20 Mei 2015
Sudah 6 jam 37 menit sejak aku memulai aksi protesku pada Janet hari ini. Belum ada rasa ingin menyerah yang muncul dariku, walau Janet yang mencoba berunding mulai kehilangan kesabarannya.
"Dan, kau benar-benar akan mendiamkanku seharian?" Suara Janet meninggi dan kedua alisnya berkerut. Janet mulai kesal dan frustasi.
Aku tetap berfokus membaca tulisan mini yang tercetak di koran. Tetap kutampilkan ketenangan dan kewibawaan yang dimiliki setiap suami, padahal nyatanya dadaku terasa nyeri karena tidak bisa memeluk balik Janet yang duduk di sampingku. Tidak bisa! Kali ini aku harus bersabar sampai tiba saatnya Janet tidak tahan lagi didiamkan oleh pria tercintanya ini. Barulah saat itu aku akan memeluk, mencium...
"Dan, Koranmu terbalik." Kata Janet.
Aku buru-buru membalikkan koran yang ternyata kupegang terbalik atas dan bawahnya, sambil mempertahankan ekspresiku mati-matian. Di sebelahku, Janet malah tertawa lepas.
Sial. Niat mau keren malah jadi malu-maluin.
"Kalau kau begini terus...", Janet melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku akan meminta Kak Mori yang membelikanku makanan jika aku ngidam lagi." Ancam Janet.
"Nggak boleh!" Aku menjatuhkan koranku ke asal dan berbalik menatap Janet.
Dan hal pertama yang kulihat adalah senyum tertahan Janet. Lagi-lagi aku terkena jebakan Batman ala Janet Claudia Wijaya.
"Akhirnya aku bisa mendengar suaramu, Dan."
"Kau curang." Balasku kesal.
Janet menarik tanganku agar tatapanku kembali kepadanya. "Habisnya kau sudah ngambek sebelum mendengarkanku."
"Aku nggak ngambek."
"Iya, iya." Janet mengelus kepalaku, tampak malas membantah perkataanku. Tatapannya berubah menjadi lebih lembut. Aku merasa sedang diperlakukan seperti anak kecil, tapi aku tidak berkomentar apapun. Aku masih rindu dengan sentuhannya.
Setelah mengamati wajahku untuk beberapa saat, Janet menceritakan detail kejadian yang membuatku ngambek, maksudku mendiamkannya. "Kak Mori memang meneleponku kemarin, memberitahu dia dan Kak Alena akan datang ke sini. Lalu dia bertanya mau dibawakan apa. Ya, aku jawab aku ingin makan donat. Dan mereka membawakannya untukku. Masa gara-gara itu kau ngambek, Dan?"
"Kalau kau perlu sesuatu, kamu tinggal bilang kepadaku. Nggak perlu minta bantuan Mori. Dan aku nggak ngambek."
Kebencianku pada Mori belum berkurang. Bahkan semakin bertambah seiring waktu. Karena Mori brengsek itu masih berusaha memikat Janet dengan tingkahnya sebagai kakak ipar yang begitu baik.
Melihat kerutan di dahiku belum berkurang, Janet menjauhkan dirinya padaku. Sepasang mata hitamnya lurus menatapku dan bibirnya tidak lagi tersenyum, seakan dia mau menyampaikan misi khusus untukku. "Baiklah. Agar kau nggak ngambek lagi, aku punya tiga permintaan."
"Aku nggak," Aku baru ingin mengoreksi kalimat Janet, tapi kata berikutnya, permintaan, membuatku melupakan hal tidak penting. "Kau mau minta apa?" Detik berikutnya aku merasakan bibirku membentuk senyuman lebar.
"Tapi, janji kau nggak akan memaksakan dirimu untuk mengabulkannya."
Aku mengecup bibir merah Janet. "Aku janji."
Sinar matahari sore yang sempat menghilang kembali masuk dari jendela. Sebagian mengenai rambut hitam Janet, mengubahnya menjadi coklat kemerahan. Dan hanya butuh hal sederhana seperti ini untuk membuatnya terlihat semakin cantik.
"Pertama, aku ingin strawberry cheese cake yang hanya dijual di kafe dekat kantormu setiap Rabu."
Strawberry cheese cake? Mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of My Wedding
RomanceOke, aku ingin meralat kata-kataku yang sebelumnya mengatakan bahwa lebih baik aku menyimpan buku harian ini di rumah. Sekarang aku lebih memilih buku ini dibaca oleh semua orang yang ada di bumi dibanding dengan orang yang berada di rumahku. Memang...