"Kasihan sekali orang itu. Pasti, keluarga-nya merasa sedih."
Wanita itu mendesah pelan, netra-nya beralih berita hangat dalam layar televisi berukuran empat puluh dua inci.
Ia bergumam, "Jika aku menjadi keluarga-nya, seperti apa kehidupan ku selanjut-nya? Apa aku masih bertahan? atau tidak, ya?"
Usai berpikir panjang -entah seperti apa jawaban-nya-, bel apartement berbunyi. Ia telah menduga, "Pasti kak Min Hyun datang!"
Tak lama, pintu terbuka. Gadis itu senang bukan main, melihat siapa yang datang.
"Kakak! Aku rindu kakak," Gerak cepat, ia memeluk sang kakak, erat. Pemuda bernama Hwang Min Hyun, membalas pelukan, juga tak kalah erat.
"Ayo masuk." Wanita surai panjang, menarik pergelangan tangan, menyuruh masuk.
Gadis itu kembali bersuara, "Mengapa tak hubungi aku dulu kalau ingin pulang, huh? 'Kan, aku bisa masak sebelum kakak datang."
Min Hyun tertawa, wajah sang adik menjadi layu, "Tentu saja, karena suprise. Kalau kau masak sebelum kakak datang, lantas siapa yang menghabiskan makanan ini?"
Gadis itu tersenyum senang, lantaran pizza yang Min Hyun layang. Apalagi, ia membeli ukuran large, tambah ragam topping sekitar-nya.
"Ayo kita habiskan, sebelum pizza-nya dingin."
Mereka beranjak menuju meja makan. Entah bagaimana wajah gadis itu, terlihat senang. Cerah sekali.
"Oh ya kak," Segera membuka suara, lantaran pertanyaan mengganjal.
Min Hyun bergumam, "Hm?"
"Barusan, aku menonton berita hangat di televisi."
Tanpa menoleh dari pizza, Min Hyun menjawab, "Benar-kah? Tentang apa?"
Gadis itu menghenti-kan acara makan sejenak. Lalu, fokus pada jawaban, "Seorang psycopath yang dihukum mati."
Min Hyun tertawa keras, "Hwang Min Ji! Kau telat mendengar berita itu! Kakak sudah tahu sejak kemarin. Lagipula, dari mana kau mendapat kata 'psycopath'? Setahu kakak, tak ada yang menyebut seperti itu dalam berita."
Bibir Min Ji mengerucut, pertanda kekesalan.
Melupakan masalah, sang adik kembali bertanya, "Si tersangka bekerja sebagai pembunuh bayaran, kan? Apalagi, dalam berita disebut sudah lima belas orang yang ia bunuh. Bukan-kah itu seperti psycopath?"
Min Hyun kembali tertawa, ia memilih mengiyakan, "Ya, baik-lah. Terserah kau saja."
Suasana kembali hening. Hanya suara kunyahan, atau gelas terbentur pada meja. Semua tengah menyantap.
Mengingat sesuatu, gadis kuncir kuda kembali bersuara, "Kakak, aku benar-benar kasihan pada si tersangka. Apalagi, ia mendapat hukuman mati. Menyedihkan."
Min Hyun tersenyum kecut. Benar, merasa kasihan. Apalagi, setahu-nya, si tersangka tak memiliki keluarga. Mungkin, hanya satu.
Pria itu mengangkat suara, "Kakak lebih kasihan pada adik-nya."
Lagi, wanita muda menghentikan acara makan, "Memang, apa hubungan dengan adik-nya?"
"Tersangka itu tak memiliki keluarga, hanya adik satu-satu nya. Begitu mendengar sang kakak mendapat evakuasi mati, adik-nya mengamuk bukan main."
Min Ji mengangguk. Ia mengerti. Kembali bertanya, "Lantas, bagaimana dengan anak itu?"
Min Hyun menjelaskan. Sambil berkata, ia ingat akan hal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby || Park Ji Hoon ✔️
Short Story[Completed] Usai kejadian mengenaskan, sebuah keputusan mengatakan agar sejoli ini mendekap sementara di rumah sakit jiwa. Siapa yang menyukai tempat menyeramkan itu? Sudah pasti tidak ada. Park Ji Hoon, ia kesepian. Hidup menderita setelah kehilang...