Bab 2

7.1K 440 88
                                    

"Lo bilang kalo gue harus pergi dari lo biar gak terluka. Tapi gue emang udah terluka."

※※※※※

Kalau kalian bertanya hari apa yang paling Davka sukai, salah satunya adalah hari ini. Senyumannya sejak tadi tak pernah luntur hingga ia memasuki rumahnya. Dinar yang sejak tadi sedang sibuk membersihkan sofa yang berdebu seketika berhenti dan menatap bingung anak bungsunya yang tersenyum sendiri.

Ia berjalan ke hadapan Davka, "Oh, jadi kayaknya anak bunda ada yang lagi jatuh cinta nih?"

Mendengar hal itu, Davka berhenti melangkah dan memekik kaget. Bagaimana bisa bundanya tiba-tiba berada di hadapannya? Apakah ia pernah sekolah di Hogwarts juga? Atau jangan-jangan bundanya adalah teman seangkatan Prof. Snape?

"Heh, malah bengong lagi."

"Ehehe bunda. Assalamualaikum," ujarnya sembari mencium punggung tangan Dinar.

Davka baru saja akan berjalan menuju kamarnya jika saja Dinar tidak menahan lengannya.

"Eh eh sebentar. Bunda mau lihat sesuatu." Tatapan Dinar sangat tajam memperhatikan penampilan anaknya yang dirasa sedikit berbeda. "Ini kamu pake baju siapa?"

"Emmm...ummm...baju-" tiba-tiba ucapannya terpotong oleh kehadiran Raehan yang baru saja tiba dari sekolah.

Raehan mengucapkan salam kemudian berjalan menghampiri Dinar.

Mereka memang tak pulang bersama karena Davka terlalu malas menunggu kakaknya selesai dengan kegiatan tim basketnya. Sama seperti Davka, Raehan juga mencium punggung tangan Dinar dan tersenyum ke arahnya.

"Bang, bunda mau nanya," ujar Dinar dengan raut wajah serius. Sedangkan Davka sangat ketakutan bahwa yang sejak tadi ia sembunyikan akan segera ketahuan.

"Itu Davka pake baju siapa? Baju cadangan abang yang abang taro di loker?" tanya Dinar dengan penuh selidik.

Raehan memandang Dinar dengan tatapan bingung. Meminjam bajunya? Sejak kapan? Bahkan saat ia hendak pulang tadi ia masih melihat bajunya terlipat rapih disana. Dan saat itu ia juga sudah melihat bahwa adiknya sudah pulang. Jadi, itu baju siapa?

"Enggak, bunda. Baju abang masih di sana," ujarnya. Raehan memandang sang adik dan menyikut pinggangnya memberikan kode kepadanya bahwa ia harus menjelaskan baju itu.

Sialnya, gerakan Raehan itu tepat mengenai lukanya tadi pagi akibat tergores salah satu bagian mobil tadi pagi. Davka yang tidak siap menerima rasa sakit itu, tanpa sadar meringis pelan dengan kedua tangannya yang sudah memegang luka itu.

Raehan dan Dinar yang sudah sering melihat wajah kesakitan Davka segera menyadari perubahan wajah anak itu. Seketika mereka dihinggapi perasaan khawatir.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Dinar sambil menangkup wajah Davka dengan kedua matanya.

Davka yang sadar akan perilakunya yang mungkin akan membongkar rahasianya, ia segera melepaskan kedua tangannya dan segera memegang kedua pundak Dinar dengan memaksakan seulas senyum.

"Kenapa? Davka gak apa-apa kok. Bunda sama abang gak udah khawatir."

"BUNDAA!!! DAVKA! DAVKA!" pekik Raehan saat ia melihat titik berwarna merah semakin melebar di bagian yang tadi dipegang oleh Davka.

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang