9 •Pernyataan•

8.7K 685 4
                                    

"Umur kamu berapa, Dis?" tanya Kei memecah keheningan.

Saat ini mereka masih duduk lesehan memakan bubur ayam langganan Kei. Kei mengetahui tempat ini dari Mami nya. Mami nya sering membelikan Kei bubur ayam yang paling enak menurut Kei.

"Dua puluh tiga, kamu?" tanya Adis.

"Dua puluh empat," jawab Kei.

Adis mengangguk. Mereka kembali terdiam dan menikmati sisa terakhir bubur ayam yang ada.

Kei mengambil tisu untuk membersihkan pinggir mulutnya. Mangkok buburnya sudah bersih. Kei selalu habis memakan bubur ayam kesukaannya.

Kei meletakkan kedua tangannya di atas meja sambil memperhatikan Adistia yang sedang makan. Adistia sendiri belum menyadari hal tersebut.

Kei tiba-tiba memegang kepalanya. Ia memejamkan mata sejenak untuk mengurangi rasa pusingnya. Bayangan itu kembali datang. Bayangan dimana ada dirinya dengan seorang wanita yang masih buram wajahnya di dalam bayangan tersebut.

Adis menghentikan aktivitasnya saat melihat gelagat Kei, "Kei, kamu gapapa?" tanya Adis dengan nada khawatir.

Kei menggeleng, masih dengan mata yang tertutup. Kei sedikit memijat kepalanya pelan. Bayangan itu seketika hilang dari pikiran Kei. Kei pun membuka matanya. Keringat dingin langsung muncul dari kening Kei.

Adis mengulurkan tangan memberikan tisu kepada Kei. Adis tersenyum miris saat melihat wajah Kei menjadi sedikit pucat.

"Kamu beneran gak papa?" tanya Adis kembali.

"Gapapa, Dis. Udah biasa kok," jawab Kei dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Ia masih merasa sedikit pusing, namun tidak separah yang tadi.

"Kamu udah selesai makan?" tanya Kei kepada Adis.

Adis mengangguk, "Udah,"

"Saya bayar dulu ya," ujar Kei. Adistia hanya mengangguk.

Kei berdiri dan menghampiri penjual bubur ayam, "Pak, berapa semuanya?" tanya Kei.

"Bubur dua sama es teh nya dua ya, Mas Kei,"

"Iya, Pak," jawab Kei sembari mengeluarkan dompetnya.

"Dua puluh lima ribu, Mas," ujar penjual bubur ayam.

"Ini ya, Pak," ucap Kei sambil memberi uang kepada pak penjual buryam.

"Makasih ya, Mas. Jangan sungkan kesini lagi,"

"Pasti, Pak,"

"Itu calonnya ya Mas Kei?" tanya bapak penjual buryam.

Kei tersenyum, "Doain aja ya, Pak. Masih diusahakan ini," jawab Kei.

"Pasti, Mas Kei. Mbak nya cantik banget cocok sama Mas Kei. Ditunggu undangannya ya, Mas,"

"Aminn. Makasih ya, Pak. Saya duluan mau lanjut jalan-jalannya," ujar Kei dengan senyum lebarnya.

Bapak penjual buryam terkekeh mendengar ucapan Kei. Seusai membayar, Kei melangkah menghampiri Adis.

"Ayo, Dis," ucap Kei. Adis pun berdiri. Keduanya beranjak pergi dari tempat ini menuju mobil.

"Mau kemana lagi, Dis?" tanya Kei saat sudah di dalam mobil.

"Terserah kamu aja," jawab Adis.

"Duhh aku jadi bingung, Dis, kalo terserah aku,"

"Aku juga bingung, Kei, mau kemana,"

Ponsel Kei berdering memutus percakapan mereka. Kei merogoh saku nya.

Arabella calling...

Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang