelaki itu kembali menyamakan langkah kaki (Namakamu) yang berusaha dibuat lebih cepat. "Kalau gue boleh meminta takdir dirubah, gue bakalan minta sama Tuhan, supaya perempuan itu diciptakan dengan hati yang lebih tegar. Karena ngga tahu kenapa, hati gue selalu sakit kalau lihat cewek nangis. Meskipun konteksnya kita belum saling kenal begini."

(Namakamu) berdecak. "SERAH!"

Mungkin kiranya sudah lebih dari seratus meter, langkah (Namakamu) diikuti oleh lelaki tak dikenal itu. Walaupun dirinya sempat merasa risih. Namun, harus bagaimana lagi? Ia paling anti untuk berurusan dengan orang lain, jikalau hati sedang merana dan badmood begini.

"Boleh kita kenalan?"

(Namakamu) kembali berhenti, dan menatap lelaki itu lebih tajam. "Gue ngga suka sama lo, ya! Bisa ngga, lo ngga usah sok baik, sok manis kayak gini? Dari pertama lihat lo aja, gue udah menyimpulkan, bahwa lo adalah cowok player yang suka tebar pesona!"

Lelaki bertopi itu tersenyum lebar. "Mungkin, lo sekarang ngga suka sama gue. Tapi, jangan salahkan waktu kalau besok pagi lo jatuh cinta sama gue."

"What the hell? Lo jangan mimpi!" lalu (Namakamu) kembali meninggalkan lelaki itu. Yang lagi-lagi, kembali diikuti.

Lantas, ini akan terjadi sampai kapan?

"Gue orang baik, kok.."

(Namakamu) bergeming.

"Lo kenapa sebenarnya?"

Meski yang sebenarnya ada dalam hati (Namakamu) selama ini adalah, paling tidak tegaan untuk mengabaikan satu perhatian dari seseorang.

"Cewek kalau nangis kayak gini, biasanya lagi galau. Dan kemungkinan besar, dia lagi patah hati, atau habis berantem sama cowoknya."

Celotehan lelaki itu membuat (Namakamu) kembali menghentikan kakinya untuk melangkah. Hatinya mulai luluh, karena baru kali ini ia bisa menemui seorang lelaki dengan hati terlampau peka. Tentunya, lelaki kedua terpeka yang ia temui di dunia ini setelah adiknya—Alwan.

"Kenapa lo bisa tahu problem cewek?" tanya (Namakamu) jutek.

Lelaki itu tersenyum. "Ya karena gue cowok. Biasanya, cowok itu penyebab cewek nangis, bete, galau. Ya, meskipun gue sama sekali ngga pernah ngelakuin itu semua itu ke cewek manapun."

4. Senior Playboy • IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang