Kei melajukan mobilnya menuju rumah Adis. Entah karena apa, Kei sangat bersemangat hari ini. Apa ini karena ia akan bertemu dengan Adis?
Senyum tak pernah pudar dari wajah tampan Kei. Wajahnya yang mirip dengan Papi nya itu menjadi pujaan bagi setiap wanita. Banyak wanita yang menginginkan Kei, namun tidak ada wanita yang diinginkan oleh seorang Keizaro.
Musik mengalun dengan indah di dalam mobilnya, menemani perjalanan Kei menuju rumah Adis. Tadi ia sudah mengirim sebuah pesan singkat kepada Adis yang mengatakan bahwa Kei sudah dalam perjalanan menuju rumah wanita itu.
Setengah jam kemudian, mobil Kei sudah berhenti tepat di depan rumah Adis. Kei sejenak mengamati rumah itu. Rasanya ia sering berkunjung ke rumah ini.
Selesai mengamati, Kei mengambil ponselnya yang ada di dahsboard mobilnya. Ia mencari kontak Adis dan mulai mengetikkan beberapa huruf bahwa ia sudah sampai di depan rumah.
Namun saat pesan tersebut belum terkirim, kaca mobil Kei diketuk dari luar. Kei mengalihkan pandangannya dari ponselnya. Senyum Kei mengembang saat melihat wajah Adis.
Kei membuka kunci mobilnya. Adis membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Hari ini Adis memakai kemeja berwarna biru dongker dengan rok yang senada.
"Padahal kita gak janjian ya warna baju nya," ujar Adis membuat Kei baru menyadari hal tersebut.
"Berarti kita jodoh," ucap Kei spontan membuat Adis tersenyum kaku.
Kei menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sedikit malu dengan apa yang barusan ia katakan.
"Kita mau kemana?" tanya Adis yang sedang memakai sabuk pengaman.
"Kamu pengennya kemana?" tanya Kei balik.
"Aku sih terserah kamu aja. Ngikut," jawab Adis.
Kei suka wanita yang penurut. Kemana-mana ikut dengan suami. Eh.
"Gimana kalo ke pasar malem?" usul Kei.
Adis berpikir sejenak, "Boleh, tapi kan itu buka nya malem,"
"Ya kita kesana nya malem," ucap Kei.
"Trus ini mau kemana?" tanya Adis.
"Hmm, mau temenin saya potong rambut?" tanya Kei.
"Boleh,"
Kei pun mengangguk. Ia mulai menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju tempat potong rambut langganannya.
Di sepanjang perjalanan, tidak ada yang memulai percakapan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Adis lebih memilih melihat pemandangan di luar, sedangkan Kei sedang berkonsentrasi mengemudi.
Sudah lima belas menit tanpa percakapan. Hanya ada suara musik yang menemani mereka. Namun Kei langsung mematikan musiknya saat lagu rohani berputar.
"Maaf ya," ujar Kei merasa tidak enak dengan Adis.
"Gapapa kali, Kei," ucap Adis sambil tersenyum.
Kei kembali berkonsentrasi dengan jalanan, begitupun dengan Adis. Ingin sekali kedua nya terlibat dalam sebuah percakapan, namun tidak ada satupun topik yang muncul dari otak keduanya.
Sesaat kemudian, mereka sudah sampai di tempat potong rambut langganan Kei. Kei dan Adis pun melepas sabuk pengaman mereka. Kei membuka kunci pintu mobil dan keduanya bersama membuka pintu mobil.
Kei dan Adistia melangkah masuk ke dalam salon tersebut. Salon tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang saja yang ada.
"Hai Mas Kei. Baru keliatan nih," ujar pemilik salon yang melihat kedatangan Kei.
"Iya nih, Che. Lagi sibuk jadi belum sempet kesini," ucap Kei.
"Wahh ini istrinya ya, Mas Kei," ucap pemilik salon tersebut.
"Bukan," jawab Kei dan Adis bersamaan.
"Duhh kompak banget sih. Baju nya juga kembaran ya," goda pemilik salon membuat Kei dan Adis sedikit malu.
"Adis, kamu duduk disana aja, ini cuman bentar kok," ucap Kei kepada Adis.
Adis pun mengangguk mengerti. Ia melangkah mendekati sofa yang tersedia.
"Mbaknya kalo mau minum tinggal ambil di kulkas ya," ucap pemilik salon membuat Adis mengangguk.
"Che, potong kayak biasa ya. Jangan terlalu tipis pokoknya," ujar Kei.
"Gampang Mas Kei. Eikeh bikin tambah kece deh," ucap Minche kepada Kei.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, kini penampilan rambut Kei sudah berubah. Kei tersenyum saat melihat perubahan raut wajahnya dengan bentuk rambut yang baru.
"Adis," panggil Kei.
Adistia menutup majalah yang tadi sedang dibacanya. Ia pun berdiri dan melangkah menghampiri Kei. Adis terdiam sebentar saat melihat perubahan bentuk rambut Kei. Adis akui bahwa Kei ini memang tampan, apalagi saat bentuk rambutnya seperti ini.
"Gimana? Bagus gak?" tanya Kei saat Adis sudah ada di sampingnya.
"Lebih bagus dari yang tadi," jawab Adis jujur dari hati nya.
Kei tersenyum mendengar jawaban Adis. Ia kembali menatap cermin sambil merapihkan rambutnya.
"Che, gue pergi dulu ya. Thank you ya, Che. Gue suka sama potongannya," ujar Kei.
"Ya, Kei. Bagus deh kalo lo suka," jawab Minche yang masih melayani pelanggannya.
"Pergi dulu ya, Che," ucap Kei.
"Ya ati-ati lo bawa perempuan cakep," ujar Minche.
"Syapp, Che,"
Kei dan Adis pun melangkah keluar dari salon dan menghampiri mobil Kei.
"Kamu udah sarapan, Dis?" tanya Kei saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Udah, kenapa?" tanya Adis.
"Saya belum sarapan. Mau temani saya sarapan?" tanya Kei.
"Boleh,"
Kei pun menyalakan mesin mobil dan melajukan mobil nya menuju sebuah tempat makan. Hening kembali menemani keduanya.
"Kamu udah punya pacar, Dis?" tanya Kei.
"Mana boleh aku pacaran, Kei," jawab Adis.
"Oh ya aku lupa," ujar Kei saat menyadari bahwa di Islam melarang sebuah hubungan yang bernama PACARAN.
Kei mematikan mesin mobilnya saat sudah sampai di sebuah tempat makan. Ia dan Adis melepaskan sabuk pengaman.
"Maaf ya, Dis, dapetnya yang lesehan," ujar Kei saat mereka sudah duduk beralaskan sebuah tikar. Keduanya duduk bersebrangan yang dihalangi oleh sebuah meja di tengahnya.
"Gapapa, Kei. Aku juga udah biasa kok," ujar Adista membuat Kei tersenyum.
Mereka kembali terdiam larut dalam pikiran masing-masing. Kei memilih memainkan tisu yang baru diambilnya, sedangkan Adis sedang membenarkan kerudungnya yang sedikit berantakan.
"Oh ya, Dis, kamu suka warna apa?" tanya Kei memecah keheningan yang menyelimuti keduanya.
"Hemm, semua warna suka, tapi paling suka warna pink," jawab Adis.
Lagi-lagi Kei tersenyum. Ia tak salah memilihkan warna kerudung untuk Adis.
"Kalo kamu?" tanya Adis.
"Saya suka warna putih dan biru," jawab Kei. Adis mengangguk mendengar jawaban Kei.
Makanan yang mereka pesan pun datang. Saat ini mereka sedang ada di tenda yang menjual bubur ayam. Entah mengapa Kei memilih makan bubur ayam.
Mereka saling diam sambil memakan bubur masing-masing. Menikmati bubur yang rasanya sedikit berbeda dari bubur biasanya. Tanpa mereka tahu, sebenarnya rasa bubur itu sama, namun mereka merasa rasa bubur itu berbeda karena mereka makan berdua bersama yang menimbulkan rasa yang berbeda itu, yaitu rasa yang begitu enak.
🌹🌹🌹🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]
Spiritual[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan] #5 muslim, 2/6/2019 #7 mualaf, 2/6/2019 "Kamu gak mau nikah sama saya?" tanya Keizaro. "Bukan gitu. Tapi kepercayaan kita beda, Kei," "Saya tau itu, Adistia," "Dari kita berdua, harus ada salah s...