Tahu apa yang di lakukan Grafisa setelah itu? Ia bangun dari tempat nya, berlari ke depan pintu kamar orangtua nya berada. "MAMA! PAPA!"
"MA! PA! ICA GAMAU DI MUTILASI SEKARANG!!"
"MAMA, PAPA! DIMANA SI KALIAN?!" Grafisa membalikan tubuh nya, bersender di pintu kamar orangtua nya. Disana, Gilang masih duduk tapi mata nya tajam nya tidak lepas menatap Grafisa, membuat anak perempuan itu menunduk.
"Gilang, plis banget maafin gue! Tadi gue ga sengaja sumpah terus gue gatau apa-apa kecuali Ghifari yang kapten basket itu bapak lo!!"
Gilang lantas berdiri, otak nya berputar saat kedua orangtua Grafisa pergi keluar untuk sesuatu yang tidak Gilang ketahui, ia baru ingat kalau saat itu Grafisa sedang ke kamar kecil. Pantas saja anak itu masih terus menggedor pintu kamar orangtua nya. "PAPA! AKU JANJI GA AKAN LEDEKIN PAPA LAGI, AKU GA AKAN JADI ANAK LAKNAT LAGI, TAPI TOLONGIN AKU PA!"
Tubuh Gilang yang tadi nya berjalan ke arah Grafisa tiba-tiba berbalik sebentar, tidak sampai lima detik. Grafisa tidak tahu kalau ternyata Gilang tersenyum, menahan tawa nya yang hampir pecah karena kelakuan perempuan itu. "Lang gue belum nikah, jangan bunuh gue!"
Gilang hampir tertawa kalau tidak ingat maksud nya kali ini adalah membuat Grafisa takut. Anak laki-laki itu tetap berjalan ke arah Grafisa yang tubuh nya masih menempel di pintu kamar orangtua nya. Setelah sampai disana, kedua tangan besar Gilang terjulur menahan pergerakan tubuh Grafisa, kedua tangan nya berada dekat dengan tubuh perempuan itu. Kepala Gilang kemudian menunduk, menatap dengan jelas wajah ketakutan gadis di hadapan nya.
Di tatap seperti itu, bulu kuduk Grafisa berdiri. Tapi melihat wajah Gilang dari dekat membuat perempuan itu menahan nafas nya. Mungkin Gilang sadar kalau laki-laki itu tampan, dan kelemahan Grafisa adalah cowok tampan. Kalau terus seperti ini, Grafisa tidak kuat jantung nya akan terus bekerja. "Sekali lagi lo kepo, gue bunuh lo."
Setelah itu, Gilang kembali ke ruang tengah. Membiarkan Grafisa bernafas lega. "Berasa abis naik gunung Mahameru gue, Masyaallah."
----
Walaupun sekarang hari sabtu, warung yang di jadikan tempat tongkrongan siswa laki-laki sekolah sma negeri yang jarak nya tidak jauh itu selalu ramai. Ada sebagian anak ekskul yang sengaja mampir terlebih dulu, sebelum menjalani ekskul masing-masing di sekolah. Sama dengan yang lain, Acong, Bian, dan Gilang juga ikut duduk di teras yang ada di depan warung kecil tersebut.
Suara riuh pecah ketika anak yang sedang bermain karambol di teras warung memekik hampir secara bersamaan. "MAMPUS KALAH!" Yang menggunakan seragam futsal hitam tersebut berteriak, menunjuk-nunjuk dua pemain yang ada di hadapan nya.
"Buru, lo tau kan rokok gue apa?" Yang satu ikut menambahi, membuat dua pemain yang kalah tersebut menurut dan meneriaki Ibu--penjual warung, untuk memberi apa yang di inginkan oleh pemenang.
Laki-laki yang memakai baju futsal kebanggan sekolah itu kemudian duduk meringsut di hadapan Bian dan Gilang yang sedang duduk bersender di pilar yang di cat warna hijau. Sesuai nama di belakang punggung nya, anak laki-laki itu bernama Farabi.
Sesuai dengan kemenangan nya tadi, Farabi segera menyalakan korek api untuk menyundut satu batang rokok nya. Gilang reflek memukul tangan Farabi sampai-sampai korek api nya jatuh ke tanah. Farabi menatap Gilang heran, sementara Gilang memejamkan mata nya. "Kenapa, Lang?"
Gilang menggeleng acuh, kemudian berjalan ke kulkas yang ada di depan warung, mengambil sebotol air mineral dingin. Bibir nya pucat pasi sebelum bulir air dingin itu menyentuh bibir nya. Perlahan tapi pasti, wajah nya kembali normal seperti biasa, tidak lagi seperti habis melihat hantu.
Farabi yang melihat hal tersebut makin mengerutkan dahi, hampir saja ia ingin bertanya apa yang terjadi dengan teman nya itu kalau Bian tidak mengajak nya untuk segera datang ke sekolah karena ekskul futsal akan di mulai beberapa menit lagi.
Gilang kembali ke tempat nya setelah Bian dan Farabi menghilang, sedangkan Acong sibuk bermain kartu remi di samping papan karambol berada
Kejadian sepuluh tahun yang lalu kembali berputar di kepala nya saat laki-laki itu melihat api. Bisa di bilang kalau Gilang trauma dengan api, dan tentu alasan mengapa ia trauma hanya Acong yang tahu.
***
A/n: aku sering salah tulis Grafisa jadi Sarah di story ini, jadi mungkin kalau nanti ada nama Sarah--yang harua nya Grafisa, kasih tau aja. Kali aja aku lagi ga fokus disitu wkwk
Tengkyu gaes
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...