Jual Murah

12.2K 126 7
                                    

Free

Cahaya matahari senja mulai memudar digantikan langit malam yang gelap dan hampa. Tiada bintang bersinar disana apalagi bulan yang menyinari malam ini. Hanya aku, kelapa muda, dan secarik kertas di tanganku. Duduk bermenung menunggu mukjizat turun dari langit. Deburan ombak sesekali menyentuk kaki yang ku biarkan berayun-ayun lemah. Pasrah mungkin adalah kata yang patut dianugerahkan padaku saat ini. Baru sore tadi, tepat jam 17.46 aku dinyatakan sulit untuk memiliki anak. Tidak, bukan mandul. Hanya 'Sulit' untuk memilikinya.

Linda Ayutari. Aku terus membaca namaku yang tertera di selembar kertas yang ku genggam dengan tangan bergetar. Masih tidak percaya dengan semua yang telah terjadi. Pengangkatan kista yang tumbuh di rahimku beberapa bulan lalu adalah penyebabnya. Menghancurkan mimpi yang setiap malam aku doakan pada Allah. Memiliki keluarga sempurna. Suami, aku dan anak-anak kami. Ah...

Bekerja sebagai guru taman kanak-kanak membuatku selalu bergaul dengan anak kecil. Profesi ini aku pilih karna kecintaanku terhadap anak kecil. Tapi apa, Aku sendiri tidak bisa punya anak. Air mata ini kembali menetes. Rasanya jantungku diremas keras menimbulkan rasa sakit yang tak nampak. Apa ini yang dinamakan patah hati.

Hidup sebatangkara di dunia setelah keluar dari panti asuhan enam tahun lalu membuatku mempunyai cita-cita memiliki keluarga sempurna. Namun kini cita-cita itu harus ku simpan sampai mati. Siapa yang mau menikah dengan wanita yang susah memiliki keturunan!?

"Ah, seandainya aku bisa menikahi duda tampan, kaya dan punya banyak anak..." ucapku pada laut yang damai.

"Da, lo ngapain disana sendirian? Cepet balik. Nanti lo diculik om jin baru tau rasa lo!"

"Sialan lo Jon! Iya bentar lagi gue balik. Urusin aja sana anak-anak lo yang segudang!"

"Anak-anak lagi main di panti. Gue mau ke minimarket, lo mau nitip?"

"Iya, gue nitip pop mi sama sosis dua. Sosisnya yang gede, lalu bon cabenya satu bungkus. Pake duit lo dulu, nanti gue ganti."

"Ok, gue pergi dulu.." dia melambaikan tangannya.

"Yoi!" balasku.

Dia berjalan menjauh meninggalkanku. Namanya Joni Supono. Jawa tulen tapi medoknya udah hilang. Pernah jadi TKI ke Singapura, Malaysia dan Jepang. Di setiap negara dia beranak satu. Anak pertamanya lahir di Malaysia diberi nama Sayangi Sandra Supono. Berjarak dua tahun anak keduanya lahir di Singapura bernama Lovely Atika Supono. Dua tahun kemudian lahir lagi di Jepang laki-laki diberi nama Aii Fahri Supono. Dan yang terakhir saat di Indonesia tiga tahun kemudian, namanya Cinta Annisa Supono.

Joni berumur 30 tahun, satu tahun lebih tua dariku. Tapi anak sudah segudang. Semuannya menggemaskan, polos dan baik hati. Aku sangat menyayangi mereka. Dan aku tau mereka juga menyayangiku, bahkan memberiku nama panggilan khusus. Linlin.

Aku berdiri dari dudukku diatas bangkai kapal ini. Ku lihat notifikasi HPku, mungkin saja ada yang komen fotoku di Instagram atau facebook. Namun nihil, hanya ada notifikasi dari UCbrowser tentang gosip terbaru yang tidak penting sama-sekali.

Aku berjalan pulang dengan loyo dan masuk kedalam rumah yang hanya terdiri dari satu kamar, satu kamar mandi dan satu ruang serbaguna. Rusun di daerah padat ini memiliki halaman yang cukup luas yang dijadikan lahan parkir serta lapangan bermain bagi anak-anak.

Selesai mandi dan sholat Magrib aku membuka gembok sepeda kesayangan ku lalu mendorongnya kearah pintu. Seseorang mengetuk pintunya pas saat aku akan membuka kunci.

"Iya, tunggu sebentar" ucap ku sambil membuka pintu.

"Nih, Mi sama sosis. Bon cabe nggak ada, habis. Semuanya tujuh ribu."

KOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang