Masih teringat dengan jelas penolakan itu terlontar dari mulutnya. Begitu menyakitkan. Bahkan dada terasa sesak dan ingin teriak melepaskan semua ini. Cinta itu datang saat ia belia. Dan layu dengan seketika. Saya Takigawa, untuk pertama kalinya jatuh cinta, harus merasakan patah hati saat itu juga.
<3<3<3
"Pagi ini kita mendapatkan teman baru dari tokyo" Sui-sensei, wali kelas 2-4, memberi pengarahan. Ia lalu membenarkan letak kacamatanya.
"Takishima san, masuklah"
Seorang pemuda yang dipanggil itu masuk. Rambutnya cepak. Berkulit putih dengan tinggi 175. Atletis. Wajahnya tampan. Membuat seluruh siswi di kelas berdecak kagum. Namun tidak untuk para siswa. Mereka melihat tak suka. Tentu saja mereka akan semakin kesulitan mendapatkan wanita mereka bila ada lelaki lebih tampan, lebih atletis, dan mungkin lebih tajir.
"Wow! Mangsa baru" bisik Una, sambil mengambil alat make upnya.
"Dasar kau, Una!" Kana terkekeh.
"Lihat saja, dia akan jadi milikku dalam seminggu" katanya mantap, sambil merapikan maskaranya.
"Seminggu? Biasanya sehari 'kan" Kana mengetukan pensil mekaniknya di mejanya.
"Oh gosh, ini siswa baru honey, aku butuh prepare, benarkan Saya chan"
Mereka baru menyadari Saya Takigawa tidak ikut bicara bersama mereka.
"Saya chan?" tanya Kana berbalik menghadap Saya yang bangkunya berada di belakangnya.
"Hmm? Oh, ya, itu benar" jawab Saya cepat sambil tersenyum garing.
"Hei kan-kan chan, sui sensei melihatmu" sambung Una, dengan sikap mode on.
"Silahkan Shin Takishima san, duduk di bangku kosong itu" kata sensei sambil menunjuk bangku di samping bangku Saya.
Shin Takishima berjalan menuju bangku tersebut. Ia tak menggubris mata yang melihatnya sampai ia menatap gadis di samping bangkunya. Itu adalah Saya Takigawa.
"Hei, apa kabar?" tanya Shin, sambil menyodorkan tangannya ke arah Saya.
Saya tak bergeming sedikitpun. Ia terlalu terkejut dengan apa yang terjadi.
"Hah? Jadi kau kenalan Takishima san, Saya chan?" tanya Una.
"Aku baik" kata Saya cepat dan memalingkan wajahnya yang merah bagaikan tomat. Takishima hanya tersenyum simpul. Tampaknya dia masih menyukaiku, batin takishima.
"Hei Saya chan, kenapa kau tak pernah bilang punya kenalan setampan dia?" bisik Una. Saya tak menjawab apapun. Ia hanya menunduk.
"Oi, jawab aku" bisik Una lebih keras.
"Una, Sui-sensei melihatmu!" tegur Kana sambil merapikan letak kacamatanya.
Saya meremas jemarinya. Ia sungguh ingin melupakan laki-laki itu. Ia telah mulai melupakannya. Tapi bahkan sekarang laki-laki itu berada kurang dari 100 meter dengannya. Ia mulai gerah. Saya menarik rambutnya yang sebahu ke belakang daun telinganya. Ini adalah kebiasaan lamanya ketika sedang salah tingkah atau gugup.
Shin Takishima memerhatikan Saya. Rambutnya yang disampirkan di daun telinga dengan wajah kemerahan menarik perhatiannya. Ini pernah terjadi sebelumnya. Kejadian yang membuatnya menyesal setengah mati dan ingin mengulang moment itu. Tapi melihat gadis itu di sini, di dekatnya, membuatnya percaya, mungkin semuanya bisa diubah.
Bel istirahat berdentang. Saya masih belum beranjak dari tempat duduknya. Ia merapikan semua buku yang berserakan di bangkunya. Shin Takishima tersenyum simpul menghadap Saya.